Kecurigaan

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Irwan mengeryitkan dahi. Dia benar-benar merasa memang ada yang disembunyikan oleh Vina. Jamet yang tengah asyik makan seblak hasil dari memesan go food pun mengalihkan pandangan ke Irwan.

"Wan, seblaknya buruan dimakan, keburu dingin tahu, " ucap Jamet, lalu menjejalkan seblak ke dalam mulutnya.

Irwan menoleh. "Iya, gue makan, nih, " jawab Irwan sambil memulai memakan seblaknya yang mulai dingin.

"Lo mikirin apa?" Jamet mengunyah seblak sambil berbicara, membuatnya tersedak. Irwan yang tahu Jamet tersedak pun dengan cepat mengambilkan segelas air.

"Nih, " ucap Irwan, memberikan segelas air pada Jamet, yang langsung diterima cowok berambut keriting itu.

"Makasih, " balas Jamet sesudah menegak air. "Lo mikirin apa, sih?"

Irwan menelan seblak, lalu menjawab. "Lo itu makan dulu, ngomong mulu. Nanti lo keselak lagi."

Jamet pun menuruti ucapan Irwan. Dia pun meneruskan makan seblak sampai habis tak tersisa.

"Gue udah selesai makannya," ucap Jamet. Dia berlalu keluar kamar untuk mencuci piring di keran yang ada di sebelah kamar kos dan beberapa saat kembali.

"Wan, lo udah selesai makan?" Jamet langsung duduk di depan Irwan.

"Udah. Nggak gue habisin, gue kenyang, " ucap Irwan.

"Mubadir. Sini gue habisin." Tanpa menunggu persetujuan Irwan, Jamet langsung menyambar piring Irwan dan langsung menyantap seblak sampai habis.

"Belum juga gue bilang, udh main nyamber aja, nih, Bocah." Irwan menjitak kepala Jamet, membuat cowok berambut keriting itu merintih.

"Hobi amat lo jitakin kepala, " ucap Jamet, kesal. Jamet pun membalas aksi Irwan dengan jitakan yang lumayan keras.

"Lo bales gue, hah?" Irwan memiting tubuh Jamet. Jamet pun tak bisa berkutik.

"Ampun, " gumamnya.

"Oke gue lepasin."

***

Irwan menarik tangan Vina yang hendak menuju bagian akademik.  Ya,  Vina hari ini mengambil surat nilai PKL.

"Lo apa-apaan narik tangan gue? Lo suka gue?" Vina mengedipkan sebelah mata.

Irwan melepas gengaman. "Bukan. Gue cuma nanya, apa yang sebenarnya lo sembunyiin dari kita, Vin?"

"Nggak ada, Irwan, " jawab Vina, lembut. Tangan nakal Vina memegang dagu Irwan, membuat cowok itu langsung menyingkirkan tangan Vina.

"Udah, deh, Vin, nggak usah mulai. Malas tahu, nggak." Irwan menarik paksa tangan Vina menuju ke taman kampus, sedang Vina menurut saja. Gadis itu tidak akan menyia-nyiakan kesempatan. Ya, kapan lagi Irwan mengenggam tangan Vina erat.

"Lo itu kalau mau berduaan sama gue bilang, dong, " ucap Vina, mulai kebiasan besar rasa.

"Iya, gue emang mau berduaan sama lo, tapi gue cuma mau nanya apa yang lo sembunyiin dari kita? Lo apa mau terus-terusan ada korban lagi?" Irwan mengeryitkan dahi.

"Ish ... lo itu memang laki-laki tidak peka!" Vina menyedekapkan tangan di depan dada.

"Vin, tolong, gue baru serius." Irwan menyatukan kedua tangan dan memohon pada Vina supaya dia jujur dengan rahasia apa yang disembunyikan sampai-sampai Vina tidak memberitahukan kepada teman yang lain.

"Oke, gue bakalan jujur dan kasih tahu semuanya, " jawab Vina.

"Lo serius?" Mata Irwan langsung berbinar.

Vina mengangguk. "Tapi ada syaratnya," ucap Vina, menaikkan sebelah alis. Perasaan Irwan sudah tidak enak, dia sudah tahu kalau Vina akan memberikan syarat yang aneh-aneh. Sama halnya pada saat dia meminta syarat untuk makan bersama kala itu. Ya, waktu itu Irwan terpaksa menuruti kemauan Vina supaya tahu tentang Beno dan masalah asmara Beno, yang pada akhirnya Irwan tahu dari Sarwan.

"Apa?" Irwan menatap Vina menyelidik.

"Ajak gue ke taman kota nanti malam, " celetuk Vina.

"Ah, udah ah, lo sukanya suka ngasih syarat yang enggak-enggak. Males. Ogah gue, " jawab Irwan, nyelekit.

Vina menghentakkan kedua sepatunya ke tanah secara bersamaan. Gadis ini sangat kesal dengan sikap Irwan yang selalu cuek bebek terhadapnya.

"Ya udah kalau lo nggak mau, nggak apa-apa. Nggak masalah." Vina menyedekapkan kedua tangan ke depan.

"Ya udah. Gue bisa cari tahu sendiri, kok, " cibir Irwan.

Tiba-tiba Sari datang bersama salah seorang temannya, yang langsung menyapa Irwan saat melihatnya.

"Eh, Irwan, ngapain di sini?" tanya Sari, ramah. Dia tersenyum sekilas, membuat Vina sedikit tidak suka dengan kedatangan Sari. Vina tahu Sari adalah mantan pacar Beno.

"Nggak, kok, " jawab Irwan, ramah. "Lo masih diteror nggak, Sar?"

Sari menggeleng. "Udah nggak, Wan, tapi nggak tahu besok dan besoknya lagi. Semenjak Thoriq meninggal gue udah nggak pernah diteror lagi."

Vina semakin geram dengan percakapan di antara keduanya. Vina merasa dia dikacangi.

"Ehem." Vina berpura-pura terbatuk.

"Eh, Mbak, santai. Gue nggak ada apa-apa, kok, sama Irwan." Sari tertawa lepas saat mengetahui raut cemburu yang tersirat di wajah Vina.

"Bagus kalau kalian nggak ada apa-apa, " gumam Vina sembari mengibaskan sebelah tangan di udara. Vina tersenyum getir, ada guratan cemburu dalam dirinya.

"Si Vina diemin aja, Sar, dia suka gitu emang, " ucap Irwan, mengalihkan pandangan ke Sari.

"Dasar cowok nggak peka!" seru Vina melenggang pergi.

Sari tertawa. "Kayaknya dia suka sama lo, deh."

Irwan menahan tawa. "Gue nggak mikirin soal cinta, kok, " jawabnya. "Gue cuma mau fokus kuliah dulu."

"Oke, Wan."

"Oh, ya, sekian purnama kita nggak ngobrol, ya? Gue mau bicara sesuatu tentang perkembangan penyelidikan." Irwan mengalihkan pandangan ke segala arah, takut ada yang mengintai secara diam-diam.

"Apa?" Sari mulai penasaran.

Irwan membisikkan sesuatu di telinga Sari yang membuat gadis itu kaget. "Ah, serius?"

Irwan mengangguk. "Maka dari itu gue tadi mau kepo masalah itu sama Vina, dia nggak mau ngaku."

"Masak dia juga terlibat?" Sari menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

Irwan hanya bisa mengangkat bahu acuh. "Gue juga nggak tahu, sih, tapi satu bukti udah ada di Vina pas awal kita ke rumah Beno. Dan ya bukti lain di lo,  kan?  Kalau masalah ada bukti lain gue juga nggak tahu."

"Gue juga masih takut. Jujur, sih, " ucap Sari. "Kalau bukti yang kita ke rumah Beno kapan itu cuma surat aja, sih.  Jelas dari sini bisa kita simpulin pelakunya perempuan sejak awal." Raut wajahnya merasa ketakutan.

"Lo tenang aja, " jawab Irwan. "Ya jelas perempuan."

"Tenang gimana? Gue takut beneran, loh," lirih Sari.

Irwan nampak berpikir.
"Gue rasa gitu. Gue harap lo hati-hati, Sar, " saran Irwan.

"Iya. Lo udah tahu kejadian kebakaran warmindo itu?" tanya Sari.

Irwan menganggukkan kepala. "Ada sesuatu juga di kejadian itu, Sar."

"Maksudnya?" Sari bingung.

Irwan menghela napas, mencoba menceritakan apa yang terjadi. Belum jadi Irwan bercerita, dia melihat Sarwan hendak menghampirinya.

Irwan menyuruh Sari pergi dan lain waktu akan menceritakan hal itu pada Sari. Entah kenapa dia jadi teringat perkataan Vina jika memang Sarwan terlibat. Pikiran Irwan kacau, dia mulai tidak bisa berpikir jernih

"Besok gue ceritain," ucap Irwan.

Sari menurut perkataan Irwan untuk segera pergi.

Sarwan mendekat.  "Ngapain lo sama Sari?"

Irwan mengangkat alis.  "Ngobrol biasa."

Sarwan mengangguk.  "Gue ke bagian akademik dulu,  gue mau mengajukan surat penilaian PKL."

Irwan mengangguk.  "Apa bener Sarwan terlibat?  Tapi apa motifnya?  Beno sama dia,  kan,  sahabatan?  Lagipula sejak awal, Sarwan cerita kalau Sari selingkuh sama Thoriq. Dan pelaku perempuan pembunuh itu siapa?"

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro