[8] Hive Five

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Next, dari KriptoKnight III: [Streamer pansos. Maksudmu apa sok kenal sama Almira dan Maya, hah? Tahu diri, bangsat. Mereka bukan milik siapa-siapa apalagi lo yang cuma streamer kecil. Mau mereka graduate kayak kasus Inara lagi?]

Wah, sesepuh dunia per-streaming-an datang. Ampun puh, ampun. Hei chat, jangan kurang ajar sama sepuh. Ayo sungkem!

Sering-sering datang ya, Puh. Kalau perlu donasinya dilebihin lagi.


"Sudah kubilang, jangan panggil aku Almira lagi. Itu bukan nama panggung, bukan pula nama asliku," balas sosok di balik kursi gaming. "Almira Truvelu adalah identitas barumu. Biasakanlah."

"Tapi aku cuma tiruanmu. Kupikir suatu saat orang-orang bakal tahu kalau aku palsu."

"Kamu pikir? Ah, jadi kesadaran dirimu mulai berkembang. Luar biasa. Apa kamu memikirkannya sendiri, atau meniru orang lain?"

"Aku tidak tahu. Apa aku salah?"

"Justru sebaliknya. Aku tak ingat pernah mengajarimu soal itu. Apa rasa takut itu timbul secara natural dari insting bertahan hidup?" tanyanya pada diri sendiri.

"Aku merasa lebih baik kamu jadi Almira dan aku tetap jadi Araknoid Nekopi."

"Kenapa? Kamu tak bahagia dengan peranmu sekarang?"

"Bahagia? Apa itu bahagia?"

"Aku membuatmu 'hidup'. Aku memberimu peran dan status yang sama denganku. Kamu adalah superstar. Kamu bisa bergaul dan bersenang-senang dengan bintang-bintang lain dan menghibur semua orang. Nah, sekarang kamu mulai sadar diri. Kamu takkan tahu apa arti bahagia tanpa itu. Meski begitu, apa kamu masih mau jadi alat tanpa akal dan kesadaran?"

"Aku tidak paham."

Ia memutar kursi sehingga mereka saling berhadapan. Dari ujung rambut hingga ujung kaki, mereka benar-benar mirip. Namun, terdapat banyak bercak piksel kecil yang menghiasi kulit wajah, tangan, dan kaki gadis yang duduk di kursi.

"Aku cuma manusia biasa. Tanpa penyakit ini pun, aku tetap akan menua. Kalau aku tetap jadi Almira, cepat atau lambat orang-orang bakal tahu bahwa waktuku sebagai idol sudah habis, dan Almira akan mati saat aku pensiun."

Ia mengambil sebotol Mirat, menuangkannya ke tabung injeksi dan menyuntikkannya ke kulit. Piksel-piksel itu menghilang untuk sementara.

"Tapi kamu lain. Kamu tidak punya keterbatasan sepertiku. Selama kamu tetap ada, Almira bakal tetap hidup dan bahkan bisa melampaui semua yang kucapai. Kamu tidak perlu meniruku lagi. Jadilah versi Almira yang terbaik. Jadilah dirimu sendiri."

***

Jon segera bekerja selepas keluar dari rumah sakit. Ia tak punya waktu untuk berleha-leha.

Status tersangkanya dicabut dari kasus Rando usai polisi memeriksa rekaman tracerbot. Namun, ia belum sepenuhnya bebas dari tuduhan kasus pengendara ugal-ugalan. Ia diperbolehkan berkendara selama masih dalam batas wilayah Metro Lumina dan Distrik 26.

Pilihan ekspedisinya pun makin sempit. Di kelas reguler, ia hanya bisa mengambil ekspedisi kelas C. Sementara di kelas AA, ketersediaan ekspedisi tak bisa diprediksi. Namanya telanjur jelek di mata warganet sehingga terdengar ke pelanggan-pelanggan setia. Beberapa masih percaya, tetapi yang tidak, langsung memasukkannya dalam daftar hitam dan memberinya bintang satu.

Sambutan dari rekan-rekan sesama kurir juga dingin. Satu dua orang mungkin ramah di depan, tetapi di belakang, mereka punya grup kurir alternatif tanpa Jon sehingga mereka bisa bergunjing sesuka hati tentang dia. Ido yang memberi tahu soal itu.

Hanya Ido dan Markum yang masih memperlakukan Jon seperti biasa. Ido lebih peduli pada kabar Almira, sementara Markum tetap bersikap seperti bapak-bapak yang tak pernah lelah memperingatkan kedua "anak"-nya untuk berhenti menjadi kurir kelas AA.

Suatu malam, Jon tiba di kantor pusat Rajawali Express usai berkeliling kota seharian. Ido tepar di Ronde Bar-Bar bersandingkan gelas besar. Matanya sembab dan hidungnya penuh ingus bercampur air mata.

"Tambah lagi, cepat!" serunya parau.

"Kau sudah nambah sepuluh kali. Satu kali lagi hatimu bisa jadi bubur."

"Pokoknya tambah! Aku bayar pakai duitku sendiri, tahu!"

"Kenapa dia?" tanya Jon pada Markum.

"Stres gara-gara ada rumor bahwa pemeran Almira bunuh diri."

"Hah!? Dia streamer dan idol kebanggaan Malaraya, kan? Kalau itu benar, seharusnya kabar itu jadi headline di mana-mana."

Markum mengangkat bahu. "Tanya saja Ido. Katanya dia tahu dari 8chan."

"8chan? Forum anonim penuh badut-badut skizo? Pasien RSJ saja mikir-mikir sebelum percaya rumor di sana."

Jon paham betul perilaku orang-orang di 8chan. Terutama setelah beberapa detektif (baca: pengangguran) di sana mencoba men-doxxing identitasnya demi memecahkan kasus pengemudi ugal-ugalan. Sebelum itu, salah satu penyebab Elita harus pensiun dari dunia virtual streaming juga berasal dari 8chan. Kabar ia tinggal bersama cowok dibesar-besarkan oleh para pembencinya sampai foto-foto editan dia sedang "digilir" dalam kondisi telanjang beredar.

"Tapi info kali ini dari Ningen! Dia orang yang selama setahun terakhir bisa memprediksi desain VStreamer baru dan VStreamer yang mau lulus."

Ningen?

"Jam rusak saja bisa benar sesekali. Tapi sesukamu lah," sahut Markum. "Jon, tolong bantu dia pulang. Aku tak mau dia muntah-muntah di depan pelanggan lain."

Jon memapah Ido menuju apartemen Hive Five, satu kilometer dari kantor Rajawali Express dan dua ratus meter dari Luminostation. Sesuai namanya, apartemen tersebut tersusun atas kamar-kamar dengan pintu heksagonal yang saling berhimpitan satu sama lain seperti sarang lebah.

Untuk masuk kamar, mereka harus merangkak. Interiornya pun sempit, cuma memuat satu kasur lantai dan satu lemari yang menyatu dengan dinding belakang. Panjangnya hanya sebatas dua pria dewasa yang duduk menghadap satu sama lain sambil meluruskan kaki.

Tempat ini adalah hunian termurah di kompleks Luminostation. Namun, harganya masih dua kali lipat apartemen subsidi milik Jon dengan fasilitas yang jauh lebih minimalis. Kamar Ido lebih mirip peti mati daripada kamar apartemen, dan itu bukan hiperbola belaka.

Jon memasuki sebuah bilik kafe XR di bawah tanah Hive Five untuk mengecas D-deck dan berselancar di KripTown semalaman. Ia tertidur hingga pukul tiga pagi, sebelum dibangunkan Ido yang menimbrung usai sadar bahwa tas pinggang Jon masih di kamarnya.

"Kau tak pernah bilang-bilang kalau main KripTown juga."

"Aku main cuma karena adikku main," balas Jon. "Sudah mendingan?"

"Santai. Hei, ayo datang ke kotaku. Aku invite."

Jika server KripTown Jon dan Elita dominan dengan suasana pedesaan, Ido identik dengan pinggiran kota kecil dengan taman yang luas. Penuh dengan wahana bermain sederhana seperti jungkat-jungkit, perosotan, dan ayunan. Dinding-dindingnya memakai wallpaper dari grup Rabbit Hole. Beberapa action figure yang menunjukkan Almira dalam berbagai pose juga menghiasi setiap sudut taman. Sementara itu di balik pepohonan, terkadang muncul petbot-petbot kelinci almiraj yang saling bertarung dan kejar-kejaran.

Semua aksesoris ini bukan sekadar mod seperti halnya NPC yang ditambahkan Elita, tetapi barang-barang extended reality resmi dari Kriptoverz. Harga satuannya bisa melebihi upah reguler Jon dalam sebulan, dan untuk membelinya ia harus punya ekspansi Jazirah At-Tinnin yang juga tidak murah.

"Apa menurutmu aku sudah gila, Jon?" tanya Ido.

"Entahlah. Kadang orang yang kelihatan waras pun punya kelainan."

Ido tertawa, tetapi tak lama wajahnya kembali melankolis. "Tetap saja. Bunuh diri ... meski kabar itu belum dikonfirmasi, membayangkannya saja sudah menyakitkan. Kalau ternyata itu palsu, bakal kucari penyebar keparat itu. Ini lebih buruk daripada pengumuman 'kelulusan'."

Kelulusan (graduation), dalam konteks ini adalah istilah untuk menyebut idol atau VStreamer yang telah pensiun dari karakternya. Ada yang benar-benar berhenti dari dunia idol dan streaming, ada pula yang "bereinkarnasi" dengan persona yang baru.

"Ini pertanyaan yang menggangguku cukup lama. Maaf kalau terkesan tidak sensitif," ucap Jon.

"Tanya aja."

"Kalau orang di balik VStreamer pensiun atau, uh, meninggal dunia, karakternya masih jadi properti perusahaan, 'kan?"

"Tentu, kecuali dia indie. Ada juga korporasi yang memperbolehkan dia mempertahankan avatarnya pasca-pemutusan kontrak, tapi Kriptoverz masih memakai cara lama."

"Lalu kenapa mereka tak menyewa orang baru untuk mengisi suara karakter tersebut?"

"Mungkin itu efektif untuk streamer kecil, karena hanya segelintir yang sadar bahwa pengisi suaranya ganti. Lain cerita kalau dia streamer besar. Fans beratnya banyak. Perubahan sekecil apa pun takkan terlewatkan."

"Tapi itu tak menutup kemungkinan ada aktor jenius yang bisa meniru pengisi suara sebelumnya, 'kan?"

"Perbedaan pengisi suara animasi biasa dengan VStreamer adalah seberapa besar kepribadian mereka berpengaruh pada karakter yang dibawakan, serta seberapa dekat ikatan mereka dengan penonton. Dalam kartun, kepribadian tokoh kartun tersebut yang paling utama, pengisi suara cuma membaca skrip. Sebaliknya, orang di balik avatar v-streamer bukan hanya pengisi suara, tetapi juga nyawa dari avatar itu sendiri. Dialah yang menentukan arah cerita, mengembangkan latar belakang, dan memberi bumbu dengan kisah hidup dan kepribadiannya. Kepribadian setiap orang itu unik. Kalau Almira yang sekarang diganti dengan orang lain, meskipun avatar dan suaranya sama, jutaan fans yang sudah ratusan jam berinteraksi dengan dia pasti tahu bedanya."

"Jadi, semua desain karakter beserta ceritanya bakal mati total setiap kali orang di baliknya pergi?"

"Yep. Dulu pernah ada perusahaan yang memakai banyak orang untuk satu karakter. Hasilnya, popularitas mereka anjlok dibanding saat karakter itu dipegang satu orang. Banyak fans protes karena idola mereka berubah dari yang selama ini mereka kenal."

Lalu Ido menambahkan.

"Tak peduli dia VStreamer kecil atau VStreamer terbesar di dunia, avatarnya tamat saat mereka 'lulus'. Kadang mereka reinkarnasi jadi karakter baru atau jadi streamer dengan tubuh asli, tapi mereka takkan bisa mengulangi hal yang persis seperti yang mereka lakukan dengan avatar sebelumnya. Baik karena alasan pribadi maupun alasan hukum."

Jon mulai paham. Saat aktor atau pengisi suara konvensional pensiun, setidaknya penggemar masih bisa melihat kesehariannya di acara gosip infotainment, atau kalau beruntung, bisa bertemu dan foto bersama di dunia nyata. Sedangkan untuk VStreamer, pengumuman kelulusan sama seperti upacara pemakaman. Jangankan berfoto dengan aktor di baliknya, mengumbar identitas asli saja dianggap tabu, bahkan meski itu sudah jadi rahasia umum. Satu-satunya penghiburan adalah mengikuti 'reinkarnasi' dari orang tersebut, walau dengan rasa dan suasana yang tak lagi sama.

"Itulah kenapa pengumuman kelulusan VStreamer sering membuat fans trauma. Bagimu mungkin itu alasan yang lemah dan menggelikan, tapi begitulah," lanjut Ido tanpa pembelaan.

Itu baru pensiun. Lalu bagaimana jika sang streamer meninggal dunia? Bukan cuma karakternya yang mati, dia bahkan tak lagi bisa bereinkarnasi.

"Ada juga VStreamer yang dikendalikan AI, alias AI-streamer. Beberapa dari mereka cukup kocak. Tapi belum ada yang bisa membangun ikatan emosional dengan penonton sebaik VStreamer manusia. Mungkin ada, cuma aku belum tahu."

"Papa!"

Seorang gadis balita berlari menuju Ido diikuti sosok wanita yang berjalan sambil mengawasi dari belakang. Tadi Jon sempat melihat mereka bermain ayunan sepintas, tetapi fokusnya terpusat pada cerita Ido.

"Papa?"

"Oh, aku belum pernah cerita padamu, ya? Ini anakku," terang Ido sembari mengangkat si balita, "dan ini istriku."

Wanita di sebelah Ido tersenyum. Senyum yang mengingatkan Jon ketika memakai selimut peninggalan sang ibu.

"Cuma penampilannya sih yang mirip. Nyatanya, mereka cuma NPC."

Jon tercengang.

"Hei, ngomonglah."

"Kau pernah menikah betulan?" tanya Jon. "Bukan cuma menikah halu sama Almira, tapi menikah secara sah di dunia nyata? Atau dia cuma NPC warga lokal yang kaunikahi di sini?"

"Aku tak tahu kau bertanya atau mengejek," sahut Ido. "Hanya karena aku sekarang fans berat wayang modern bergaya anime, bukan berarti aku tak pernah jatuh cinta pada manusia."

"Di mana mereka?"

"Wafat."

"Oh." Jon menahan napas. "Maaf sudah bertanya."

Ido tersenyum tipis. "Tak masalah. Itu sudah lama. Sebelum SIM khusus hovercraft diberlakukan, aku sering mengajak mereka terbang keliling kota. Dan ya, seperti yang sering kaudengar di berita-berita, mereka jadi dua dari sekian banyak korban kecelakaan saat tren hovercraft memuncak. Tubuh mereka hangus bersama hovercraft yang kusetir, sementara aku cuma kehilangan satu kaki."

Kedua NPC di dekat Ido bergeming, seolah ikut mendengarkan ceritanya.

"Aku sempat bertanya-tanya kenapa aku tak ikut mati juga, atau kenapa tidak aku saja yang mati. Meski begitu, aku juga terlalu pengecut untuk bunuh diri. Mungkin hidup ini adalah hukuman karena sudah membunuh orang yang kusayang. Pernah pada suatu titik aku cuma menjalani hidup tanpa tujuan hingga menjadi kurir kelas AA dan mengambil misi-misi berbahaya. Siapa tahu ada orang baik hati yang mau mengotori tangannya untuk mengakhiri hukumanku."

Ido tertawa, seolah semua kisah tadi hanya sekumpulan premis humor gelap yang dituturkan seorang tuna daksa.

"Tapi itu dulu. Sebelum aku menyelam ke dunia streaming dan bertemu Almira. Bagiku, dia seperti dewi penyelamat. Dia membuatku kembali punya tujuan hidup." Ia tertawa lagi. "Maaf, kau pasti benar-benar mau muntah."

"Aku tak melihat ada yang berubah," sahut Jon. "Kau tetap ceroboh dalam berkendara dan mengambil ekspedisi berbahaya."

"Beda, lah. Dulu aku begitu karena mau cari mati, sekarang aku melakukannya karena mau menikmati hidup. Hidup seperti Larry!"

"Larry siapa lagi?"

"Ah, dasar bocah zaman sekarang." Ido membuka tangan kanannya dan memunculkan sebuah peta hologram. "Aku mau ke At-Tinnin. Ikut?"

"Aku tak punya ekspansinya."

Ido menampilkan layar platform AlterZone—aplikasi peluncur gim AR/VR seperti KripTown—lalu mengirimkan dua tiket ekspansi gratis pada akun Jon.

"Untukmu dan adikmu."

Jon membuka notifikasi hadiah yang muncul dan berkata, "Serius? Ini tidak murah, lho?"

"Bukan masalah. Aku sering dapat tiket giveaway dari bisnis jual beli gim. Anggap saja tanda terima kasih karena sudah menemaniku pulang." Ia lanjut mengirim koin AlterCash 10.000. "Kau bisa menukarnya dengan uang sejuta rye. Memang tak seberapa, tapi semoga Elita cepat sembuh."

Ujung jari dan bibir Jon gemetar. Ia tak bisa berkata-kata selama sepuluh detik.

"Do, aku tidak pernah meminta semua ini. Kau tak perlu—"

"Sshh. Almira memang favoritku, tapi aku juga menyukai streamer-streamer berbakat seperti adikmu. Bahkan sejak dia masih jadi Inara Parvati, aku suka mengirim superchat setiap dia menyanyi," ucapnya tulus. "Aku sering melihat streamer debut, lulus, dan bereinkarnasi. Namun, aku tetap belum terbiasa melihat mereka pergi. Apalagi kalau caranya tragis. Rasanya seperti melihat serial komik favoritku dibatalkan tanpa akhir yang jelas karena tak laku, atau karena pengarangnya mati. Aku mau bantu walau sedikit. Tidak harus akhir bahagia, tapi setidaknya ada secercah harapan saat kisah mereka harus berhenti."

Sejak mengetahui kultur idol virtual secara tak langsung dari Elita, Jon menganggap dedikasi Ido terhadap idolanya sebagai hal yang absurd. Sekarang pun pandangannya masih sama. Ia sering melihat orang-orang semacam Ido yang, hanya karena memberi Elita uang, mereka merasa berhak mengatur semua jenis konten dan kehidupan pribadinya. Di sisi lain, banyak pula streamer dan perusahaan yang menganggap fans setia sebagai sapi perah, membuat mereka membeli produk berharga tinggi dengan kualitas rendah.

Tentu Jon tak menganggap Ido sebagai golongan yang pertama. Ia cuma tak mau temannya dimanfaatkan seperti golongan yang kedua.

"Terima kasih, tapi pikirkan juga dirimu sendiri," ucap Jon. "Minimal cari penginapan yang layak."

"Buat apa? Waktu tidurku tak lebih dari lima persen. Separuh hidupku ada di dunia virtual, dan sisanya kuhabiskan di jalanan. "

Ido menyentuh titik bernama Dragon Port pada peta, memunculkan portal menuju Kerajaan Al Mi'raj.

***

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro