Bertemu Safira

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Mata Irwan tertuju pada seseorang yang sedang duduk sendirian di seberang bangku kantin.  Ya, siapa lagi kalau bukan Safira. Perempuan yang ditabraknya kemarin.

Irwan pun bangkit dari kursi.  Saat Irwan hendak melangkah, Jamet pun memanggilnya. Irwan pun memposisikan jari telunjuknya ke bibirnya.

"Ada Safira ," bisik Irwan.

"Safira?  Orang yang lo tabrak kemarin?" Jamet mengingat cerita Irwan kemarin yang menabrak seorang perempuan.

Irwan pun mengangguk.  "Gue mau nyamperin dia dulu,  ya?" Irwan langsung menghampiri Safira yang tengah membaca buku.

"Hai, " sapa Irwan ramah.

"Hai juga, " jawab Safira.

"Kamu baru baca buku, ya?" tanya Irwan, basa-basi.

Safira mengangguk.

"Teman kamu pada ke mana? Kok, aku sering lihat kamu sendirian, Saf, " ucap Irwan basa-basi. Cowok itu melihat dari seberang sana teman-temannya tengah memperhatikannya, Irwan tetap fokus pada Safira.

"Aku nggak punya teman."

Jawaban Safira membuat Irwan sedikit merasa kasihan.

"Aku mau kamu jadi temanku, Saf, " ucap Irwan lagi.

Safira pun sepertinya tidak tertarik pada tawaran Irwan. Gadis itu tidak menjawab sepatah kata apapun.

Irwan dan Safira saling terdiam.

"Aku nggak butuh teman, " tegas Safira. Lantas gadis itu berdiri sembari membawa tas gendongnya.

Sebelum Safira melangkah, Irwan pun mengenggam tangannya erat. "Come on, Saf, " ucap Irwan. "Apa gunanya kita hidup tanpa teman? Kita nggak bisa hidup sendiri. Ayolah, berteman denganku."

Safira melepaskan genggaman tangan Irwan. "Aku nggak butuh teman. Terima kasih."

Safira pun berlalu meninggalkan kantin, dan Irwan pun hanya bisa memandangi punggung gadis itu yang mulai menjauh.

Ternyata gadis itu sangat sulit untuk didekati. Dia tipikal orang yang sangat tertutup. Irwan harus mencari cara untuk dekat dengan Safira. Irwan benar-benar hanya ingin berteman dengan perempuan itu.

Irwan pun kembali ke meja teman-temannya yang masih setia menunggu di sana.

"Gimana, Wan?" tanya Jamet, sesampainya Irwan di bangku.

Irwan mengedikkan bahu. "Dia susah didekatin. Aneh aja.  Katanya dia nggak butuh teman."

"Terus gimana?" Jamet tampak bingung.

"Belum berhasil, bukan berarti gagal, Met." Irwan tersenyum ke arah Jamet.

"Terus gimana? Jadi, itu perempuan yang lo maksud?" Hamdan angkat bicara. Dari tadi dia juga turut memperhatikan Irwan dari jauh. Memang sepertinya respons Safira kurang bersahabat dan terlihat dia tidak suka bersahabat dengan sembarang orang.

"Mepet terus, lah. Pantang mundur, "ucap Irwan sembari mengangkat kedua alisnya. Dia yakin Safira akan mudah didekati kalau secara perlahan dan sabar. Karena tipe seperti Safira bukanlah orang yang mudah percaya dengan orang yang baru saja dikenalnya.

"Kata Jamet muka cewek itu nggak asing,  ya?" tanya Hamdan.

Irwan mengangguk.  "Gue kayak pernah lihat dia,  tapi nggak tahu di mana."

"Halu kali lo, " cibir Nuno.

Irwan mengedikkan bahu.  Ya,  bisa saja Irwan hanya halu semata seperti apa yang dikatakan Nuno barusan.

"Nanti kita PKL balik malam lagi, ya?" Jamet bergidik ngeri sendiri tiap kali PKL pulang malam. Dia sangat takut jika kejadian kerasukan itu terjadi lagi pada dirinya seperti beberapa waktu lalu.

"Iya, Met, " jawab Irwan. "Lo nggak usah takut, ya? Ada gue, kok."

Jamet menggaruk kepalanya. Bukan masalah ada Irwan atau tidak, tapi penampakan Beno yang sangat menyeramkan yang membuatnya merasa sedikit terganggu.

"Muka diam serem, tahu, Wan, " sahut Nuno.  Cowok berambut kribo itu juga sama takutnya dengan Jamet. Kadang raut wajah Beno yang menyeramkan dan menyedihkan itu selalu teriang dalam ingatannya.

"Dia itu cuma mau minta tolong aja, kok, " celetuk Irwan. "Gue juga awalnya takut, tapi akhirnya gue coba buat beraniin diri, karena dia nggak ganggu."

"Nggak ganggu gimana? Dia selalu merasuki orang seenak jidat dia, " sergah Nuno.

"Gue udah bilang dia, dia janji nggak bakalan lakuin itu lagi, kok," jawab Irwan.

Jamet mengangguk. Semoga saja, pikir Jamet dan Nuno.

***

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro