Bab 29 ( Kembali)

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Perhatian, kasih sayang, dan Cinta yang tak pernah putus dan hilang adalah berasal dari sosok seorang ibu.

~***~

Hari ini, Leony akan kembali ke tempat kelahirannya, pagi-pagi sekali dia sudah bersiap. Jauh hari sebelum kepulangannya juga sudah dia beritahukan hal ini pada sahabatnya.

Sahabatnya mendapat kabar tersebut sangat gembira, karena sesuai janji saat kelulusan mereka, Leony akan kembali.

Leony masih sibuk memasukkan beberapa potong pakaian dan beberapa perlengkapan ke dalam tas yang berukuran sedang, memeriksa sling bag yang berisi barang terpentingnya. Ia akan pulang ke Indonesia untuk acara wisuda sahabatnya.

Baju grup LEORA yang disiapkan mamanya dulu kini ia bawa, ia tersenyum mengenang bagaimana mamanya begitu antusias menyiapkan beberapa agenda untuk dirinya.

Baju itu dirawatnya dengan baik, baju yang dijahit mamanya dengan cinta dan perhatian. Baju yang berupa hadiah terakhir dari mamanya. Adalah sebuah baju pusaka bagi Leony.

Papanya, Manuel menoleh ke arah puterinya. "Mau berangkat sekarang? Papa tak bisa antar," ujar Manuel yang mengancingkan ujung kemejanya.

"Tak apa kok, Pa." Leony langsung memeluk lengan papanya mesra.

"Leony sudah pesan taksi, apalagi barang yang kubawa tak banyak. Selesai acara aku akan pulang karena ada pentas seni di Singapura." Leony menjelaskan beberapa jadwalnya.

"Ya sudah, kamu sarapan dulu sebelum berangkat ya, Papa berangkat kerja." Leony tersenyum mengiyakan perintah papanya.

Manuel mengecup kening puterinya dan berangkat bekerja. Sementara Leony masih menyiapkan beberapa perlengkapannya sebelum berangkat.

Setelah itu, Leony tunggu taksinya di lobi apartemen tempatnya tinggal. Tak lama taksi datang membawanya ke bandara.

~***~

Pemandangan indah memenuhi indra matanya, seperti berada di dunia dongeng.

Langit yang berwarna biru dihiasi awan putih yang seperti para biri-biri kecil berlarian di atas padang rumput hijau. Dan ini seperti mereka berlarian di langit biru.

Burung-burung berterbangan berkelompok, mengepak sayap indahnya bebas di udara tanpa menghiraukan burung mesin yang ditempati Leony terbang di sekitarnya.

Leony sangat senang bisa melihat pemandangan yang indah ini, kalau dulu saat pergi dari Indonesia. Langit yang dilewati berwarna gelap hanya dapat lihat lampu jalan dan rumah saja seperti bintang kecil yang bertaburan di bawahnya. Berbeda dengan yang ini, tapi kedua fenomena sama-sama indah baginya.

Selama perjalanan pesawatnya, Leony tak sabar untuk segera sampai di Indonesia, di sana ia akan tinggal di rumahnya yang lama.

Rumah kenangan itu sudah dibersihkan Bibi Yoana. Semenjak kepergian mereka, Bibi Yoana lah yang membersihkan semuanya.

Dan hari ini Leony akan pulang, Bibi Yoana sangat senang melihat kehadirannya. Kehadiran nona kecilnya yang sudah dianggap anaknya sendiri.

Leony langsung membuka pintu mobilnya dan berhambur ke pelukan Bibi Yoana.

"Bibi Yoana, aku kangen padamu." Leony memeluk erat, mencium aroma keibuan yang dia rindukan.

"Non Leony, pasti capek. Perjalanan jauh pake burung gede. "Leony tertawa mendengar tutur kata Bibi Yoana yang kekampungan.

Dengan tersenyum Leony menjelaskan. "Itu pesawat, Bibi Yoana."

Leony memeluk lengannya Bibi Yoana membawa mereka masuk ke dalam rumah.

Aroma yang sama, seperti dulu sebelum dia tinggalkan. Penataan barang yang masih tetap sama. Leony melirik ke seluruh arah, menyentuh beberapa figura dan pialanya.

"Semua masih sama, Non Leony. Kata Pak Manuel semua tata letak jangan diubah, tapi cukup dirawat saja," jelas Bibi Yoana.

"Terima kasih, Bibi Yoana." Leony mengatakannya dengan tulus sambil menyeka air matanya yang mengalir tanpa niat berhenti.

"Lho, Non Leony. Itu mah perintah Papamu, Bibi hanya menjalankannya saja. Lagi pula Bibi juga digaji," kata Bibi Yoana dengan serius.

"Tetap saja, tanpa Bibi Yoana yang tulus merawatnya. Ini semua tak akan bertahan lama," puji Leony sambil memeluk Bibi Yoana.

Bibi Yoana mengelus punggung Leony dengan lembut untuk menenangkan air matanya.

Lalu Bibi Yoana teringat sesuatu hal sambil menepuk jidatnya dan melepaskan pelukannya pada Leony.

Bibi Yoana berjalan cepat ke meja ruang tamu, meraih dua kotak berbentuk persegi yang dibungkus rapi.

Di atasnya ada kartu ucapan. Leony membukanya.

'Leony sayang, anakku.

Walau Mama sudah tiada, tapi Mama selalu bersamamu. Hadiah ulang tahunmu tiap tahun Mama simpan di lemari kamarmu. Mama juga sudah menyiapkan kebaya untuk acara wisuda dan gaun untuk acara bebasmu.

Selanjutnya adalah gaun pengantinmu, sayangnya Mama tak dapat melihatmu langsung memakainya, tapi yakinlah Mama akan selalu di sisimu.

Mama akan menepati janjiku padamu.'

Leony melirik Bibi Yoana, lalu bertanya, "Siapa yang antar ini semua? "

Bibi Yoana agak tersentak lalu berpikir sebentar. "Seorang wanita berpakaian jas, tiap tahun juga dia antar kado buat Non Leony."

"Kenapa Bibi tak memberitahuku? " tanya Leony dengan nada sendu.

"Itu, Nona itu berkata 'Tak perlu kasih tahu Nona Leony, supaya tak mengganggu study-nya. Jika waktu sudah tiba Nona Leony akan kembali ke sini.' gitu,  Non Leony. "

Leony menoleh pada Bibi Yoana. "Apa dia meninggalkan nomor telepon yang bisa dihubungi, Bibi Yoana?"

Bibi Yoana berpikir, lalu berkata, "Dia bilang semua ada di hadiah yang dia antarkan … hadiah dari Nyonya Hanita."

"Baiklah, terima kasih." Leony beranjak ke kamarnya dan menyimpan bajunya di sana, saat ingin membukanya Bibi Yoana memanggil Rea dan Oliveria telah datang.

Rea dan Oliveria yang tahu kedatangan sahabatnya pun berkumpul di rumah Leony, mereka senang sekali melihat Leony, mereka membawa banyak makanan ke rumah dan mengobrol banyak.

Mereka duduk bersama sambil menonton dvd yang dibawa Rea, hasil pinjaman dari Jessica tentunya.

Ngobrol bersama sampai waktu berlalu dengan cepatnya, matahari juga telah berpulang ke alamnya berganti bulan yang bersiap menerangi malam yang indah membawa kerinduan yang makin mendalam.

"Acaranya besok jam berapa dan apa saja? " tanya Leony sambil meminum jus jeruknya.

Oliveria sambil menggaruk kepalanya yang tak gatal berkata, "Aku kurang tahu, cuma tahunya pembagiannya pagi. Terus acara penyambutannya malam pukul tujuh. "

Rea yang sedang menelungkup di karpet sambil mengunyah keripiknya, menoleh ke arah Leony. "Mau tahu jelas coba tanya Jocelyn, dia kan MC. "

"Ya sudah, nanti kutanya dia saja."

Leony yang baru hendak membuka keripik baru dicela Bibi Yoana.

"Non Leony, sudah makan keripiknya. Itu makan malam sudah siap. Makan gich ajak teman-teman Non Leony." Leony tersenyum malu lalu mengangguk.

"Ayo, makan dulu."

Oliveria dan Rea saling berangkulan menuju ruang makan. Sedangkan Leony merangkul Bibi Yoana.

"Bibi Yoana, duduk di sini. Makan bareng Leony. Tak boleh membantah."

Perkataan Leony membuat Bibi Yoana tak dapat membantah. Mereka makan bersama dengan suasana yang riang dan nyaman.

Selesai makan, ponsel Leony berdering langsung diangkatnya. Dahi Leony berkerut kenapa jam segini dia dicari sang pembimbing.

'Halo, Leony.' sapaan dari seberang telepon.

"Iya, Pak. Ada apa? " Leony bertanya-tanya merasa heran.

'Ada perubahan jadwal, acara dimajuin.'

Leony langsung merasa kecewa, takut tak bisa menghadiri acara sahabatnya.

"Pak, tapi aku di Indonesia, saat gini pasti aku kesulitan mencari tiket untuk menuju sana."

Bantahan Leony tak membuahkan hasil.

'Oh, masalah itu gampang. Pemilik acara sudah menyiapkan helikopter untuk menjemputmu. Kamu cukup persiapkan dirimu saja dan tunggu di rooftop perusahaan Papamu. '

Akhirnya Leony kalah, dia harus mengikuti jam pentas seni yang tiba-tiba berganti jadwalnya.

"Baiklah."

'Ok, bersiaplah, satu jam lagi helikopter akan tiba di sana. '

Dengan wajah lesu, dia kembali menatap kedua sahabatnya. Dan merasa ragu untuk mengutarakan gurunya memintanya untuk segera hadir di Singapura.

"Aku–"

Rea memotong perkataan Leony. "Aku paham kok. "

Leony menengadah dan menatap Rea bingung. "Aku dengar semuanya, kamu ada pentas seni sekarang, 'kan? Ayo, segera bersiaplah!"

Rea dan Oliveria membawanya ke kamarnya, mereka menunggunya di luar. Leony baru ingat hadiah dari mamanya. Leony membukanya ternyata kebaya berwarna merah sangat cantik dan cocok dengan warna kulitnya.

"Ma, kebayanya bagus banget, terima kasih." Leony mengelus kebaya itu dengan lembut.

"Sebaiknya, aku segera bersiap, " gumam Leony dengan semangat.

Selesai mandi, Leony mendandani wajahnya ala kadarnya. Memakai baju untuk pentas seni. Biolanya sudah dibawanya.

Turun ke bawa, Rea dan Oliveria sudah menunggunya. Mengantarnya berangkat menggunakan helikopter. Tentu saja mereka merasa kecewa, tapi demi masa depan Leony, mereka harus merelakannya. Akhirnya Leony berangkat.

Apa dia bisa hadir ke acara wisuda Rea dan Oliveria?

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro