Love Potion & Punishment

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"You're having fun, aren't you?"

Regulus sedang memperhatikan latihan Quidditch dari tim Gryffindor bersama dengan Oliver yang dengan senang hati menemaninya. Bukan hanya karena ia Regulus, namun tentu ia akan melakukan apapun untuk menonton pertandingan Quidditch lagi bahkan jika itu hanya latihan.

"Aku tidak mengerti maksudmu," namun wajah Oliver sangat berseri saat melihat bagaimana tim yang ia pimpin selama beberapa tahun sebelum ini menjadi lebih kuat. Meskipun tidak pernah mereka memenangkan pertandingan sebelumnya, namun Oliver benar-benar mencintai timnya saat ini.

"Kau harus adil, pertandingan ini kau yang menjadi wasitnya."

"Apakah aku pernah tidak adil?" Oliver memutar bola matanya. Regulus menoleh pada Oliver dengan tatapan tidak percaya. Ia bahkan pernah tidak mempedulikan kesehatan Harry hanya karena ingin memenangkan pertandingan Quidditch. Satu hal yang sempat membuat Regulus marah hingga tidak berbicara dengannya selama beberapa minggu.

Tentu Cedric yang membujuknya untuk memaafkan Oliver.

"Tenang saja, aku tidak akan memenangkan satu pihak hanya karena aku adalah mantan pemain tim. Mereka akan menang meski aku tidak membantu," Oliver terlihat yakin, "sedikit yang kukhawatirkan adalah Weasley. Ronald Weasley maksudku," Regulus melihat bagaimana Ron tampak sangat gugup saat itu. Tidak ingin mengakui, namun Ron memang masih belum melewati standart Oliver.

"Ia memiliki bakat, tentu. Tetapi jika ia terus gugup seperti itu, kurasa itu akan menjadi masalah untuk tim."

"Kudengar Warrington bersumpah akan menjatuhkanmu dari sapu pada hari Sabtu!" Draco seperti biasa mencoba untuk mengejek Harry juga membuyarkan konsentrasi tim Quidditch Gryffindor. Namun, Harry tampaknya masih menghindar. Mereka sama sekali tidak bertemu semenjak apa yang dilakukan oleh Draco di menara astronomi tersebut.

Harry tampak menyerengit, ia berbalik tidak ingin bahkan melihat Draco terlalu lama. Draco menyadari hal itu dan tampak berdecih, tidak lagi mengejeknya seolah itu tidak lagi menarik jika Harry tidak merespon sedikitpun.

"Apa yang terjadi malam itu?"

"Hm?"

"Harry dan si bocah Malfoy itu. Aku tahu ada sesuatu yang kau sembunyikan dariku," Regulus menatap tajam kearah Oliver yang membulatkan matanya dan tampak gugup mencoba untuk mengarang cerita, "aku melihat bekas di lehernya meski kau berusaha untuk membantu Harry menutupinya dengan syal. Si Malfoy itu yang memberikannya?"

...

"Jangan membunuhnya. Kau juga tahu sebenarnya adikmu juga menyukai bocah itu bukan?"

"Karena kenyataan itulah aku semakin tidak menyukai bocah itu. Sekarang, ceritakan apa yang terjadi malam itu."

"Akan kuceritakan kalau kau berjanji tidak akan membunuhnya," Regulus menggeram, ia tampak menghembuskan napasnya kasar sebelum mengangguk. Terpaksa. Oliver tidak yakin apa yang akan ia katakan, namun pada akhirnya ia menceritakan bagaimana ia menemukan Harry sedang dilucuti oleh Draco. Tidak lebih dari pakaiannya, namun itu sudah membuat Harry tidak nyaman saat bersama dengan Draco.

"Si brengsek itu benar-benar ingin mati," Regulus tersenyum sinis, menatap tajam kearah Draco yang bisa merasakan tatapan itu. Tangannya yang memegang tiang sekolah tampak ia remas sangat kuat hingga Oliver bersumpah melihat retakan di tiang tersebut, "jangan harap aku akan membiarkannya bersama dengan Harry."

***

Latihan DA masih tetap berjalan, hari itu Oliver dan Regulus memutuskan untuk tidak ikut karena mengurangi kecurigaan, dan karena Oliver harus mempersiapkan diri menjadi wasit. Tentu saja Regulus yang harus menjadi agen ganda antara kelompok Harry juga Umbridge harus membagi waktu untuk tidak membuat Umbridge curiga.

"Kau pasti sangat lelah," Harry tampak menoleh pada Cho yang mengikutinya saat mereka akan menyelesaikan latihan mereka hari itu. Ia memberikan minuman pada Harry dan setelah berterima kasih pada Cho, ia segera meminumnya hingga habis.

Namun saat Harry selesai meminumnya, ada sesuatu yang aneh. Semuanya terlihat berbeda, jantungnya berdetak kencang dan Cho terlihat sangat cantik. Wajahnya merah, ia tidak bisa menahan senyumannya. Cho mendekatinya, tampak memiringkan kepalanya dan itu terlihat sangat manis dimata Harry.

"Harry, kau tidak apa-apa?"

"Tidak... oh, aku tidak apa-apa maaf aku sedikit melamun," Harry menggaruk kepala belakangnya dan bahkan tidak bisa memandang Cho lama, "ehm, kurasa hari ini kita sudahi dulu pertemuannya."

"Ini bahkan hanya setengah waktu latihan kita biasanya?"

"Minggu depan akan ada pertandingan Quidditch. Kurasa Angelina juga akan setuju kalau kita mengurangi waktu untuk kita bisa beristirahat. Jika terlalu lelah Cho--maksudku kita tidak akan bertanding dengan baik."

Semua orang mengangguk, bersikap seperti biasanya. Namun, Ron dan juga Hermione yang menyadari sesuatu yang aneh terjadi pada sahabatnya tersebut.

"Baiklah... Harry, aku akan pergi. Sampai jumpa," Harry hanya tersenyum seperti orang gila, menatap kearah Cho yang berlalu hingga sosok itu tidak tampak lagi.

"Mate, kau baik-baik saja?"

"Tentu, aku hanya tidak pernah menyadari jika Cho sangat cantik," jawabnya dengan nada bergumam, dan kali ini Ron dan Hermione yakin ada sesuatu yang salah dengan Harry saat itu. 

***

"Sesuatu yang salah?"

Regulus menatap buku yang ada di rak perpustakaan, membantu Hermione yang belajar untuk ujiannya. Hermione sendiri mengangguk, sudah beberapa hari semenjak hari itu dimana Harry tampak sangat aneh dan selalu membicarakan Cho.

"Cho ini lah, Cho itu lah, aku bahkan bisa menghitung kapan ia bisa berbicara tanpa menyangkut pautkan Cho," Regulus menggumamkan mengerti, tampak tidak begitu menjadikan itu sebuah masalah, "maksudku, aku yakin Harry menyukai seseorang tetapi bukan Cho!"

"Dan bukan bocah Malfoy itu."

...

"Kak," Hermione menggeram pelan, tampak tidak begitu yakin jika kakaknya bisa menanggapi sesuatu dengan serius saat ini. Regulus hanya mendengus dan tertawa pelan, menyelesaikan rak sedikit atas dari Hermione berdiri dan menoleh pada gadis manis didepannya.

"Walau aku tidak suka mengakuinya, memang aneh jika Harry tiba-tiba membicarakan tentang Cho Chang. Tetapi, apa yang ada di pikiranmu untuk apa yang terjadi pada Harry?"

"Aku belum tahu," Hermione menghela napas dan tampak menunduk. Regulus sendiri mencoba berpikir positif jika Harry hanya tidak mencintai Draco setelah apa yang dilakukan pada pemuda itu malam itu.

"Aku akan menyelidikinya."

***

Weasley adalah raja kami.

Itu yang dilihat oleh Regulus dan Hermione saat mereka sedang melintasi anak-anak Slytherin yang tertawa-tawa. Hari ini adalah pertandingan Quidditch antara Slytherin dan Gryffindor. Pertandingan pertama dari Ron yang tentu membuatnya sangat gugup. Beberapa anak Slytherin sukses membuatnya gelisah.

"Sudah pesan tempat tidurmu di sayap rumah sakit, Weasley?" 

Draco tampak meneriaki Ron agar ia tidak berkonsentrasi. Hubungan Draco dan Harry tampaknya tidaklah berkembang. Bahkan kali ini Harry tidak sama sekali mempedulikan Draco hanya memperhatikan Cho diam-diam. Draco yang mengejek Ron tampak juga memperhatikan Harry. Hermione juga Luna mencoba untuk menyemangati Ron yang tampak seolah akan muntah beberapa saat lagi.

"Sebentar lagi pertandingan dimulai. Oliver sudah bersiap akan ke tengah lapangan. Ia akan baik-baik saja?" Regulus menepuk pundak Harry yang masih asik memandangi Cho. Ia tersentak, menoleh pada Regulus yang menutupi Draco yang masih memperhatikan Harry.

"Siapa?"

"Ronald."

"Kurasa, ia hanya gugup saja."

Regulus menoleh pada Harry yang bahkan tidak peduli pada keadaan Ron membuatnya yakin ada yang tidak beres dengan adiknya tersebut. Ia mendekat, memegang kedua bahu Harry dan menatapnya dalam-dalam.

"Harry, kau baik-baik saja?"

...

"Aku baik-baik saja."

***

Dengan atribut dari pendukung Gryffindor, Regulus berdiri bersama dengan Luna, juga Neville dan semua murid Gryffindor. Jangan menyalahkannya, walaupun ia adalah mantan Slytherin, namun ia tetap mendukung Gryffindor untuk pertandingan ini terutama tidak ada dirinya. Hiruk pikuk terdengar saat satu per satu pemain tampak sudah menerbangkan sapu mereka mengintari lapangan. 

Tim Slytherin sendiri sudah menanti mereka, dengan lencana mahkota pada seluruh pemain yang ada disana. Harry menemukan Malfoy yang sudah siap didepannya, tersenyum sinis sambil mengetuk lencana yang ada di dadanya yang bertuliskan Weasley adalah Raja Kami yang tentu menunjuk pada Ron yang sekarang masih kaku dan berwajah pucat.

"Para kapten," Oliver berdiri diantara kapten yang masih menapak di tanah, "berjabat tangan."

Angelina dan Montague--kapten Slytherin baru saling melumat tangan mereka dengan sangat kuat meski tidak ada yang menyerengit karena itu. 

"Naiki sapu kalian," Oliver memberi aba-aba sebelum akhirnya meniup peluit di mulutnya menandakan pertandingan dimulai. 

Bola-bola dilepaskan dan keempat belas pemain meluncur ke atas. Dari sudut matanyaHarry melihat Ron melintas menuju tiang-tiang gawang. Harry meluncur lebih tinggi,mengelakkan sebuah Bludger, dan mulai melakukan kitaran lebar di lapangan itu, sambilmemandang sekeliling mencari kilatan emas, Draco Malfoy sedang melakukan hal yangpersis sama. 

"Dan itu Johnson--Johnson dengan Quaffle, gadis itu benar-benar pemain yang bagus,aku sudah bilang begitu selama bertahun-tahun tapi dia masih tidak mau kencan denganku --' 

"Lee Jordan!" Oliver merasa komentator yang juga sahabat dari Fred dan George itu mengganggu pertandingan dengan komentar tidak nyambungnya.

'WEASLEY LAHIR DI TONG SAMPAH!'
'DIA SELALU MEMBIARKAN QUAFFLE MASUK ...'

Diantara komentar yang terkadang terselip komentar tidak nyambung dari Lee Jordan, nyanyian dari para pendukung Slytherin menggema membuat telinga Regulus memanas. Semua pendukung Gryffindor hanya menatap tajam mereka, tidak suka dengan cara mereka untuk mengganggu pertandingan.

'Weasley adalah Raja kami, Weasley adalah Raja kami, Dia selalu membiarkan Quafflemasuk, Weasley adalah Raja kami.'
'Weasley tak bisa menyelamatkan apapun, Dia tak bisa memblokir sebuah gawang ...' 

'-- dan Gryffindor kembali menguasai bola dan Katie Bell sedang mengitari lapangan -'teriak Lee dengan berani, walaupun nyanyian itu sekarang begitu memekakkan sehingga diahampir tidak bisa membuat dirinya terdengar menimpalinya.

'WEASLEY AKAN PASTIKAN KAMI MENANG WEASLEY ADALAH RAJA KAMI ...' 

"Harry, APA YANG SEDANG KAU LAKUKAN?' teriak Regulus dari bangku penonton entah terdengar atau tidak dari jarak mereka yang tidak dekat, 'BERGERAKLAH!' 

Harry sadar dia sudah diam di tempat di tengah udara selama lebih dari semenit,menyaksikan kelanjutan pertandingan tanpa menyisakan perhatian pada keberadaan Snitch;terkejut, dia menukik dan mulai mengitari lapangan lagi, sambil menatap sekeliling, mencobamengabaikan nyanyian bersama yang sekarang menggelegar ke seluruh stadium: 

'WEASLEY ADALAH RAJA KAMI, WEASLEY ADALAH RAJA KAMI ...'

Ketimbang menemukan snitch yang tidak ia tangkap dengan mata, telinga Harry penuh dengan suara nyanyian dari Draco yang mencoba untuk mendistraknya.

'WEASLEY LAHIR DI TONG SAMPAH ...'
'ITULAH SEBABNYA ANAK-ANAK SLYTHERIN SEMUA BERNYANYI WEASLEYADALAH RAJA KAMI.' 

Tapi akhirnya Harry sudah melihatnya, Golden Snitch kecil yang berkibaran yangsedang melayang-layang beberapa kaki dari tanah di ujung lapangan Slytherin.Dia menukik dalam beberapa detik, Malfoy sudah melintas di langit di sebelah kiri Harry, sesosokhijau dan perak yang kabur membungkuk rendah di sapunya. Snitch itu menyerempet kaki salah satu tiang gawang dan bergegas menuju sisi tribunyang lain; pergantian arahnya sesuai dengan Malfoy, yang lebih dekat. 

Harry menarikFireboltnya berputar, dia dan Malfoy sekarang dekat sekali ... Beberapa kaki dari tanah, Harry mengangkat tangan kanannya dari sapunya,menjulurkannya pada Snitch itu, di sebelah kanannya, lengan Malfoy juga terulur, meraih,mencari-cari.Semuanya selesai dalam dua detik yang menyesakkan napas, nekat, dan tersapu angin- jari-jari Harry menutup di sekeliling bola kecil yang memberontak itu, kuku-kukuMalfoy mencakari punggung tangan Harry tanpa harapan -- Harry menarik sapunya ke atas,sambil memegang bola yang memberontak di tangannya dan para penonton Gryffindormeneriakkan persetujuan mereka.

Mereka selamat, tidak peduli bahwa Ron sudah membiarkan gol-gol itu masuk, takseorangpun akan ingat selama Gryffindor sudah menang--

WHAM. 

Sebuah Bludger menghantam Harry tepat di punggungnya dan dia jatuh ke depan darisapunya. Untung saja dia hanya lima atau enam kaki di atas tanah, setelah menukik demikianrendah untuk menangkap Snitch, tapi dia kehabisan napas juga ketika dia mendarat telentangdi atas lapangan yang membeku. 

Dia mendengar peluit nyaring yang dibunyikan Oliver, kegemparandi tribun yang terdiri dari teriakan-teriakan jengkel, jeritan-jeritan dan cemoohan marah,sebuah bunyi debam, lalu suara Angelina yang kalut. 

"HARRY!" ia melihat Oliver dan juga Regulus yang berlari menghampirinya dengan cepat, "kau baik-baik saja?" 

"Tentu saja," kata Harry dengan muram, sambil meraih tangannya dan membiarkannyamenarik dia bangkit. Oliver segera meluncur ke arah salah satu pemain Slytherin diatasnya, walaupun dia tidak bisa melihat siapa dari sudut ini. 

"Berandal Crabbe itu," kata Angelina dengan marah, "dia memukul Bludger kepadamusaat dia melihat kau mendapatkan Snitch. Tapi kita menang, Harry, kita menang!" 

Harry mendengar dengusan dari belakangnya dan berpaling, masih memegang Snitchkuat-kuat di tangannya, Draco Malfoy telah mendarat di dekatnya. Pucat karena marah, diamasih bisa mengejek. 

"Menyelamatkan batang leher Weasley, bukan?" dia berkata kepada Harry. "Aku belumpernah melihat Keeper yang lebih buruk. Tapi dia lahir di tong sampah. Kau suka lirikku,Potter?"

Harry tidak menjawab, ia memperhatikan sisa pemain Gryffindor yang turun dan menyuarakan kemenangan mereka. Semua menghampiri Harry selain Ron yang berjalan menjauh dan menuju ke ruang ganti sendirian. Hermione tampak melihat itu juga, berbisik pada Regulus yang mengangguk sebelum ia berbalik dan menyusul Ron.

"Kami mau menulis beberapa syair lagi!" Malfoy berseru, selagi Katie dan Aliciamemeluk Harry, "Tapi kami tidak bisa menemukan kata-kata yang berima dengan gemuk danjelek. Kami mau bernyanyi tentang ibumu, tahu--" 

"Bicara tentang anggur masam," Regulus mencoba untuk mengalihkan pembicaraan tahu ini tidak akan berakhir baik jika diteruskan.

"-- kami juga tidak bisa mencocokkan pecundang tak berguna untuk ayahnya, kaliantahu--"

Fred dan George yang awalnya tidak sadar apa yang dibicarakan oleh Draco tampak kaku saat mendekat, mendengar, dan mengerti apa yang mereka bicarakan. 

"Biarkan!" Angelina memegang lengan Fred menahannya, "biarkan dia berteriak. Dia cuma jengkel karena dia kalah, si kecil yang sok--"

"-- tapi kau suka keluarga Weasley, bukan, Potter?" kata Malfoy sambil mengejek, "Menghabiskan liburan di sana dan segalanya, bukan? Tidak ngerti bagaimana kau bisa tahan bau busuknya, tapi kukira kalau kau dibesarkan oleh para Muggle, bahkan gubuk Weasleyberbau OK --"

Regulus menarik Harry dan George. Sementara itu, butuh usaha gabungan Angelina, Alicia dan Katieuntuk menghentikan Fred melompat pada Malfoy, yang sedang tertawa terang-terangan.Regulus memandang berkeliling mencari Oliver meminta bantuan, tetapi dia masih memaki Crabbekarena serangan Sludger ilegalnya. 

"Atau mungkin," kata Malfoy, mengerling sementara dia mundur, "kau bisa ingat sepertiapa rumah ibumu berbau busuk, Potter, dan kandang babi Weasley mengingatkanmupadanya --" 

"HARRY!" Harry tidak sadar menghempaskan tangan Regulus, yang dia tahu hanyalah bahwa sedetik kemudianmereka berdua dengan George sedang berlari cepat menuju Malfoy. Dia sudah sepenuhnya lupa bahwasemua guru sedang menonton, yang ingin dia lakukan hanyalah menyebabkan sebanyakmungkin rasa sakit pada Malfoy. 

Tidak ada waktu untuk menarik keluar tongkatnya, dia hanyamengeluarkan kepalan tangan yang sedang menggenggam Sntich dan membenamkannyasekeras yang dia bisa ke perut Malfoy.

"Harry! HARRY! GEORGE! JANGAN!"Dia bisa mendengar suara-suara anak-anak perempuan berteriak, Malfoy menjerit,George menyumpah, sebuah peluit ditiup dan pekik kerumunan di sekitarnya, tapi dia tidakpeduli. 

"Impedimenta!" dan dia terjatuh kebelakang akibat tenaga mantera itu, barulah dia menghentikan usaha meninju setiap inciMalfoy yang bisa dijangkaunya. Ia menoleh pada Regulus dan Oliver yang baru berlari mendekat.

"Aku tidak percaya ini! Kalian kira apa yang sedang kalian lakukan?!" nada tinggi Oliver terdengar menggema saat itu. Ia tidak percaya Gryffindor harusnya menang dan semua akan selesai. Regulus yang mengenai Harry dengan Mantera Perintang. Oliver membiarkan sapunyatergeletak begitu saja beberapa kaki jauhnya. Malfoy bergelung di atas tanah, merengek danmerintih, hidungnya berdarah. George berbibir bengkak; Fred masih ditahan paksa olehketiga Chaser, dan Crabbe sedang berkotek di latar belakang. 

"Aku belum pernah melihatkelakuan seperti itu dan aku tidak percaya harus mengatakan ini," Oliver memijat dahinya pening, tidak bisa mengatakan apapun saat ini, "kembali ke kastil, kalian berdua, dan langsung ke kantor Kepala Asrama kalian! Pergi! Sekarang!"

***

"Aku belum pernah melihat pertunjukan yang memalukan begini. Dualawan satu! Jelaskan!" 

"Malfoy memancing kami," kata Harry kaku. Ia dan George berada di ruangan Professor Mcgonagall, dan mendapati perempuan itu tampak sangat marah pada mereka. 

"Memancing kalian?' teriak Profesor McGonagall sambil menghantamkan tinjunya kemeja tulisnya sehingga kaleng kotak-kotaknya tergelincir dari samping meja dan terbuka, mengotorilantai dengan Kadal Jahe, "dia baru saja kalah, bukan? Tentu saja dia mau memancing kalian!Tapi apa yang bisa dikatakannya yang membenarkan apa yang kalian berdua--" 

"Dia menghina orang tua saya," geram George, "dan ibu Harry." 

"Tapi bukannya membiarkan Madam Hooch menyelesaikan, kalian berdua memutuskanmemberi pertunjukan duel Muggle, bukan?" mendengar alasan itu, Mcgonagall sedikit melembut saat berbicara, "Apakah kalian punyagambaran apa yang telah kalian--" 

"Hem, hem."

Keempatnya menoleh, menemukan Umbridge dengan Regulus yang tampak berjalan di belakangnya. Ia tersenyum santai seperti biasa, menatap kearah Harry, Fred, juga George yang masih memandanginya dengan tatapan bingung sedikit tidak suka.

Sementara Regulus tampak hanya menghela napas, menggeleng seolah ada sesuatu yang  buruk dan tidak bisa ia bantu sama sekali.

"Kalau tidak keberatan bisa aku membantu anda?"

***

"Dilarang bertanding."

Angelina tampak akan meledak kala itu, ketika mereka sedang berada di ruang kebutuhan untuk berlatih. Regulus sudah berusaha untuk mencari cara agar Umbridge tidak memberikan hukuman tidak masuk akal itu, namun peraturan kementrian sihir membungkamnya.

"Tak ada Seeker dan juga Beater, apa yang harus kita lakukan?" 

"Bagaimana dengan kasus Bludger itu?" Oliver menoleh pada Regulus yang kembali menghela napas.

"Ia hanya dihukum menulis oleh Umbridge. Aku bahkan tidak mengerti bagaimana kementrian sihir membiarkan bahkan melarang Fred yang tidak melakukan apapun," Regulus menggeram, ingat dengan perkataan nada angkuh dari Umbridge padanya.

"Tetapi dari latihan yang kalian lakukan, aku punya beberapa kandidat pengganti yang tidak akan buruk untuk dicoba," Oliver tampak melihat list para pemain yang tersisa di tim Quidditch Gryffindor. Ia menunjuk beberapa orang yang bisa menggantikan posisi dari Fred dan George sebagai Beater.

"Ya, aku melihat ada kemampuannya yang cukup bagus saat berlatih," sebagai seorang Beater tentu saja Regulus juga memberikan saran dari apa yang ia amati beberapa hari latihan Gryffindor, "juga dia."

"Lalu bagaimana dengan Seeker?"

Regulus menoleh pada Oliver yang juga menoleh padanya, seolah mereka memiliki pemikiran yang sama dan itu adalah pilihan yang paling tepat. Regulus tersenyum disusul Oliver yang lebih lebar tersenyum, mereka menoleh bersamaan pada gadis berambut ginger yang tampak masih berlatih bersama dengan yang lain.

"Ginny Weasley."

Ginny mendengar namanya disebut, menoleh pada Regulus dan Oliver yang segera menghampirinya bersama dengan Angelina juga Harry, George, dan Ron. Angelina setuju menggunakan Ginny sebagai Seeker namun setelah gadis itu ikut berlatih selama beberapa kali.

"Sudah jam segini," Regulus melihat jam yang ada di ruangan itu, "aku harus membantuk Professor Snape..."

"Oh, jangan terlalu malam Reggie. Aku akan membiarkan pintu tidak terkunci, kau bisa masuk kapanpun. Bangunkan saja kalau ingin tidur denganku," Regulus mengangguk mengambil buku yang ia bawa ke ruangan kebutuhan dan berbalik seolah pembicaraan yang ia lakukan dengan Oliver tidak menimbulkan kesalahpahaman.

Saat Regulus pergi baru semua orang yang baru mencerna kata-kata Oliver dan Regulus yang menatapnya dengan tatapan kaget.

"Apa?"

"Kau tidur bersama Regulus?" 

"Kau benar-benar gerak cepat ya Oliver," George dan Fred menjawab bergantian seperti biasa. Butuh waktu beberapa lama untuk Oliver mencerna juga, sebelum ia menoleh pada semua orang yang sepertinya juga memikirkan hal yang sama dengan George dan Fred.

"Tunggu--ini bukan seperti yang kalian pikirkan! Harry, kau seperti ingin merapalkan crucio padaku," Oliver semakin panik saat melihat Harry sudah siap dengan tongkatnya dan akan memantrainya.

***

"Kau tidak apa-apa?"

Cho menggelengkan kepala dan menyeka matanya dengan ujung lengan bajunya. Harry dan Cho tampak yang terakhir kali keluar dari ruangan kebutuhan dan sedang berbincang berdua.

"Aku, maaf ," katanya dengan serak, "kurasa... hanya saja... mempelajari hal-hal ini... cuma membuatku bertanya-tanya apakah kalau dia tahu semua ini ... dia pasti masih hidup."

Harry tahu apa yang disebut oleh Cho adalah Cedric. Ia hanya diam mendengarkan, memberikan sapu tangan yang ada di sakunya pada Cho untuk menyeka air matanya.

"Regulus mengatakan jika Cedric adalah penyihir yang hebat. Tujuh tahun bersahabat dengan Cedric, tentu saja perkataannya bisa dipercaya bukan," Harry berbicara dengan hati-hati pada Cho yang mengangguk, "ia juga tidak akan pernah sampai ke tengah labirin itu jika ia bukan seorang penyihir terbaik. Tapi kalau Voldemort benar-banar ingin membunuhmu, kau tidak akan punya peluang."

"Aku tahu pasti mengerikan bagimu," kata Cho sambil menyeka matanya dengan ujung lengan bajunya lagi, "aku menyebut-nyebut Cedric, padahal kau menyaksikannya mati ... kurasa kau ingin melupakannya saja?"

Harry tidak mengatakan apa-apa; ini sangat benar, tetapi dia merasa tak berperasaan kalau mengatakannya.

"Kau seorang guru yang benar-benar baik, kau tahu," kata Cho, dengan senyum basah. "aku belum pernah bisa Membekukan apapun sebelumnya."

"Trims."

Ada rasa canggung. Mereka saling berpandangan untuk waktu yang lama. Harry merasakan desakan membara untuk lari dari ruangan itu dan, pada saat yang sama, sama sekali tidak mampu menggerakkan kakinya. Ia bahkan lupa jika saat itu mereka sudah berhenti berjalan. Padahal, bisa saja mereka yang sedang berada di tengah koridor tertangkap basah oleh Flitch atau yang lainnya.

"Mistletoe," kata Cho pelan, sambil menunjuk ke langit-langit di atas kepala Harry. Satu dari sedikit hiasan natal yang ada di Hogwarts.

"Yeah," kata Harry. Mulutnya sangat kering, "walaupun mungkin penuh dengan Nargle."

"Apa itu Nargle?"

"Tak punya ide," kata Harry, tidak sadar Cho sudah bergerak mendekat. Otaknya terasa seperti sudah di-Bekukan, "kau harus bertanya pada Luna."

Cho mengeluarkan suara aneh antara isak dan tawa. Dia bahkan semakin dekat lagi sekarang. Harry bisa saja menghitung bintik hitam di hidungnya. Di dalam hatinya ada sebuah desakan untuk mundur, seolah seseorang menahannya untuk melakukan apapun yang diinginkan otaknya saat ini.

"Aku benar-benar suka kamu, Harry," Dia tidak bisa berpikir. Sebuah perasaan geli menjalar di tubuhnya, melumpuhkan lengan, kaki dan otaknya.

"Bagaimana dengan Cedric..."

"Kau tahu, meskipun aku menyukainya sebesar apapun... ia tidak pernah menyukaiku lebih daripada ia menyukai kakakmu," Cho tersenyum sendu, Harry mengerutkan dahinya dan Cho tampak tertawa karena itu, "aku tidak bodoh untuk tidak tahu jika Cedric menyukai Regulus dari cara mereka berpandangan."

...

"Tetapi denganmu Harry," Cho berjalan mendekat kembali hingga Harry bisa menghitung setiap inci bulu mata gadis itu, "kau... juga menyukaiku saat ini bukan?"

Otaknya memerintahkannya untuk mengatakan ya. Tetapi ada sesuatu yang masih menahannya. Sekelibat, bayangan rambut platina itu terbesit dalam pikirannya. Suara Cho seolah tertimpa oleh suara seseorang yang dengat nada khasnya memanggil namanya dengan lembut.

Namun, sepertinya pikirannya menang. Saat bibir Cho menyentuh bibirnya, saat itu pemikirannya kembali pada gadis didepannya. Gadis cantik yang memabukkannya selama beberapa hari ini, yang mengalihkan semua dunianya.

Ia rasa, ia juga menyukai Cho. Sepertinya.

Mereka berciuman dibawah Mistletoe itu, mengira jika tidak ada orang yang memperhatikan mereka pada malam itu. Namun yang mereka tidak tahu, sepasang mata kelam dengan rambut platina tampak berdiri mematung melihat mereka berdua.

Draco Malfoy hanya bisa diam, memandang ciuman antara Harry dan Cho didepannya sebelum ia mengepalkan tangannya dengan erat dan berbalik meninggalkan keduanya.

***

"Kurasa aku terlalu malam," Regulus berjanji akan menemui Snape untuk berlatih kemampuan Legilimancenya. Ia baru saja tiba pukul 11 malam, saat Regulus yang tampak memasuki ruangan ramuan menemukan Snape tertidur disana, "baru kali ini kulihat Professor Snape tertidur."

Desakan kuat, cuaca dingin diluar membuatnya bergerak dan mengambil sebuah jubah musim dingin, menyelimuti tubuh Snape yang berbaring diatas sofa ruangan tersebut. Regulus tidak memiliki keinginan untuk membangunkannya, karena Snape terlihat sangat lelah. Namun, sang pengajar juga tampak sangat gelisah, bermimpi buruk hingga tubuhnya beberapa kali menegang dan bergerak tidak nyaman.

'Aku tidak pernah berhasil memasuki pikirannya sepenuhnya,' Regulus tampak menaruh tangannya di dagu. Ia menatap kearah Snape, tampak memikirkan sesuatu yang mungkin bisa disebut sebagai tindakan usil. Ia mengeluarkan tongkat miliknya dan mengarahkannya pada Snape kala itu.

"Legilimence," ia berbisik, tampak menggunakan mantra itu dengan perlahan pada Snape. Tidak akan pernah berpikir jika ia akan sangat mudah untuk memasukinya dalam kondisi Snape yang tertidur.

Dan ia tidak akan pernah siap dengan apa yang ia lihat saat itu.

***

"Keluar dari pikiranku!"

Snape yang beberapa saat kemudian menyadari jika Regulus memasuki pikirannya, tampak memaksa pemuda itu untuk keluar. Tentu cukup mudah, karena ia lebih berpengalaman untuk melakukan itu ketimbang Regulus. 

Pemuda itu sendiri terlihat seolah terpental dan terdorong mundur hingga terduduk seolah tidak memiliki tenaga. Napasnya memburu, matanya membulat tidak fokus pada satu titik di ruangan itu. Regulus tampak seperti orang kacau yang baru saja melihat sesuatu yang mengerikan.

Matanya yang sempat mengedar tampak ia fokuskan pada Snape didepannya yang berdiri.

"Apakah benar yang kulihat?" Regulus berbicara dengan nada berbisik, menatap kearah Snape yang tidak menjawab pertanyaan menggantung yang diberikan Regulus.

.
.

"Apakah benar aku adalah anakmu?"

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro