[32] Intervensi

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Kabar mengejutkan datang dari Jackie Jackalope. Jackie, dalam kanal WitcHub, memutuskan untuk mengundurkan diri sebagai talenta Kriptoverz mulai bulan depan. Ia juga menjelaskan alasannya pada livestreaming malam tadi.

"Aku udah nggak sanggup. Tolong, jangan suruh aku pakai Nekopi lagi. Aku nggak mau makhluk itu menggerayangi kulitku. Silakan ambil alih channel dan persona virtualku, tapi please, jangan ganggu hidupku lagi."

Pada stream yang sama, Jackie pun menyebut bahwa orang di balik Almira telah tewas dibunuh AI Nekopi miliknya sendiri.

"Mereka juga udah ngebunuh Pipi—staf kami. Mungkin selanjutnya aku."

Sirene ambulans bersahut-sahutan di bagian luar kubah anti-plasma. Para petugas berseragam hazmat bahu-membahu membawa aparat yang terinfeksi mutan dan mengalami pikselisasi. Jasad dan potongan tubuh dibiarkan terurai di Blok MB. Situasi di dalam kubah masih terlalu berbahaya untuk manusia biasa.

Leon memandang hampa, menyaksikan robot membantai mutan, mutan melahap robot, dan robot melawan sesama robot. Namun, pikirannya tak di sana. Ia butuh kepastian mengenai sosok penyamar berseragam polisi tadi. Ia ingin menemuinya lagi.

Markum Saxon, tak salah lagi.

Di kejauhan, sebuah hoverbike terbang dan melaju di luar batas yang diatur undang-undang. Leon memakai kamera D-deck dan memperbesar gambar, lalu memotret sebelum objek lenyap ditelan pencakar langit berikutnya.

Sopirnya memakai seragam polisi yang sudah compang-camping di bagian lengan, sedangkan pria di belakangnya bertelanjang dada.

Leon segera memanggil hoverbike dinasnya, lalu melesat mengikuti arah kedua pria. Begitu mendekati pelabuhan, ia kehilangan jejak.

Ia berhenti sejenak, mengerahkan tracerbot untuk memindai lingkungan sekitar. Tak lama kemudian, ia mendeteksi hoverbike yang mereka kendarai di dalam peti kemas bekas.

Sesampainya di sana, si hoverbike berkata, "Mau ngapain, Om?"

Leon tersentak. "Kau bisa bicara tanpa diminta?"

"Jelas dong. Kayzer dilengkapi chatbot generasi terbaru!"

Leon melirik bodinya. Terdapat label grafiti bertuliskan Kayzer.

"Di mana orang-orang yang tadi menunggangimu?"

"Ada urusan apa sama mereka? Om, penguntit ya?"

"Aku polisi. Jawab atau kusita kau ke kantorku."

"Duh, Om. Jangan Om. Aku cuma ngikut perintah om-om yang lain buat nunggu di sini."

"Siapa namanya?"

"Delta Blues."

"Itu bukan nama aslinya, kan? Siapa dia dan orang yang bersamanya? Apa tujuan kalian? Apa kalian satu komplotan dengan Rosco?"

"O-Om, aku memang cerdas. Tapi aku nggak bisa diberondong banyak pertanyaan sekaligus."

Leon menghela napas.

Dia hanya berputar-putar. Mungkin kalau kutunggu di sini, cepat atau lambat mereka pasti kembali atau memanggil hoverbike ini ke tempat mereka.

"Umm, Om? Kenapa tiba-tiba duduk di sini? A-Aku nggak bakal diapa-apain kan, Om?"

"Berisik. Mau kupecahkan banmu?"

"A-Ampun, Om."

Beberapa saat berlalu, terdengar letupan mirip kembang api di kejauhan. Leon beranjak dari peti kemas. Angin berembus kencang disertai gerimis. Petir menyambar bersama rentetan suara petasan di atas karang, di tepi pantai, dan di tengah lautan.

Siapa yang menyulut kembang api selarut ini? Tak ada perayaan apa-apa hari ini.

Leon naik ke tempat yang lebih tinggi. Kilat menyambar atap sebuah gedung yang gelap total di atas karang. Beberapa menit kemudian, muncul ledakan cukup besar sehingga menyalakan seisi gedung dan membakar sisanya. Insting dan rasa penasaran menuntun Leon ke sana, melupakan rencana untuk menunggu pengemudi Kayzer.

Ia mendarat di halaman properti yang hangus terbakar. Hujan bertambah deras, memadamkan sisa-sisa api di sekitar pekarangan. Ini bukan hujan palsu seperti di Blok MB, meskipun ia juga tak yakin semua yang ia alami akhir-akhir ini bukan sekadar khayalan.

Leon menyebar tracerbot untuk menyelidiki puing-puing bangunan. Ia mengambil robot analis forensik dari jok motor, lalu mengidentifikasi satu per satu DNA jasad yang tak berbentuk. Di dekat pagar halaman, ia menemukan potongan lengan dan kaki Mr. Max. Kepalanya terbelah, separuh mukanya dilahap piksel-piksel.

Para tracerbot mendeteksi DNA Markum Saxon yang tersebar hampir di seluruh permukaan reruntuhan. Terdapat kawah ledakan yang cukup untuk menjadi kubangan empat gajah Afrika. Leon mendekat, lalu menuruni kawah. Ada benda bulat sebesar bola mata dengan ruas-ruas tentakel (kabel?) di sekitarnya.

Ia tak pernah melihatnya langsung, tapi berdasarkan gambar dan keterangan Nora, itu adalah Araknoid modifikasi terbaru. Perangkat yang bertanggung jawab dalam serangkaian serangan mutan dan produksi obat-obatan terlarang.

Perangkat itu hangus tak berfungsi. Ditemani sisa-sisa syal pita suara palsu, jaringan otot, dan serpihan tulang. Bercak darah membekas seperti tinta yang tumpah di sekitar kawah, menguatkan asumsi bahwa seseorang atau sesosok mutan telah tewas meledakkan diri, tepat di sini.

Apa kau benar-benar sudah mati, Markum Saxon? batin Leon.

Robot forensik menemukan sampel jaringan otak dan otot jantung. Mutan sekuat apa pun takkan bertahan hidup kalau otak dan jantungnya rusak, kecuali kalau itu hanya tiruan. Atau dia punya diri virtual yang bisa diunggah sewaktu-waktu ke tubuh lain, seperti yang digembar-gemborkan pendukung Proyek Eterna? Leon hanya bisa menerka-nerka.

Padahal, aku belum sempat mengucapkan terima kasih.

Ia mengambil perangkat Araknoid dan penanda identitas Markum yang masih tersisa. Kakinya lanjut melangkah, menghampiri tracerbot lain yang berebut memberi notifikasi.

Leon tiba di reruntuhan ruangan yang penuh dengan tubuh boneka dan robot humanoid gadis cantik; atau pernah cantik. Sisa-sisa kecantikan mereka tergambar dalam lelehan kulit artifisial, pecahan wajah, dan tubuh-tubuh seksi tanpa kepala.

Industri sexbot adalah salah satu komoditas andalan Robodoki. Leon juga pernah mendengar bahwa Mr. Max penggemar berat beberapa VStreamers dan mengoleksi tiruan mereka; termasuk talentanya sendiri. Bahkan ada rumor bahwa konglomerat itu memberikan operasi gratis pada seleb-seleb penderita sindrom piksel dengan syarat mereka mau melayani nafsu bejatnya.

"To-long—"

Sesuatu mencengkeram kaki Leon. Refleks ia menodongkan pistol ke bawah. Tampak sesosok android tengkurap dengan wajah setengah terbakar, memperlihatkan tengkorak kromium dan mata palsu yang nyaris terputus dari kabelnya. Badannya juga terpotong dari pinggang ke bawah.

"To-long ... sa-kit ...."

Leon tertegun. Apa dia robot, manusia, atau perpaduan keduanya? Kalau memang robot, apa mereka bisa merasakan sakit?

Banyak informasi baru yang berserakan di setiap sudut gedung. Ia tak mungkin membawanya ke markas tanpa bantuan.

Perlahan ia meloloskan diri dari cengkeraman gadis android, takut makin menyakitinya. Lalu ia menghubungi personel lain yang masih di sekitar Blok MB.

"Pras, atau siapa pun yang bersiaga, segera ke tempatku. Sudah kukirim lokasinya."

Leon dikejutkan oleh tembakan plasma. Makhluk humanoid di dekat kakinya tewas seketika.

Beberapa cyborg setinggi dua meter baru turun dari helikopter bermotif naga wivern; simbol Angkatan Udara. Ada tiga orang pria yang mendekati Leon, sedangkan yang lain menyebar ke segala petak properti. Semua mengenakan zirah antiplasma dengan baret biru berlambang naga yang tengah memikul neraca.

Polisi Militer, batin Leon. "Kenapa kalian di sini?"

"Harusnya kami yang tanya," hardik pria di tengah. "Kenapa perwira rendahan sepertimu berkeliaran di sini? Mana surat tugasmu?"

"Saya ditugaskan untuk mengamankan kerusuhan di Blok MB. Kejadian di sini masih berkaitan dengan—"

"Blok MB katamu? Apa kau belum dengar pengumuman?"

"Pengumuman?"

"Semua yang berhubungan dengan insiden mutan jenis baru telah dialihkan ke kami. Mandat langsung dari Kaisar," tegas polisi militer lain. "Sekarang enyahlah. Baginda sudah cukup malu melihat kinerja kalian. Menyedihkan."

Leon diusir paksa ke luar kompleks properti. Ia pasrah bercampur bingung, tetapi tetap menyimpan bukti-bukti yang bisa dibawa seorang diri.

***

Satu minggu berlalu sejak bentrok melawan Robodoki. Jon masih tertahan di bangsal prioritas tertinggi rumah sakit ISMAYA Corp.

Kesadarannya pulih sejak tiga hari yang lalu. Namun, ia belum terbiasa bergerak dengan tulang prostetik yang dipasang untuk menggantikan lengan kiri dan kaki kanan.

Senyawa penyusun tubuhnya juga bermutasi. Seperti Markum dan AI-Mira, ia tak lagi bisa mencerna protein dan glukosa alami. Beberapa makanan favoritnya bahkan menjadi racun yang hanya akan memperburuk kondisi saat ini.

Ia harus mencampur makanannya dengan Mirat murni untuk membalikkan isomer, sehingga makanannya aman dikonsumsi. Namun, rasanya jadi aneh di lidah sehingga ia berkali-kali muntah. Mau tak mau, dokter memberikan suntikan Mirat terkontrol sebelum ia menyantap hidangan, serta menambahkan suplemen dalam tabung infus sebagai gizi tambahan.

Aku harus cepat beradaptasi, batinnya. Aku tak mau terkungkung selamanya di sini.

Jon terperanjat. Seseorang tiba-tiba membuka pintu.

"Oh?" ucap gadis yang baru datang. "Masih hidup rupanya."

"Berengsek. Kau mau membunuhku?"

Sara tersenyum. "Nah, terlalu murah."

Ia menyeret kursi dan duduk di samping ranjang.

Jon menerka-nerka maksud kedatangan Sara. Tak mungkin gadis itu menjenguk hanya karena kasihan.

"Nagih utang lagi? Ambil saja bonus misiku. Itu cukup untuk melunasi semuanya," ujar Jon.

"Hei, kaukira isi otakku cuma soal uang?"

"Kau sendiri yang bilang. Kau kerja cuma demi uang."

Sara menghela napas, seakan enggan memperpanjang. "Soal utang adikmu, lupakan. Tak ada untungnya jadi debt collector untuk orang mati."

"Huh? Maksudmu—"

"Yep, Mr. Max adalah bosku. Mantan bosku," tegasnya. "Ah, tak penting."

Masuk akal, pikir Jon. Selain mengelola prostitusi dan melindungi gembong narkoba, Mr. Max juga mengatur peredaran Mirat ilegal.

"Kau bohong padaku. Dulu katanya kau tak tahu siapa bosmu."

"Kan itu dulu," sanggah Sara. "Sekarang aku tahu."

Jon tetap skeptis. Meski Markum sudah tak ada di sisinya, ia masih mengingat perkataannya untuk tidak mudah percaya pada Sara dan Rosco. Terutama Sara.

"Jadi, apa Mr. Max juga Ningen?" tanya Jon.

"Entahlah. Semua yang berkaitan dengan Robodoki telah diambil alih militer kekaisaran. Risikonya terlalu tinggi untuk ikut campur, dan imbalannya tak sepadan."

Setelah semua yang terjadi, Jon pun turut menimbang-nimbang apakah keputusan Mr. G menyerang Blok MB adalah langkah yang tepat. Saat bos ISMAYA Corp bilang akan melumpuhkan sistem keamanan Robodoki, Jon tak pernah berpikir itu berarti perang antara robot pemusnah massal melawan senjata biologis berbentuk mutan.

Opini warganet rata-rata mendukung pihak Ismaya. Serangan ke properti Mr. Max mewakili amarah rakyat, termasuk kurir dan pekerja di industri hiburan. Mereka sering diperlakukan semena-mena oleh pihak Robodoki dan kroni-kroninya, sementara aparat penegak hukum justru memihak megakorporat.

Jika satu-satunya jalan untuk menghukum Robodoki adalah serangan brutal dari megakorporat lain, warganet pun dengan sukarela meramaikan tagar #ROBBERDOKI sebagai bentuk dukungan ke semua penyerang.

Paling tidak, itu yang Jon amati di media sosial akhir-akhir ini.

ISMAYA Corp tetap dilanda berbagai masalah sebagai buntut penyerangan. Gugatan demi gugatan datang. Saham anjlok. Banyak pihak mulai mempertanyakan kestabilan emosi Mr. G sebagai CEO salah satu perusahaan teknologi terbesar di Malaraya. Belum lagi, kabar kematian pemeran Almira semakin trending disertai kelulusan mendadak dari Jackie Jackalope; membuat publik makin ragu dengan keamanan ISMAYA.

"Menurutmu, kenapa Mr. G nekat mempertaruhkan posisinya, hanya demi menghancurkan seseorang?"

"It's not that deep," balas Sara. "Dia cuma orang tua yang mengamuk karena putrinya mati. Tugas kita cuma menuntaskan misi dan mengambil uangnya."

"Rasanya salah memanfaatkan orang yang berkabung untuk—"

"Tolol. Dia memberi misi yang bisa membunuh kita. Malah harusnya kita yang dapat lebih banyak privilese," potongnya. "Jangan bersimpati pada orang yang tak peduli pada nyawa kita. Dasar tolol."

"Ya, ya. Tak perlu menyebutku tolol dua kali."

Jon sadar. Bahkan setelah mendapat kekuatan baru, sisi sentimentalnya masih melekat. Namun, ia pun takut seandainya sifat itu hilang. Apa dia bakal jadi robot tanpa emosi? Apa dia akan jadi mutan yang cuma bisa melukai?

"Berapa lama kau kerja di sektor ini?" tanya Jon pada Sara.

"Lebih lama darimu."

"You don't say." Jon mengembuskan napas. "Aku cuma penasaran kenapa orang bisa membunuh manusia lain begitu gampang. Apa benar makin sering membunuh, kita bakal makin terbiasa hingga tak merasakan apa-apa?"

"Membunuh manusia tak pernah gampang, kecuali kalau kau psikopat atau sejenisnya," sahut Sara. "Triknya adalah bagaimana kita memandang target sebagai bukan manusia. Kau tak merasa bersalah saat membunuh nyamuk, robot, atau mutan, kan?"

Jon mengangguk.

"Memang praktiknya lebih susah daripada kata-kata. Sekarang orang bisa terlena dengan robot yang bertingkah mirip manusia, dan menjadi kasihan karenanya. Lebih gampang kalau targetnya manusia tapi sifatnya lebih rendah daripada binatang."

Kata-kata Sara mengingatkan Jon pada entitas di apartemen. Begitu sadar, AI-Mira adalah sosok pertama yang ia hubungi. Ia sempat khawatir AI-Mira telah ditangkap, baik oleh pihak ISMAYA maupun Distopedia. Ia lega gadis itu tak kenapa-kenapa.

Keberadaan AI-Mira memberi Jon motivasi untuk segera pulang. Ia tak bisa menjelaskan kenapa, tapi ini berbeda dengan ketika adiknya masih tinggal di apartemen. Ada yang khas setiap ia pulang dari misi. Ada yang membekas di sepanjang ucapan dan perilaku Mira; membuat Jon menyesal telah menerima pekerjaan memuakkan ini.

Seandainya aku menolak undangan Mr. G, pasti aku bisa bergaul dengan gadis itu lebih lama. Posisiku juga bakal diisi orang yang lebih kompeten, sehingga Pristina dan Markum takkan mati sia-sia.

"Jadi, kapan kau mengembalikannya?" tanya Sara.

Jon tersentak. "Maksudmu?"

"Tak usah pura-pura. Kau tahu soal prosesor Almira, kan?" balas Sara. "Implan matamu mirip dengan mata Mr. G. Setelah kutelusuri, mata Pak Tua itu juga turunan atau replikasi dari sistem Almira. Atau kau mendapatkannya dari Mr. G? Perlu kukonfirmasi sekarang?"

"K-Kebetulan saja modelnya sama."

"Kalau begitu, bisa antar aku ke pemasang implanmu?"

Jon berhenti membalas.

Sara tersenyum yakin, seolah tahu isi hati pria di depannya.

"Bagaimanapun, kau cukup membantu memperlemah Mr. Max sehingga aku bisa menghabisinya. Aku takkan bilang ke Mr. G selama benda itu kembali."

Jon tertunduk.

"Prosesor Almira adalah masterpiece ISMAYA Corp, bahkan Mr. G rela kehilangan segalanya demi merebut benda itu," tutur Sara. "Dia makin hancur sejak Rinai tewas dan perangkatnya hilang. Kalau memang kasihan, kau tahu yang mesti dilakukan."

***

[A/N] Hellow! Akhirnya kita melewati arc perburuan mutan yang panjang. Kita masuk ke Final Act! Sampai jumpa di bab-bab berikutnya!



Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro