🍎22🍎Hadiah

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Semuanya tampak sangat sedih melihat gundukan tanah yang sudah ditaburi berbagai macam bunga. Hanya dua orang saja yang tampak memasang wajah datar, tidak memperlihatkan kesedihan sedikitpun. Nisan itu bertuliskan nama Zakka Bayugan, saudara tiri Reja yang dikabarkan meninggal dunia setelah mengalami kecelakaan.

Reja dan teman-temannya ada di sana, turut berdukacita atas kehilangan salah satu keluarga Reja. Walaupun mereka tidak dekat dengan dengan Zakka dan hanya bertemu beberapa kali, mereka tetap merasakan kesedihan. Ada yang menangis, ada juga yang hanya memasang ekspresi sedih.

Reja, cowok itu menangis terisak-isak sambil meremas tanah gembur yang ada di dekatnya. Matanya terus menatap nisan Zakka dengan penuh rasa bersalah. Rasanya baru beberapa waktu lalu Zakka ke rumahnya untuk bercerita tentang orang yang disukainya. Namun, saudaranya itu sekarang telah tiada.

Di samping kanan dan kiri Reja ada kedua orang tuanya, Zaga dan Remia. Dua orang itu hanya memasang wajah datar saja. Sampai satu per satu orang meninggalkan pemakaman dan mereka masih belum meneteskan air mata. Kini hanya tersisa Reja, kedua orang tua Reja, Prinsha, dan beberapa anggota Regaros.

"Ma," panggil Reja.

Remia menoleh, menatap wajah Reja yang penuh air mata. Kemudian tangannya terulur dan mengusap air mata di wajah anaknya itu. Remia tersenyum. "Kenapa kamu sesedih ini, sayang?" tanya wanita paruh baya itu.

Seketika tangis Reja berhenti dan berganti dengan raut bingung. "Mama senyum?" tanya Reja dengan tatapan tak percaya. Bukannya ia tidak suka melihat mamanya tersenyum, tetapi dalam situasi berduka seperti ini, harusnya tidak ada senyuman yang terpancar.

"Mama gak mau kamu terlalu tertekan sama kematian Zakka. Lagi pula kamu 'kan gak terlalu deket sama dia. Kenapa harus sedih kayak gini?"

Reja langsung berdiri dan menghapus air matanya dengan kasar. Ia tak percaya kata-kata itu dikeluarkan oleh mamanya sendiri. Apalagi Remia tidak terlihat berduka sedikitpun, sama seperti Zaga.

"Pa," panggil Reja sambil menatap Zaga yang juga sudah berdiri.

"Iya, Reja? Kenapa?" Zaga dan Remia juga ikut berdiri dan menatap anak mereka yang memancarkan raut kesedihan.

"Gimana sama yang nabrak Zakka?" tanya Reja.

Zaga terdiam sejenak dan menatap ke arah lain sebelum menjawab pertanyaan Reja. "Papa memutuskan untuk berdamai. Lagi pula dia tidak sengaja."

Baik Reja maupun anggota Regaros yang mendengar itu terkejut dengan apa yang Zaga bilang. Anaknya sendiri meninggal karena ditabrak, tetapi Zaga menganggap enteng persoalan itu. Dengan mudahnya Zaga berdamai dengan sang pelaku padahal nyawa Zakka dikorbankan.

"Papa sama Mama kok aneh sih? Kenapa kalian kelihatan enggak sedih?" tanya Reja sambil memicingkan matanya curiga.

Zaga menghela napasnya. Ia bukannya tidak sedih, tetapi ia hanya berusaha mengikhlaskan. "Bukannya gitu, Papa sama Mama sedih kok. Semua orang bakal pergi pada akhirnya, gak ada yang perlu ditangisi."

Reja tercengang mendengar itu. Pikirannya mulai melayang-layang. Ia tahu kedua orang tuanya itu tidak terlalu peduli dengan Zakka, tetapi ia tidak menyangka kalau mereka seacuh ini sampai tidak ada kesedihan yang terpancar saat Zakka telah tiada dengan cara tidak adil.

"Apa jangan-jangan Papa pelakunya? Kalian yang rencanain ini, 'kan?" tuduh Reja. Ia menatap marah kedua orang tuanya itu. Tak lama setelah tuduhan yang ia lontarkan, sebuah tamparan mengenai pipinya sehingga Reja mundur beberapa langkah untuk menjaga keseimbangan tubuhnya yang sedang lemah.

"Jaga omongan kamu Reja!" bentak Remia setelah menampar anaknya untuk pertama kalinya. Ia tidak menyesal melakukan itu pada Reja karena ia tidak terima Reja menuduhnya dan juga suaminya berada di balik semua ini.

Reja berdecih. Sudut bibirnya terluka dan mengeluarkan darah karena terkena cincin yang Remia pakai. Ia merasa terhina karena ditampar di depan teman-temannya. Ini menyakiti harga dirinya. Kemudian ia pun segera pergi meninggalkan kedua orang tuanya dan segera disusul oleh teman-temannya.

Prinsha menarik Yuga agar segera naik ke motor. Mereka tidak boleh kehilangan Reja. Takutnya Reja berbuat yang tidak-tidak. Namun, sialnya mereka kehilangan Reja karena cowok itu sangat mengebut sehingga Yuga tidak mampu mengejarnya.

"Gimana nih?" tanya Prinsha pada anggota Regaros yang ikut mencari Reja. Mereka sekarang berhenti di pinggir jalan, membuat mereka menjadi pusat perhatian para pengendara lain.

"Mungkin gak dia pulang?" celetuk Dengga. Cowok berkulit putih itu tampak bingung dengan ke mana arah Reja pergi.

"Enggak deh kayaknya. Gue pikir dia pasti lagi cari tempat yang tenang," sahut Yuga. Ia sudah berteman dengan Reja cukup lama dan ia lumayan mengenal cowok emosian itu. Biasanya saat suasana hati Reja sedang kacau, cowok itu akan memilih tempat yang tenang.

"Bagi gue sih enggak," ujar Prinsha. Ia sepertinya tahu di mana Reja berada.

🍎🍎🍎

"Klub? Lo yakin? Dia masih di bawah umur loh," ujar Ghanu. Kini mereka berada di salah satu klub yang paling dekat dengan kuburan. Mereka berencana untuk memeriksa satu per satu klub di kota itu.

"Ini belum buka, Sha," imbuh Deros. Karena masih sore, klub itu belum buka. Hanya ada beberapa orang saja yang bekerja di sana dan sedang bersiap-siap untuk buka.

"Gue rasa lama kalau kita cek satu per satu," ujar Yuga. Klub di kota itu sangat banyak dan bisa-bisa sampai besok pagi mereka mencari untuk menemukan Reja dengan bergerombol begitu.

"Mencar?" tanya Prinsha.

Yuga menggeleng. Kemudian ia menatap Ghanu dan Deros. Saat SMP mereka pernah melihat Reja yang sedang sedih dan cowok itu memilih untuk ke tempat karaoke. Ia rasa Reja bukan ke klub karena cowok itu belum cukup umur untuk memasuki tempat itu. "Bukan klub, tapi tempat karaoke."

"Oh iya, gue lupa kalau ada tempat begituan," kata Prinsha sambil cengengesan.

"Kalian mending pulang aja. Biar gue, Ghanu, sama Yuga yang cari," ujar Deros sambil menatap teman-temannya. Rasanya lebih nyaman jika tidak beramai-ramai mencari Reja. Lagi pula mereka sudah punya tempat yang diduga sebagai tempat yang Reja datangi.

"Kalian udah tahu di mana?" tanya Phigan.

Yuga mengangguk pasti. Ia yakin kalau Reja ada di tempat karaoke yang pernah mereka datangi beberapa tahun lalu.

"Kalau udah ketemu, kabarin aja di GC," kata Sarga. Yuga mengangguk lagi. Perlahan semua anggota Regaros pun pergi dari sana, menyisakan Deros, Ghanu, Yuga, dan Prinsha.

"Yuk pergi," ajak Prinsha lalu naik ke motor Yuga.

"Lo pulang aja mending. Nanti kena marah," suruh Yuga.

Prinsha mendelik kesal. Ia ingin ikut dan tidak mau pulang. Mending mencari Reja semalaman daripada pulang dan bertemu iblis jahanam. "Gak mau! Gue ikut!"

"Kasih aja. Prinsha 'kan pacar Reja, mungkin bisa tenangin Reja pas ketemu," kata Ghanu.

"Pacar?" Wajah Yuga terlihat murung setelah mendengar perkataan Ghanu. Entah kenapa saat teringat fakta Prinsha berpacaran dengan Reja membuat perasaannya menjadi campur aduk.

"Ayo buruan!" seru Prinsha karena mereka tidak kunjung pergi.

🍎🍎🍎

Yuga benar, Reja ada di tempat karaoke. Sendirian dan ditemani oleh suara musik yang kencang. Cowok itu tidur di sofa panjang sambil memegang pengeras suara, padahal dia tidak mengeluarkan suara sedikitpun. Cukup lama Prinsha dan yang lainnya menatap Reja dari pintu kaca sebelum akhirnya Prinsha memutuskan untuk masuk.

"Reja!" teriak Prinsha dengan suara keras agar Reja mendengarnya. Namun, Reja masih melamun sambil menatap ke layar yang menampilkan lirik lagu.

"Dia bakal nginep di sini. Gue udah pernah lihat dia gini," kata Yuga sambil menepuk bahu Prinsha yang masih berteriak memanggil nama Reja. Padahal Reja mendengar suara Prinsha, tetapi cowok itu lebih memilih mengabaikannya.

"Gak ada pilihan lain." Prinsha langsung berlari keluar dari ruangan yang Reja sewa. Entah ke mana perginya, hanya Prinsha yang tahu.

Deros, Ghanu, dan Yuga memutuskan duduk di sofa dekat dengan tempat Reja tiduran. Mereka serempak menatap Reja, tetapi tidak Reja pedulikan. Cowok itu masih melamun sambil menatap lirik-lirik lagu itu. Hening berlangsung selama beberapa menit. Maksudnya hening tidak ada yang bicara karena suasana di ruangan itu sangat berisik oleh lagu yang kencang.

"Prinsha datang!" seru Prinsha, bersamaan dengan pintu ruangan yang terbuka. Cewek itu membawa sekantung belanjaan yang entah apa isinya. Kemudian Prinsha menutup pintu dan berjalan mendekati Reja.

"Dari mana lo?" tanya Yuga.

"Supermarket."

Prinsha menarik tangan Reja dengan paksa sehingga Reja bangun dan duduk. Barulah Prinsha duduk di samping Reja. Ia mengeluarkan isi belanjaannya dan membuat teman-temannya tercengang.

"Lo gila!" seru mereka bersamaan, kecuali Reja tentunya. Sementara Prinsha hanya tersenyum dan membuka kaleng minuman beralkohol itu. Kemudian ia menyerahkannya pada Reja.

"Di saat-saat gini lo boleh minum ginian. Tapi, jangan kecanduan ya," kata Prinsha. Kini Reja menatap Prinsha dengan sorot yang sama, penuh kesedihan. Beberapa saat Reja menatap minuman haram itu sebelum menerimanya dan langsung meminumnya.

"Gimana? Enak?" tanya Prinsha. Sementara Reja tersenyum sekilas. Ini pertama kalinya ia meminum minuman beralkohol. Rasanya sudah pusing padahal ia belum menghabiskan satu kaleng.

"Lo mau?" tanya Prinsha. Ia membuka kaleng minuman beralkoholnya dan langsung meminumnya sebelum Yuga sempat mencegah. Dengan segera Yuga merampas minuman itu dari Prinsha dan meletakkannya di meja.

"Kita masih di bawah umur," tegas Yuga. Prinsha pun menghela napas pasrah. Padahal ia sudah sering meminum minuman itu diam-diam. Namun, ia harus pura-pura polos di depan Yuga.

"Eh, iya. Pahit banget. Jelek, gue gak suka," kata Prinsha lalu batuk-batuk beberapa kali.

"Gue ..." Reja memegang tangan Prinsha dan menatap Prinsha dengan sorot mata yang terlihat sangat lesu. Mungkin Reja sudah mabuk setelah menghabiskan satu kaleng minuman beralkohol. "... mau putus." Setelah itu Reja melepaskan tangan Prinsha dan mengeluarkan sesuatu dari kantung jaketnya. Sesuatu yang sering ia bawa, tetapi belum sempat ia beri pada Prinsha.

"Ini apa?" tanya Prinsha sambil mengambil kotak hadiah yang bentuknya agak kecil. Kemudian ia membukanya dan terdapat sebuah kalung yang terdapat mahkota dan huruf R.

"Hadiah putus," kata Reja sebelum pingsan, mungkin lebih tepatnya tertidur.

"Gila, ngasih hadiah tuh pas jadian, bukan pas putus," cibir Prinsha. Walaupun begitu ia tetap senang karena mendapat hadiah.

Rabu, 16 Desember 2020

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro