All I Want

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Waktu seolah berjalan lambat, Misis merasa semakin ganjal setelah acara makan malam keluarga besar di rumah sang kakek.

Cowok misterius yang menemuinya di toko buku tak pernah nampak lagi. Agus yang tak pernah pulang ke rumah, sikapnya malah berbanding terbalik dengan Yuni yang selalu memastikan anak-anaknya berada dalam jangkauannya.

"Kalian mau makan apa? Bunda nanti mau belanja." Yuni tiba-tiba saja berada di depan televisi yang sedang Ceres dan Misis tonton.

"Bunda bisa masak sayur asam? Lagi pengen sayur asam sama ikan asin terus pakai sambal." Jawaban Ceres membuat otak Yuni mengingat-ingat bagaimana bentuk sayur asem dan bahan apa saja yang diperlukan.

"Biar Misis aja yang belanja, nanti biar Ceres yang masak. Dia jago urusan rasa," ucap Misis yang sudah bangkit dari duduknya.

"Sejak kapan?" tanya Yuni penasaran.

"Apanya?" tanya Ceres yang tak paham.

"Kalian bagi-bagi tugas rumah."

"Sejak kita udah enggak utuh lagi," jawab Misis seadanya.

"Nyatanya, kita enggak pernah utuh," cicit Yuni sembari menatap kedua anaknya sendu.

"Maka dari itu, kita usahain biar keluarga ini kembali utuh," ujar Ceres dengan tenang.

"Kalau semudah buang air kecil, udah pasti dari dulu kita bakalan tetap utuh, Res." Ceres tersenyum kecil mendengar Misis yang mengejek jalan pikirannya.

Tidak semudah itu.

***

Misis asik rebahan di saat Ceres sedang memasak. Ikan asin yang diinginkan Ceres hanya ikan asin bulu ayam, tidak mudah mendapatkannya, karena harus rebutan dengan ibu-ibu yang menyiapkan makan untuk suaminya.

"Ikan asinnya buat saya aja, ya? Suami saya udah ngidam dari lama ikan asinnya."

Misis menunjukkan ikan asin yang sudah ia pegang. "Memegang berarti membeli, saya udah megang ikan asin ini duluan, jadi pasti saya beli."

"Kamu kok enggak sopan, sih sama saya?"

Misis mendesis kesal, "Dengan segala hormat, saya duluan yang ngambil bungkus ikan asin ini Bu, berarti ini punya saya."

"Dimana-mana itu, bayar dulu baru bisa memberi hak milik. Saya udah bayar duluan, berarti ini punya saya." Wanita berumur yang ada di hadapannya tak mau mengalah.

"Loh, bukannya Ibu main nyelonong bayar? Apa yang mau Ibu bayar, kalau ikan asinnya aja ada di tangan saya," ujar Misis yang sudah tak memerdulikan sopan santunnya.

"Heh, Bocah! Kalau ngomong sama yang lebih tua harus sopan, dong. Jangan seenak jidat gitu," tegur wanita itu dengan garang.

Misis tak menghiraukan teguran wanita yang umurnya lebih tua dibandingkan umur bundanya. Misis menatap pedagang ikan asin yang sedari tadi menonton mereka. "Ini uangnya, Bu. Saya beli sebungkus ini, ya? Kembaliannya ambil aja, Bu. Terima kasih," ujar Misis sembari menaruh uang dua puluh ribu.

"Lu beli ikan asinnya sebungkus doang?" tanya Ceres yang masih sibuk mengobok-obok kantung plastik belanjaan Misis, mencari-cari apakah ikan asin yang ia idamkan masih tersisa.

Misis membuka matanya. "Masih mending gua pertahanin tuh ikan asin," ujar Misis pelan.

"Cabenya lu cuman beli segini? Kurang pedes ini, mah." Ceres masih saja asik memprotes hasil belanjaan Misis.

"Oh, ya! Duit kembaliannya mana?" tanya Ceres sembari menghitung-hitung hasil belanjaan Misis.

"Kira-kira kembaliannya masih ada sepuluh ribuan," ujar Ceres yang sudah berada di dekat sofa, tempat Misis rebahan.

Ceres tersenyum kecil, sepertinya Misis lelah setelah berburu bahan makanan di pasar.

"Tidur yang puas, ya. Nanti dibangunin pakai aroma sayur asem," ujar Ceres yang hendak kembali ke dapur.

Elu enggak tahu aja, duit kembaliannya itu kurang, karena gua mau sombong sama ibu-ibu yang rebutan ikan asin sama gua, hehe.

Misis tersenyum, ia mencoba untuk menuju alam mimpi.

***

Aroma khas yang menguar dari panci yang berada di atas kompor memanjakan indera penciumannya. "Kamu pintar masak, cocok jadi ibu rumah tangga," puji Yuni yang baru saja sampai di dapur.

"Bunda muji apa doain anaknya enggak punya karir?" tanya Ceres dengan kesal membuat Yuni tertawa.

"Mau jadi koki?" tanya Yuni membuat Ceres menggeleng.

"Ahli gizi," jawab Ceres sambil tersenyum sombong.

"Mana ada ahli gizi masak sayur asam, ikan asin, sama sambal. Hitungan gizinya enggak seimbang itu." Cemoohan Yuni membuat Ceres semakin mencebik kesal dan Yuni tertawa puas.

"Misis setuju sama Bunda," ujar Misis yang baru saja bangun tidur.

"Selamat siang, Pemalas." Ceres menyapa Misis yang nyawanya masih di awang-awang.

"Selamat siang, Calon Ibu Rumah Tangga!" seru Misis meledek Ceres yang sudah memasang wajah datarnya.

Misis tahu kemana arah pembahasan selanjutnya. "Kembalian uang belanjaan lu korup, ya!" tuding Ceres. Tuh, kan!

"Enak aja," sanggah Misis yang sudah bangkit.

"Ini kembaliannya kurang," protes Ceres sembari berkacak pinggang.

"Kurang tujuh ribu, kira-kira kembaliannya tujuh belas ribu. Ini lu ngembaliinnya cuman sepuluh ribu." Ceres memang tak terlalu pintar di pelajaran matematika ataupun fisika, tetapi kalau urusan duit, ia lebih unggul dibandingkan Misis.

"Lu salah ngitung, kali." Misis masih saja mencoba mengelak, ia mau melindungi uang tabungannya terlebih dahulu.

"Selama gua masak, gua hitung berulang-ulang, Misis." Ceres menatap Misis menyelidik.

Misis berusaha tenang, tak ingin membuat Ceres menyium bau bangkai yang ia sembunyikan. "Elu, kan enggak pintar matematika, ada yang salah kali hitungan lu."

"Udah duit kembalian kurang, pakai nyela orang lagi. Dosa lu sekebon, ya!" seru Ceres.

"Kayak dosanya kagak banyak aja," ujar Misis tak mau kalah.

Ceres menjentikkan jarinya. "Ketahuan! Kalau tersangka itu pas dituduh pasti ngalihin topik biar kedoknya enggak ketahuan."

Misis menghela napasnya. "Apa hubungannya, Bambank?"

"Elu ngalihin topik jadi gua yang bego matematika, padahal gua lagi ngurusin kembalian duit belanjaan. Ayo, balikin sisanya." Ceres sudah berubah menjadi rentenir galak.

"Sebelum itu, gua pengen tahu satu hal. Kenapa ini kembaliannya kurang?" tanya Ceres berubah lagi menjadi detektif conan.

Yuni yang sedari tadi menonton kedua anaknya bertengkar hanya geleng-geleng kepala. "Sudah ributnya, makanannya jadi keburu dingin. Bunda gantiin kembalian yang kurang," ujar Yuni sembari memberikan uang sepuluh ribu kepada Ceres.

Misis tersenyum senang. "Makasih, Bunda."

Yuni dan Ceres ikut tersenyum. Sudah lama tak seperti ini.

***

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro