🍎13🍎 Junioritas

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Lagi-lagi Prinsha mendapatkan apel terukir di mejanya. Berbeda dengan sebelumnya, kini apel itu terukir huruf A. Prinsha juga sudah bertanya pada semua temannya, tetapi tidak ada yang mengaku menaruh apel itu ataupun melihat pelakunya. Hal itu membuat Prinsha menjadi kepikiran dengan orang yang memberinya apel ini.

“Ngaku lo, Ros. Lo 'kan yang naruh di sini?” tuduh Prinsha. Hanya Deros yang bisa ia curigai sebagai penggemar rahasianya. Prinsha ingat betul kalau Deros pernah bilang huruf S pada apel sebelumnya berarti saranghae. Sekarang Prinsha mendapatkan apel huruf A, jadi kemungkinan besar kalau Deros yang memberinya apel.

“Duh, gimana lagi biar lo percaya sama gue? Lagian gunanya gue ngasih lo apel apa?” bantah Deros. Ia berusaha meyakinkan Prinsha kalau yang menaruh apel itu bukan dirinya.

“Udah deh. Jangan ributin itu lagi. Lagian apel itu bukan dari orang jahat, 'kan?” sela Reja. Ia juga sebenarnya agak curiga dengan Deros.

“Kalau ini apel ada racunnya gimana? Nanti gue jadi Princess Salju dong,” kata Prinsha sambil memperhatikan apel yang terukir itu.

“Terus pangerannya gue,” imbuh Ghanu sambil tersenyum dan menaik-turunkan alisnya.

Prinsha memasang ekspresi kesal lalu menepuk pipi Ghanu hingga berbunyi. Hal itu membuat Ghanu meringis, padahal Prinsha merasa kalau ia tidak memakai tenaga saat memukul cowok itu.

“Gue gak perlu lagi ….” Jey menatap Prinsha sambil menunjukkan apel yang dibawanya. Kemudian ia menggigit apel itu dan membuat Prinsha memekik.

“Jey! Kok dimakan sih? Itu 'kan punya gue,” rengek Prinsha. Setiap hari Jey membawakannya apel, tetapi baru kali ini Jey memakan apel yang harusnya untuk Prinsha.

“Ada penggemar rahasia lo,” kata Jey lalu berdiri. Kemudian melangkah cepat ke luar kelas. Prinsha memanggil-manggil nama Jey, tetapi cowok itu tidak menoleh sama sekali. Padahal bel masuk sebentar lagi akan berbunyi.

🍎🍎🍎

Prinsha bersama empat cowok itu sedang duduk di salah satu meja kantin. Tidak hanya itu, Theta pun ada di meja itu karena Prinsha yang mengajaknya. Karena adanya Theta di meja itu, Ghanu mendadak menjadi pendiam. Cowok itu masih teringat perihal BH yang ia beli untuk cewek berkacamata itu.

“Oy! Sini gabung!” seru Prinsha saat melihat enam orang yang tampak kebingungan karena meja-meja kantin sudah penuh. Mereka adalah Phigan, Dengga, dan Sarga yang bersama pacar mereka masing-masing.

Enam orang itu langsung tersenyum, lalu berjalan menuju tempat di mana Prinsha dan yang lainnya berada. Untung saja di meja itu ada banyak kursi, jadi muat untuk mereka semua.

Setelah enam orang itu duduk, keadaan menjadi lebih mencekam, apalagi Ghanu duduk di dekat Febrina. Namun, Ghanu tetap berusaha terlihat santai. Ia mencoba untuk tidak melirik Febrina yang sedari tadi curi-curi pandang ke arahnya.

“Gue …” Theta berbicara di tengah-tengah keheningan dan membuat semuanya menoleh bersamaan. Hal itu membuat Theta menjadi gugup. “… duluan ke kelas ya,” katanya pelan.

“Kenapa?” tanya Prinsha.

“I—iya, soalnya mau ke kamar mandi.” Theta pun berdiri setelah mendapat anggukan dari Prinsha. Kemudian cewek itu berjalan pelan meninggalkan kantin.

“Akhirnya ….” Ghanu tampak menghela napas lega karena ia tidak perlu merasa canggung lagi. Ia tidak menyangka efek membeli BH untuk Theta akan sebesar ini dan mampu membuatnya merasa canggung, padahal ia tidak pernah merasa canggung ataupun malu dengan cewek sebelumnya.

“Eh, nanti ke kafe yang baru itu yuk. Tahu gak?” cetus Prinsha. Ia menunggu respons teman-temannya, tetapi mereka tampak tidak ada yang tahu. Kemudian ia pun membuka ponselnya dan memperlihatkan kafe terbaru yang ia maksud.

“Kafe Gurlahan? Unik nih tempatnya,” kata Ghanu yang tampak antusias.

“Makanya gue mau ke sana. Kalian mau?”

“Boleh.” Semuanya telah setuju kalau nanti saat pulang sekolah akan pergi ke kafe yang baru buka itu.

“Sialan! Jalan pake mata, bego!” Teriakan menggelegar di kantin yang berisik itu membuat semuanya langsung menoleh dan mencari asal suara itu.

Rupanya itu adalah Geng Terell yang baru saja datang ke kantin. Mereka baru sampai dan sudah mendapat kesialan. Seorang siswi menabrak Frisel sehingga sepatu cewek itu basah karena es teh yang tumpah. Tidak hanya Frisel yang kena, tiga anggota Geng Terell lainnya juga ikutan kena.

“Maaf,” kata siswi itu sambil menunduk.

Frisel menatap badge kelas di baju siswi itu. Ternyata orang yang menabraknya ini adalah siswi kelas sebelas dan artinya siswi ini adalah kakak kelasnya. Kemudian Frisel tersenyum miring, mem-bully kakak kelas rasanya pasti mengasyikkan. “Lap,” kata Frisel sambil mengetuk-ngetukkan kakinya ke lantai.

“Ini juga,” imbuh Gwela sambil mengulurkan kakinya yang juga terkena es teh. Lia dan Tere juga ikut-ikutan walaupun mereka hanya terkena sedikit.

“Woy! Dia kakak kelas lo!” seru salah satu murid yang ada di kantin. Dia pasti juga kelas sebelas, tetapi masih memiliki rasa takut untuk berurusan dengan Geng Terell.

“Kelas sebelas?” Lia berdecih sambil mengedarkan pandangannya. “Sekarang gak ada lagi yang namanya senioritas, yang ada sekarang adalah junioritas. Ngerti kalian?”

Impian Geng Terell saat ini adalah menguasai sekolah. Mereka harus bisa membuat teman seangkatan maupun kakak kelas menjadi segan pada mereka. Kini mereka akan mengubah senioritas menjadi junioritas.

“Gue bilang lap! Budek ya!” bentak Frisel karena siswi itu hanya diam saja. Mendengar bentakan Frisel, siswi itu segera mengambil tisu yang ada di dekatnya.

“Jangan pake tisu,” kata Tere sambil menatap siswi itu dengan tajam. Sementara siswi itu langsung menatap Tere dengan bingung. Hal itu membuat Tere geram karena siswi itu berani menatap matanya. Segera ia mencengkeram pipi siswi itu. “Jangan tatap mata gue,” desisnya lalu menghempaskan wajah siswi itu.

“Lap pake rok lo,” kata Gwela sambil menunjukkan kuku-kuku tajamnya, bermaksud mengancam siswi itu.

“Gue gak bisa diem doang,” ucap Prinsha sambil mengepalkan tangannya. Ia hendak berdiri, tetapi tangannya ditahan oleh Reja.

“Jangan ikut campur,” kata Reja. Ia malas melihat Prinsha terlibat masalah lagi dan berujung Prinsy yang keluar.

“Biar gue aja.” Yuga berdiri sambil menatap ke arah Geng Terell. Ia tahu caranya menghentikan orang-orang itu dengan cara halus.

“Lo diem di sini,” imbuh Reja yang juga ikut berdiri. Ia tahu Frisel menyukainya dan Frisel pasti akan langsung berhenti kalau ia yang menyuruh.

Dua cowok itu berjalan menuju tempat Geng Terell berada. Hal itu membuat mereka berdua tidak luput dari pandangan semua orang. Semuanya sudah mengetahui siapa Reja dan Yuga, baik kakak kelas maupun teman seangkatan.

“Frisel.”

“Tere.”

Reja dan Yuga memanggil mereka secara bersamaan. Sontak Frisel dan Tere langsung tercengang melihat kedatangan Reja dan Yuga saat mereka sedang melakukan aksi penindasan. Segera Frisel mundur selangkah agar siswi itu tidak mengelap sepatunya lagi.

“Hai, Reja,” kata Frisel sambil tersenyum dan melambaikan tangannya. Cewek itu sempat-sempatnya tersenyum seolah-olah ia tidak pernah melakukan dosa.

“Bisa biarin dia pergi?” tanya Yuga. Ia menatap Frisel dan Tere bergantian dan tersenyum tipis. Seolah terhipnotis, mereka berdua langsung mengangguk cepat.

Melihat Geng Terell telah melepaskannya, siswi yang sedang berjongkok itu langsung berdiri dan segera berlari meninggalkan kantin. Setelah siswi itu pergilah mereka baru sadar kalau Reja dan Yuga bertujuan untuk membantu siswi itu, bukannya menghampiri mereka.

“Reja!” pekik Frisel saat Reja malah melangkah pergi. Begitupun dengan Yuga.

“Lo sih,” ketus Gwela lalu pergi sambil menghentak-hentakkan kakinya kesal. Padahal ia ingin sekali menindas siswi itu sampai puas, tetapi karena Frisel dan Tere yang malah mengangguk saat Yuga menyuruh melepaskan siswi itu.

“Kayaknya otak si Frisel agak miring setelah gue lempar pake kelereng,” kata Prinsha saat Reja dan Yuga sudah duduk lagi di sampingnya.

“Gue sih males banget berurusan sama mereka,” sahut Jessa yang duduk di sebelah Sarga.

“Menurut rumor, mereka itu sering ditindas waktu kelas tujuh. Makanya mereka berubah jadi kayak gitu,” imbuh Zura. Cewek itu sedang memakan makanannya dan sesekali menyuapi Phigan.

“Udahlah, jangan bahas mereka lagi,” sela Febrina sambil tersenyum tipis.

“Gue suka tantangan. Gue suka apa yang orang gak suka,” kata Prinsha sambil tersenyum miring. Menentang orang adalah hal yang patut ia lakukan. Sungguh menentang orang itu sangat menyenangkan baginya.

Crazy,” celetuk Ghanu sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.

“Kalian kenapa diem-dieman gitu?” tanya Phigan sambil menatap Dengga dan Febrina yang sedari tadi tampak tidak berkomunikasi.

“Palingan lagi berantem,” ucap Sarga mewakili.

Sementara itu, Deros langsung melirik Ghanu dan juga menendang kaki cowok bule itu. Hal itu membuat Ghanu meringis tertahan. “Kenapa sih?” bisik Ghanu sambil menatap Deros dengan kesal.

Deros tidak menjawab dan malah mengetikkan sesuatu di ponselnya. Kemudian ia menunjukkannya pada Ghanu.

Detik-detik mereka putus gara-gara lo

Ghanu membelalakkan matanya. Ini semua bukan salahnya. Febrina sendiri yang sebenarnya salah karena mau-mau saja menerimanya padahal sudah punya pacar.

Tiba-tiba Prinsha menepuk tangannya sekali. Semuanya langsung menoleh ke arah Prinsha. “Intinya kalian semua nanti bisa, 'kan?” tanya Prinsha. Sebenarnya tujuannya hanya untuk mencairkan suasana yang tegang karena masalah Febrina.

“Gue kayaknya gak bisa deh,” kata Febrina sambil melirik dua temannya, yaitu Jessa dan Zura.

“Gue juga,” tambah Jessa dan Zura bersamaan.

“Kalian bertiga gabung aja sama mereka. Gue, Jessa, sama Zura ada urusan cewek,” kata Febrina sambil tersenyum kecut.

“Ya udah.”

🍎🍎🍎

Senin, 7 Desember 2020

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro