🍎40🍎 Dia Prinsy

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

“Heh!”

Jey tersentak saat seseorang berteriak di depannya. Jam sudah menunjukkan pukul jam dua belas tepat dan Jey masih berada di kamar itu. Tadinya Jey ketiduran dalam posisi duduk karena menemani Prinsha. Namun, kini ia terbangun berkat suara teriakan itu.

“Kenapa bangun?” tanya Jey.

“Ngapain lo di sini? Pergi sana!”

“Prinsy?”

Jey langsung bisa mengenali kalau cewek yang ada di depannya itu bukan Prinsha, melainkan Prinsy. Prinsha jarang menatapnya dengan tajam, tetapi Prinsy selalu mengeluarkan tatapan tajam pada semua orang, sangat mengintimidasi.

“Biarin Prinsha istirahat,” kata Prinsy sambil menarik selimutnya, memposisikan dirinya membelakangi Jey, mencoba tidur lagi karena matanya masih mengantuk. Sementara Jey masih di kamar itu sambil menatap Prinsy.

Prinsy benar, Prinsha perlu beristirahat. Jey bersyukur karena ada Prinsy yang bisa menanggung rasa sakit Prinsha. Selama hidupnya, Prinsha begitu menderita dan hanya mendapatkan secuil kebahagiaan. Mulai detik ini Jey berjanji pada dirinya sendiri akan membuat Prinsha bahagia walaupun bukan ia yang diinginkan oleh Prinsha.

Tangan Jey terulur untuk menaikkan selimut yang menutupi tubuh Prinsy. Namun, Prinsy yang tadinya menutup mata langsung membuka mata. Dengan refleks Prinsy mencengkeram baju Jey sehingga Jey terkejut.

Wajah mereka sangat dekat, hanya berjarak beberapa sentimeter. Jey bisa melihat jelas setiap inci wajah cewek yang ada di bawahnya ini. Wajah Prinsha dan Prinsy itu sama, tetapi entah kenapa Jey merasa mereka sangat berbeda, seperti orang kembar identik yang memiliki sifat berbeda. Namun, nyatanya mereka itu sama, Prinsha dan Prinsy itu adalah orang yang sama.

“Bi—bisa lepasin?” tanya Jey tergagap. Matanya menatap ke arah lain karena sudah tidak sanggup menatap Prinsy.

“Maaf,” kata Prinsy sambil mendorong Jey. Kemudian ia bangun dan merapikan rambutnya yang berantakan. Sesekali ia melirik Jey yang tampak salah tingkah. “Gue kaget karena lo tiba-tiba naikin selimut gue. Makanya gue refleks,” jelasnya.

“Oke.”

Suasana berubah menjadi canggung. Jey yang berdiri sambil menatap ke bawah, sedangkan Prinsy menyapukan pandangannya ke sekeliling, mencoba menemukan sesuatu yang bisa menghiburnya malam ini.

Tatapan Prinsy tertuju pada benda berbentuk setengah lingkaran yang ada di pojok kamar. Kemudian ia menyibakkan selimutnya dan berjalan menuju ke sana. Busur panah, benda itu membuat Prinsy tampak sangat senang.

“Lo suka panahan?” tanya Prinsy sambil mengambil busur panah dan anak panah itu. Bibirnya tersenyum tipis karena merasa bahagia menemukan benda kesukaannya.

“Ya, lumayan,” jawab Jey seadanya.

“Kita tanding malam ini gimana?” Prinsy terlihat antusias walaupun cewek itu tidak terlalu memperlihatkannya. Namun, Jey tahu kalau cewek itu sangat senang. Ternyata Prinsy mempunyai sisi yang seperti ini, tidak semenyeramkan kelihatannya.

“Lo lagi demam.”

Prinsy mengecek suhu tubuhnya, tidak terlalu panas. Tubuhnya sudah membaik berkat minyak bawang yang Jevia oleskan di beberapa bagian tubuhnya. Juga air kelapa muda yang Jey masukkan ke mulutnya selama ia tidur.

“Gue sehat.”

Prinsy langsung melangkah ke luar sambil membawa busur panah dan juga anak panah. Sementara Jey segera menyusul dan membawa Prinsy ke taman belakang rumah, tempat ia biasanya bermain panah.

“Biasanya harapan gue terkabul kalau gue tepat sasaran,” ujar Jey sambil mengambil satu anak panah. Kemudian ia mengambil busur panah yang ada di tangan Prinsy.

“Ngelawak lo? Terus kenapa lo gak buat harapan biar Prinsha cinta sama lo?” tanya Prinsy sambil tersenyum miring.

“Udah.”

“Terus?”

“Gue gak pernah bisa tepat sasaran lagi,” kata Jey sambil tersenyum tipis.

Tubuh Jey berdiri tegak lurus dengan sasaran dan garis tembakan. Kemudian ia memasang anak panah dan menahan anak panah pada tali busur dengan tiga jari. Ia membidik sasaran dan membuat harapannya. “Gue harap Prinsha suka sama gue,” ujarnya. Barulah Jey melepaskan anak panah itu.

“Wow, tepat sasaran!” seru Prinsy sambil bertepuk tangan.

Jey tidak terlalu merasa senang saat berhasil mengenai sasaran karena omongannya tentang harapan akan terkabul saat mengenai sasaran itu hanya bualan belaka. Semuanya hanya kebetulan saja. Bukan berarti Prinsha benar-benar akan jatuh cinta padanya karena ia berhasil mengenai sasaran.

“Giliran lo,” kata Jey.

Kini Prinsy mengambil busur panah dan anak panah yang ada di tangan Jey. Kemudian ia memasang anak panah, membidik ke arah sasaran, lalu melepaskannya sambil mengatakan harapannya. “Gue mau Mareta mati.” Prinsy tersenyum puas karena ia juga berhasil mengenai sasaran.

“Kenapa lo berharap kayak gitu?” tanya Jey.

“Pengin aja,” jawab Prinsy acuh. Kemudian ia mengambil anak panah lagi dan membuat harapan sambil melepaskan anak panah itu ke sasaran. Berkali-kali Prinsy melakukan hal yang sama hingga Jey hanya bisa berdiri dan diam sambil menatap Prinsy.

“Kalian pasti akan bahagia,” batin Jey.

🍎🍎🍎

Prinsy masih mengambil alih tubuh Prinsha. Entah sampai kapan Prinsha akan beristirahat, tidak ada yang tahu. Jey dan Prinsy menjadi akrab sejak malam itu. Mereka memiliki tujuan yang sama, yaitu membuat Prinsha bahagia. Karena itulah mereka sering berkomunikasi dan merencanakan sesuatu yang mungkin akan membuat Prinsha senang.

“Gue baru sadar,” ujar Jey sambil menatap ke leher Prinsy yang tampak kosong. Padahal sebelumnya ia pernah melihat kalung yang Prinsha bilang sebagai tanda Queen Regaros.

“Kalung?” tanya Prinsy memastikan. Jey mengangguk pelan. “Udah diserahin ke queen baru.”

“Lo … maksud gue, Prinsha berhenti?”

“Hiatus atau mungkin emang gak bakal pernah kembali lagi. Lihat aja keadaan Prinsha sekarang. Dia gak mungkin ikut kumpul-kumpul sama Regaros karena pasti ada Yuga,” jelas Prinsy.

Jey terdiam. Selama Prinsha menghindari Yuga, artinya cewek itu belum move on dari cowok itu. Jey tidak akan memiliki kesempatan jika Prinsha masih suka dengan Yuga.

“Gue bilang bersihin! Kuping lo buta? Hah!” bentak seseorang yang membuat keributan di luar kelas.

“Sel, salah. Kuping tuli dan mata buta,” koreksi Gwela karena Frisel salah berbicara.

“Itu maksud gue! Gue sengaja biar singkat!” seru Frisel dengan nada kesal.

Prinsy yang baru saja ingin tidur menjadi terganggu. Ia menggeram kesal, lalu berdiri dan menatap ke arah luar dengan tatapan tajam. Ia hanya mau ketenangan, itu saja.

“Jangan,” ujar Jey sambil menahan tangan Prinsy. Jey tahu kalau Prinsy akan berbuat sesuatu. Ia tidak akan membiarkan itu terjadi karena bisa-bisa membuat Prinsha yang terkena dampaknya.

“Jangan ikut campur,” ketus Prinsy sambil menghempaskan tangan Jey. Kemudian ia berjalan cepat menuju keluar kelas untuk menghentikan keributan yang mengganggunya.

Prinsy berdehem dan bersandar di tembok. Ia menatap tajam Geng Terell yang sedang memarahi Theta. Bukannya ia sok menjadi pahlawan kesiangan yang akan menolong Theta, ia hanya ingin mengusir biang masalah yang menyebabkan keributan itu.

“Gak usah ikut campur lo, Prinsha!” seru Devilia.

“Kalau mau bully orang, jangan di sini. Gue mau tidur, tahu gak?” ketus Prinsy.

“Serah gue dong mau di mana. Emang ini sekolah punya nenek moyang lo?” sahut Frisel sambil bersedekap dada. Di lihat dari bajunya yang terdapat noda, pasti itu karena Theta. Mungkin itu penyebab keributan ini.

Prinsy menatap mereka satu per satu hingga tatapannya berhenti di Theta. Ia melangkah mendekat dengan perlahan hingga Theta gemetar ketakutan. Entah kapan kesialan Theta akan berakhir. Ia sering sekali dihadapkan dengan orang-orang yang ia takuti.

“Lo,” desis Prinsy sambil mencengkeram erat kemeja yang Theta gunakan. Tatapannya tajam dan membuat Theta semakin ketakutan. Sementara Geng Terell kebingungan karena yang diserang adalah Theta.

“Dia kayaknya bukan Prinsha,” kata Tere pada teman-temannya. Frisel, Gwela, dan Devilia langsung merinding saat melihat tatapan Prinsy yang penuh amarah.

“Prinsha nganggep lo temen, tapi lo malah takut sama dia. Dia baik sama lo, tapi lo malah jauhin dia. Yang berbahaya itu bukan dia, tapi gue. Lo macem-macem sama dia, gue yang maju. Ngerti lo?” bisik Prinsy. Kemudian ia melepaskan Theta dengan kasar. Theta tentu sangat ketakutan dan juga merasa tertampar oleh omongan Prinsy tentang Prinsha.

“Kalian mau?” tanya Prinsy pada Geng Terell sambil menunjukkan kepalan tangannya. Keempat cewek itu langsung menggeleng cepat dan langsung pergi dengan terbirit-birit. Kalau berhadapan dengan Prinsha, mereka pasti berani. Lain halnya dengan berhadapan dengan Prinsy secara langsung seperti itu. Lebih baik mereka pergi daripada Prinsy menyerang mereka.

“Apa?” tanya Prinsy saat melihat Jey memperhatikannya di ambang pintu. Sementara Jey tidak menyahut dan kembali ke dalam kelas.

🍎🍎🍎

Sabtu, 2 Januari 2020

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro