Bab 4 (Menghindar)

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng


Saat kamu ditindas, disepelekan, diejek, diancam, dipukulin, bahkan dihina. Apa kamu akan tetap menerimanya atau melawan balik.

~***~

Ruangan yang sunyi dan sepi, ada beberapa kursi dan meja. Dihiasi rak-rak yang berbaris rapi penuh dengan berbagai macam buku pengetahuan.

Gadis berambut hitam kepirangan itu duduk di dekat jendela memperhatikan pemandangan yang nyaman disuguhi dari taman yang dimiliki tempat dia menuntut ilmu.

Leony menghabiskan jam istirahatnya di sini sambil mendengar musik melalui handset dan membaca buku atau ke ruang musik memainkan biola. Entah apa yang dia hindari. Ajakan Rea dan Oliveria ke kantin juga dihindarinya dengan alasan membawa bekal dari mamanya. Memang benar, dia membawa bekal dari rumah, tapi itu permintaannya sendiri.

Sambil membuka lembaran buku yang sedang dibacanya, seorang pemuda berjalan ke arahnya, dan duduk di depannya. Leony masih tetap fokus pada bukunya, tak menghiraukan tatapan pemuda itu padanya.

"Akhirnya, ketemu juga."

Ucapan pemuda di depannya tak dihiraukannya. Akan tetapi, Leony berpikir perpustakaan tak lagi aman untuknya, harus pindah tempat lain lagi. Sepertinya kali ini Leony harus hadapinya dan bertanya apa maunya.

Ya, Leony menghindari pemuda ini. Siswa kelas dua ruang dua. Entah karena apa pemuda ini selalu mendekatinya. Sudah berkali-kali Leony menjauhinya, tapi tetap saja Zeroun akan datang padanya.

Teringat pertama kali Zeroun menyapanya di kantin, saat itu Leony sedang menunggu antrian sambil duduk di salah satu kursi di kantin. Zeroun membawa nampan berisi dua mangkok baso, salah satunya diletakkannya di hadapan Leony.

Leony melirik kanan kiri hanya ada dia, saat ingin bertanya. Zeroun berkata, "Ini untukmu sebagai tanda perkenalan, namaku Zeroun Meshach."

Zeroun mengulurkan tangannya mengajak Leony berkenalan, tapi Leony tak menjabat tangannya dan langsung beranjak dari duduknya menuju ke Mbok Jum.

Terus kejadian serupa beberapa kali kembali terulang, sampai kadang Leony keluar dari toilet sudah nampak Zereon menantinya di belokkan. Akhirnya, Leony terpaksa memilih jalan lain untuk kembali ke kelasnya.

Seperti saat ini, Zeroun masih tetap menatap lembut pada Leony. Masih diam menunggu Leony balas melihatnya. Akhirnya, tak tahan Zeroun mengambil buku yang sedang dibaca Leony dan menutupnya. Dan aksinya berhasil, Leony menatapnya walau dengan melipatkan tangan di dadanya dan raut wajah yang datar.

"Bisakah kita kenalan?" tanya Zeroun dengan nada lembut dan mata tetap menatap Leony.

"Tidak, aku tak ingin mengenalmu." dengan datarnya Leony menjawab Zeroun.

"Leony, apa kamu tak mengingatku?" tanya Zeroun dengan menahan gerakannya. Alis Leony bertautan merasa heran, kenapa dia tahu namanya.

"Tidak sama sekali, bisakah kau tak menggangguku lagi?" pinta Leony tanpa melihat perubahan wajah Zeroun.

"Mungkin kamu lupa kita bertemu pertama kali di ...," kata Zeroun sambil menjeda dan mendekatkan diri sambil berbisik dekat telinganya Leony. "toilet cowok di hari pertamamu sekolah."

Zeroun tersenyum puas melihat reaksi yang ditampilkan Leony.

Seketika Leony menatap horor pada Zeroun dan mukanya memerah. Teringat hari itu, memang sangat memalukan sekali, tapi kenapa pemuda ini tahu siapa dia, nama dia, dan bisa menemuinya di mana?

"Maaf, aku tak pernah mengingat hal yang tak penting bahkan kalaupun itu menyangkut nama orang-orang terdekat. Ingatanku hanya mengingat hal yang kuanggap penting." Leony mencoba menutupi rasa malunya dengan menjawab sedatar jalan tol.

"Kenapa kamu keberatan sekali berteman denganku bahkan, kamu berusaha menghindariku?" tanya Zeroun sambil menahan kecewanya.

Sambil menopang dagunya dengan menautkan kedua telapak tangannya, Leony menatap datar Zeroun dan berkata, "Karena aku tak ingin berteman denganmu." 'Karena aku tak ingin berurusan dengan cewek-cewek genit yang mengagung-agungkan cowok yang sok tampan. Apalagi berakhir dibully seperti Jocelyn. Hmmm ... tampan sich, hidung mancung, mata tajam, wajah tegas, senyum menawan. Sayangnya, terlalu berat untukku. Ish, ngapain juga aku jadi menilainya?' yang tentunya dilanjut dari dalam hati Leony.

Leony menggeleng pelan membuang kata-kata yang muncul di otaknya tadi. Menahan senyum atas pikiran yang menurutnya aneh itu.

"Baiklah, aku akan berusaha jadi orang penting dalam hidupmu." Ikrar Zeroun sambil berlalu dari hadapan Leony.

Leony menaiki alisnya sebelah, menatap punggung Zeroun yang makin menjauh dan menghilang di balik pintu. Leony menggeleng pelan dan menghelakan napas lega yang tadi sempat ditahannya. Teringat pembicaraan Jocelyn tentang Zeroun Meshach beberapa minggu yang lalu.

Saat itu Leony yang sudah menyelesaikan tugas bersama Rea menunggu Oliveria selesai dan menyusul mereka di kantin sekolah. Dalam masa penungguan, Rea ijin ke toilet tinggallah Leony sendiri. Karena lama tak mendapati sosok Rea kembali. Jadi Leony menyusul ke toilet.

Sesampai di sana Leony melihat Rea mendekap mulutnya sendiri dengan tangan kanannya, ia sedang mengintip ke dalam lorong sebuah gang yang berada tak jauh dari toilet.

Perlahan Leony mendekati Rea. Saat makin dekat samar-samar mendengar suara pukulan, ancaman dan makian memenuhi rongga telinga Leony.

Lorong itu pengap dan gelap. Diapit tembok pembatas pagar dan dinding gudang sekolah. Lebarnya sekitar dua meteran, panjangnya sepanjang ruang gudang ( jangan ditanya berapa panjang karena tak bawa meteran). Akan tetapi, di sinilah sering terjadi penindasan.

Rea melihat ada beberapa siswi sedang menyiksa seorang siswi lainnya dengan beriringan ancaman.

Leony ikut memiringkan kepala melihat ke dalam. Menetralkan penglihatan yang minim cahaya. Leony melihat kejadian yang sama dengan Rea, tak tahan dia berjalan ke dalam gang, tapi tangannya ditarik Rea.

Leony menoleh pada Rea yang mencengkram lengannya kuat. "Rea, lepaskan. Aku harus menolongnya."

Rea menggeleng kuat. "Jangan itu geng Naura, nanti mereka akan menyakitimu."

Leony menampik genggaman Rea pada tangannya dengan kuat dan berjalan cepat ke arah siswi yang dibully itu.

"Leony, jangan." teriakan tertahankan Rea tak digubris Leony.

~***~

Sementara Oliveria yang sudah berada di kantin tak menemukan keberadaan kedua temannya. Melirik kanan kiri memperhatikan murid lain yang bercengkrama di kantin.

Mbok Jum melihat Oliveria celingak celinguk pun bertanya, "Neng Oliv, cari siapa atuh dari tadi Mbok lihat si Neng celingak celinguk?"

"Itu, Mbok Jum. Si Leony dan Rea ada nampak tak?"

"Oalah, nampak donk emang hantu tak nampak." Mbok Jum terkekeh.

Oliveria menepuk jidatnya dan bertanya kembali, "Oalah ... Mbok Jum, jangan bergurau tak lucu. Di mana mereka?"

Mbok Jum memasang muka sedinya. "Kapan Mbok bergurau? Ish ... Neng Oliv, mah jahat sama Mbok."

Oliveria menatap jengah, drama Mbok Jum dimulai lagi. Dengan nada lembut Oliveria membujuk. "Mbok Jumku sayang, yang imut, yang unik, yang gemesin. Tolong beritahu sama Oliv ya, si Leony dan Rea ke mana? Sekarang, tak pake nanti tak pake bentar."

Dengan wajah yang ceria dan pipi merona, Mbok Jum berkata, "Nah gitu donk, Neng Oliv. Mereka ke toilet belum muncul kembali sudah lumayan lama sich."

'Astaga, ini Mbok Jum bikin esmosi tingkat Dewa dech. Pake muka memerah pula, ' batin Oliveria sambil mengelus dadanya meredakan emosinya dan menahan mualnya.

Tanpa mau berlama-lama lagi dengan drama Mbok Jum, Oliveria kabur ke arah toilet mencari temannya untuk pulang bersama.

Sesampai di sana Oliveria melihat Rea sedang menarik lengan Leony kuat. Terus dilepaskan Leony dengan kasar dan Rea berteriak nama Leony dalam ketakutan. Oliveria mendekati Rea dan melihat ke arah tatapan Rea. Lalu Oliveria menyusul Leony.

Awalnya Leony berjalan pelan tanpa ada yang menyadari keberadaannya, dia merekam semua kejadian itu. Saat melihat Naura mengangkat telapak tangannya, tanpa ragu Leony berlari cepat dan mendorong Naura.

Saat itu Naura ingin menampar Jocelyn kembali, dan Leony berhasil mendorong tubuh Naura dari samping. Tubuh Naura oleng ditangkap temannya yang lain. Naura terkejut ada yang berani membela Jocelyn, padahal selama ini tak ada yang berani mengganggu acara bersenang-senangnya.

"Oi, kalian berempat keroyok satu? Tak adil banget," kata Leony sambil memapah Jocelyn berdiri dari lantai yang basah dan kotor.

"Jangan ikut campur, dia menggoda pacarku, Zeroun," kata Naura penuh emosi, Leony menatap Jocelyn meminta jawaban.

"Bukan ... aku hanya meminta bantuan padanya tentang tugas kelompok dari Bu Fuji," bela Jocelyn.

"Dan kalian sangat mesra, seperti sepasang kekasih,"tuduh Naura.

"Itu tandanya kekasih yang kamu agung-agungkan itu play boy akut, suka menggoda kaum hawa." pernyataan yang disimpulkan Leony.

Naura tak terima pernyataan Leony, ingin menjambak rambut Leony. Dengan gerakkan pelan Leony mengibaskan lengannya ke arah datangnya tangan Naura dan berhasil menampik tangan Naura. Di saat bersamaan Leony sengaja menjulurkan kakinya ke depan. Tubuh Naura yang sudah kehilangan keseimbangan saat lengannya ditepis Leony. Kini malah kakinya tersandung kaki Leony.

Bugh

Naura terjatuh telungkup, mukanya mencium lantai lorong. Kawan-kawannya segera membantunya bangun.

"Aduh ... sakit," ucap Naura sambil mengusap bibirnya yang masih mengeluarkan darah.

"Wah ... lantainya ganteng ya dicium segala, "ejek Oliveria sambil menjulurkan lidah.

"Hati-hati donk, Neng. Kalau jalan tuch lihat jalan, jangan lihat langit!" nasehat Leony sambil terkekeh.

Salah satu anak buah Naura mengangkat tinggi tangannya ingin menjambak rambut Oliveria, segera ditangkap olehnya dan dihempaskannya.

Saat semua geng Naura siap mau memukul, Rea berlari mendekat dan berkata, "Bu Fuji sudah kemari. Sebaiknya kalian segera bubar dan pergi dari sini."

Naura sekawan takut pada Bu Fuji karena beliau guru yang tegas dan juga guru BK. Siapa pun yang berurusan dengannya bakal meminta ampun karena hukumannya sangat di luar ekspetasimu.

"Ayo, Naura. Lain kali baru kita balas mereka." bujukan salah satu temannya Naura sambil menariknya menjauh dari sana.

"Awas kalian!" ancam Naura sambil menghentakkan kakinya meninggalkan mereka bersama para pengikutnya.

Setelah mereka ditinggal Naura sekawan. Rea langsung tubuhnya langsung merosot ke lantai. Untung dengan sigap Oliveria berhasil menangkapnya.

Sambil menghela napasnya kuat, Rea berkata, "Untunglah, mereka percaya. Kalau tak entahlah apa jadinya kita!"

Leony dan Oliveria menatap Rea dengan mata melotot. "Jadi, kamu berbohong?" tanya mereka bersamaan.

Rea hanya mengangguk lemah. "Karena hanya cara ini bisa menyelamatkan kita dari perkelahian.

"Kamu pintar, Rea."

"Bukan, tapi cerdas. Sudah ayo, bantu aku mapah dia ke UKS,"pinta Leony disetujui keduanya.

Mereka bertiga memapah Jocelyn ke Unit Kesehatan. Di sana dokter yang menjaga mengobatinya dengan telaten. Dan meminta Jocelyn beristihat. Saat meminta keterangan, Jocelyn hanya berkata jatuh dari tangga.

Setelah dokter jaga meninggalkan mereka, Jocelyn masih duduk di pinggir ranjang UKS. Leony, Rea, dan Oliveria duduk mengelilinginya, menunggu Jocelyn menceritakan perkenalannya dengan Zeroun.

"Kenapa tak jujur?" tanya Leony pada Jocelyn tentang lukanya ke dokter.

"Aku tak ingin menyusahkan Kak Zeroun, "kata Jocelyn dengan menundukkan kepalanya menatap lantai marmer itu.

"Kak Zeroun orang baik, dia hanya membantuku menyelesaikan tugas kelompok, dan Naura sejak menyukai Kak Zeroun, siapa pun cewek yang dekat dengannya akan dibully termasuk aku." cerita Jocelyn.

"Padahal Kak Zeroun sudah putus dengan Naura lama. Akan tetapi, Naura tak terima dan selalu mendekati diri dengan Kak Zeroun. Sampai Kak Zeroun jenuh mencari alasan selalu menghindarinya."

"Ok, saat kamu ingin memberi hukuman pada Naura katakan saja. Aku menyimpan buktinya." kata Leony sambil menggoyang-goyangkan telepon genggamnya, lalu Leony berdiri sambil menepuk bahu Jocelyn.

"Ayu, kita pergi. Biarkan Jocelyn istirahat." Leony sambil keluar dari ruangan itu disusul Rea dan Oliveria.

Dalam hati Leony berdoa jangan sampai dia mengenal Zeroun Meshach, pembawa biang masalah.

Tbc

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro