Start

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Walaupun tidak bersinar kembali, Ceres dan Misis harus mencoba untuk mempertahankan keluarganya. Tidak peduli dengan mimpi masing-masing, karena menurut mereka keluarga adalah segalanya.

Sekolah masih nampak sepi, mungkin karena Ceres dan Misis datang terlalu pagi. Misis mengeluarkan buku tebalnya untuk membunuh rasa bosan yang sudah di ujung tanduk.

Ceres sedari tadi menempelkan pipi kanannya di atas meja, mencoba memejamkan matanya yang masih lelah. "Kenapa susah banget buat tidur lagi, sih?" gerutu Ceres sembari mengusap wajahnya lelah.

"Jangan tidur, lu tidur dah kayak orang latihan mati, susah banget dibangunin. Mending kerjain latihan soal, gua masih punya stok, elu mau?" tanya Misis. Ceres bergidik ngeri, tak usah dibayangkan, cukup melihat buku yang berada di atas meja Misis sudah membuatnya pusing.

Misis mengedikkan bahunya, ia berujar, "Setelah dapat peringatan kakek, gimana menurut lu?"

Ceres yang baru saja ingin menjatuhkan kepalanya kembali di atas meja, langsung menegakkannya kembali. "Enggak gimana-gimana. Kayak biasa, elu nge-handle bagian akademis dan gua tetap berada di fashion gua," jawab Ceres seadanya.

"Elu enggak ada niatan buat keluar dari zona nyaman?" Ceres mencoba menelaah jalan pikiran saudari kembarnya.

"Elu mau nyoba fashion yang gua tekuni?" tanya Ceres setelah ia diam beberapa saat.

Misis menggeleng, raut wajahnya menunjukkan rasa cemas, Ceres tahu bahwa banyak yang saudari pikirkan.

Kakek kira-kira cuman gertak atau emang bakalan kenyataan?

Misis kenapa, sih? Kayaknya dia tahu semuanya...

Ceres menggeleng, mengenyahkan pikirannya yang mulai bercabang. "Dibawa santai aja, jangan terlalu dipikirin," ujar Ceres mencoba menenangkan Misis dan dirinya.

"Gua cuman takut kalau gua sampai gagal lagi," ujar Misis dengan lesu.

"Jangan memikirkan kata kalau, sebelum elu mencoba dan tahu hasil apa yang lu kerjakan. Memikirkan kata kalau cuman buat lu merugi." Ceres menghampiri Misis, ia duduk di kursi yang berada di depan meja Misis.

"Mending elu belajar lagi, tampang anak pintar enggak cocok buat mikirin beginian."

Misis mengangguk, mencoba mengumpulkan keberaniannya lagi, mengenyahkan semua kekhawatiran yang bergerombol untuk mematahkan semangat juangnya.

Banyak orang yang mendukungmu, semangat!

***

Ruang tamu rumah kembar menjadi tempat empat sekawan berkumpul. Sekedar mengobrol atau sekalian ingin belajar bersama, mumpung ada Misis yang bersedia membantunya.

Makanan ringan yang bermacam telah disiapkan di dalam stoples kaca yang berbentuk tabung. Ada wafer, rengginang, dan permen kenyal.

Makanan berat juga disiapkan oleh Ceres, ada ayam bakar yang lengkap dengan lalapan dan sambal.

"Siapa yang masak, nih?" tanya Teru yang tengaj membuka tudung saji di ruang makan.

Ceres menatap galak. "Heh! Jangan main buka dulu, belum waktunya makan."

Teru mengerucutkan bibirnya. "Idih, galak amat." Teru menyingkir dari meja makan, takut diamuk oleh Ceres yang sewaktu-waktu bisa menjelma menjadi hulk.

"Kira-kira kita mau ngapain aja di sini?" tanya Reno yang bangkit dari duduknya, berjalan mendekati Misis yang tengah asik mengerjakan latihan soal di atas karpet berbulu.

"Ngapel terus." Ceres tertawa dengan sindiran Teru, mulutnya memang tak ada remnya.

Misis memalingkan wajahnya dari soal matematika bab persamaan garis singgung, netranya melirik Teru sinis. Teru yang ditatap hanya memasang cengiran kudanya. Misis berujar, "Makanya, cari cewek."

Teru yang mendengar malah melirik Ceres, sambil menyaut, "Ceweknya enggak mau diapelin."

Reno tertawa, mengganggu jomlo memang menarik. "Cari cewek yang lain, dong. Emang cewek dia doang," ujar Reno sengaja memanas-manasi.

Misi menyenggol pinggang pacarnya. "Diperjuangin, dong. Kalau cari cewek baru, itu namanya pengecut."

Ceres hanya diam, ia tak mengerti pembahasan tiga orang yang berada di sekitarnya. Ia hanya mengambil stoples berisi rengginang dan menikmati gurih dan renyahnya panganan yang terbuat dari beras ketan.

Teru mencebik kesal, "Orangnya aja lempeng banget, udah kayak nampan punya emak gua."

Reno lagi-lagi tertawa, ia ikut-ikutan melirik Ceres yang asik dengan rengginangnya. Seakan-akan dunia milik Ceres dan rengginang, sisanya numpang.

Ceres yang ditatap, akhirnya menatap mereka balik. "Kenapa, sih? Kok pada ngeliatin gua gitu."

Reno geleng-geleng kepala--takjub. "Otaklu yang kenapa," celetuk Reno yang lagi-lagi dihadiahi sikutan tajam dari Misis.

"Seriusan, pada kenapa, sih?" Ceres bingung sendiri, dari tadi ia merasa sulit untuk mencerna perkataan orang lain semenjak menjadi bijak seketika di hadapan Misis.

Teru mengambil minum yang berada di atas meja. "Butuh mineral, Res?"

Ceres menggeleng ragu, ia tak haus.

"Kok jadi absurd gini, sih?" tanya Reno yang ikutan bingung.

Derap langkah seseorang membuat semua pasang mata yang berada di ruang tamu menatap ke arah suara tersebut.

"Kalian selalu bawa teman ke rumah?" tanya Yuni yang baru saja pulang.

Ceres dan Misis hanya mengangguk. Reno dan Teru serempak menunduk, tak berani mengangkat kepalanya, hanya untuk sekedar melihat raut wajahnya.

Yuni mengedikkan kedua bahunya, tak peduli. "Jangan sampai rumah berantakan, apalagi kebakaran." Hanya itu yang keluar dari bibirnya, kakinya melangkah ke kamarnya.

"Sejak kapan, Res?" tanya Teru yang sudah memasang wajah keponya.

"Apanya?" Bukannya menjawab, Ceres malah balik bertanya.

"Hadeh, sejak kapan bunda lu balik?" tanya Teru yang sudah kesal.

"Oh, enggak lama ini."

"Enggak ada masalah, kan?" tanya Teru membuat Ceres dan Misis serempak mengingat kejadian di ruang kerja Wijayanto.

"Ada." Misis dan Ceres saling memandang cukup lama.

Tumben bunda nurut sama kakek, ada apa yang sebenarnya?

***

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro