Maaf

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Irwan duduk di depan teras kamar kosnya. Waktu sudah menunjukkan pukul setengah dua malam, tapi Irwn belum bisa tidur sama. sekali. Jujur, perkataan Hamdan dan yang lain masih melekat dalam pikiran Irwan. Jamet yang sudah tertidur pulas pun terbangun, dia tidak menemukan Irwan di kamar. Segera, Jamet berdiri dalam keadaan mengantuk dan membuka knop pintu.

Dugaannya benar, Irwan sedang di depan teras kamar kos. Jamet sudah tahu kenapa sudah tengah malam cowok itu belum tidur. Ya, apalagi kalau bukan masalah kasus Beno yang tak kunjung usai.

"Wan, lo ngapain belum tidur?" Jamet langsung duduk di sebelah Irwan.

"Gue belum ngantuk, Met, " jawab Irwan, tanpa menoleh sedikitpun.

"Ah..., lo bohong, " gumam Jamet memanyunkan bibir. "Gue tahu, lo nggak bisa tidur karena mikirin masalah Beno, kan?"

Seolah jawaban Jamet sudah bisa menggambarkan semuanya. Irwan hanya terdiam. Dia mengepalkan kedua tangan. Irwan marah pada dirinya sendiri. "Gue bingung harus gimana lagi."

"Lo nggak boleh bilang gitu, Bro." Jamet berdiri, lalu berjongkok di hadapan Irwan. "Lo nggak boleh nyerah. Ingat, ini misi kita. Kalau kita nggak kompak, kita nggak bisa nyelesaiin masalah ini."

Irwan mengembuskan napas. "Kalau gue hentiin kasus ini, Beno nggak bakalan tenang."

Jamet menepuk kedua bahu Irwan dengan kedua tangan. "Gue tetap mau bantuin lo, kok. Yang penting pelan, tapi pasti," jawabnya.


Mata Irwan berbinar tatkala mendengar penuturan Jamet. Irwan senang karena masih ada teman yang mendukungnya di saat semua orang tak peduli. "Makasih, ya, Met. Lo emang temen terbaik gue."

Jamet tersenyum. "Harusnya semua juga nggak bersikap gitu ke lo, Wan. Apa mereka lupa apa kebaikan lo selama ini?" Jamet kembali mengungkit kebaikan Irwan selama ini. Saat semua teman sekelas kesusahan, dengan senang hati Irwan membantu den ikhlas, tetapi sekarang Irwan butuh support mereka malah tak peduli sama sekali.

"Udah, nggak apa-apa, " jawab Irwan.

"Masuk, yuk, udah malam, besok kita kesiangan lagi. Besok PKL. Semangat!" Jamet menjotoskan tangan pada Irwan sembari merangkul erat bahunya.

Irwan dan Jamet pun masuk ke dalam kos. Jamet langsung merebahkan tubuh di kasur, sedangkan Irwan masih duduk di tepi kasur.

"Wan, tidur, besok lo ngebo lagi." Jamet mengingatkan Irwan.

Irwan mengangguk dan merebahkan tubuh di kasur. Lama kelamaan Irwan tertidur. Melihat Irwan yang sudah tertidur, hati Jamet sangat lega. Akhirnya, cowok itu ikut tertidur.

"Maaf, Wan, semua ini salah gue. Gara-gara gue lo jadi dimusuhin sama teman-teman."

Sebuah suara dari belakang, membuat Irwan menoleh.

"Beno?" Irwan menutup mulut tak percaya.

"Iya, ini gue, Wan."

"Lo nggak salah, kok. Gue ikhlas bantuin lo, Ben."

Tatapan Beno menjadi sendu. Cowok itu menunduk. "Tetap saja ini salah gue, Wan."

Irwan tersenyum. "Yang penting kasus lo terungkap, Ben. Gue nggak masalah dijauhin teman-teman. Dari situ gue tahu, mana yang teman sama yang bukan."

"Maafin gue, ya? Sekali lagi gue minta maaf sama lo." Raut wajah Beno semakin sedih.

Irwan pun menepuk bahu Beno. "Nggak masalah, Ben."

"Irwan, ada hal yang harus lo tahu, " ucap Beno. Kini tatapannya menjadi serius.

"Apa, Ben?" Irwan penasaran dengan apa yang akan dikatakan oleh Beno.

"Dua orang."

"Maksudnya?" Irwan menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Dia tak paham apa yang dimaksud Beno.

Sebelum menjawab apapun, Beno menghilang.

"Maksud lo apa, Ben?" Irwan setengah berteriak.

"Ben?"

"Ben?"

Irwan terbangun. Ternyata yang dialami tadi hanyalah mimpi. Samar-samar dia mengingat perkataan Beno yang mengatakan dua orang, apa maksudnya? Air keringat pun membasahi wajah Irwan, dia mengusap keringat dengan kedua tangan.

"Apa ya, maksud Beno tadi? Dua orang?" Irwan tampak berpikir keras, memecahkan kedua kata itu. Irwan menggeleng, lebih haik dia melanjutkan tidurnya dan besok dia akan menceritakan mimpinya pada Jamet besok pagi.

***
Jamet terbangun dari tidurnya. Terlihat Irwan masih tertidur lelap. Jamet menyibakkan selimut pada tubuh Irwan. Hal itu malah membuat Irwan terbangun. Cowok itu mengucek kedua mata sembari duduk. Matanya masih terlihat sangat mengantuk.

"Wan, lo masih ngantuk?" tanya Jamet.

Irwan melirik ke arah jarum jam dinding, yang menunjukkan pukul setengah enam pagi. Cowok itu menepuk jidat. Tanpa menjawab ucapan Jamet, Irwan segera berdiri, lalu keluar kamar kos dan beberapa saat kemudian dia kembali dalam keadaan wajah basah.

"Lo basuh muka?" Jamet bertanya kembali.

"Gue mau sholat shubuh."

Irwan langsung mengambil sarung dan memakainya. Setelah itu, dia mengelar sajadah dan menjalankan sholat.

"Oh, Irwan sholat, " gumam Jamet sembari mengangguk.

Tak berselang lama, Irwan selesai mengerjakan sholat. Dia pun langsung duduk di sebelah Jamet yang sibuk dengan ponselnya.

"Met, tadi malam gue didatangin Beno di mimpi." Irwan membuka tas, lalu mengambil catatan PKL untuk dibaca apa yang kurang dari program yang dibuat.

Jamet mengalihkan pandangan. "Dimimpiin apa, Wan?"

Akhirnya, Irwan menceritakan apa yang ada di mimpinya tadi malam. Jamet pun menyimak cerita Irwan, yang sangat seram.

"Serem, ih." Jamet bergidik ngeri.

"Ya nggak gitu juga, Met. Gue heran aja pas dia bilang dua orang, habis itu dia ilang. Maksud dua orang itu apa, ya?" Irwan bingung setengah mati memahami makna mimpi tersebut.

Jamet tampak berpikir. "Apa, ya?"

Irwan mengangkat bahu. "Gue juga nggak tahu. Makanya gue nanya."

"Apa maksudnya yang bunuh dia dua orang?" Jamet menaikkan sebelah alis.

"Bisa jadi, Met, tapi siapa?" Irwan kebingungan. Menebak pelaku bukanlah hal yang mudah.

"Sarwan, " tebak Jamet, asal.

"Jangan asal tuduh, Bro." Irwan mulai fokus pada catatan PKL.

"Vina yang bilang. Bebeb lo, " cibir Jamet. "Nuduh tanpa bukti, sih."

Mendengar nama Vina, Irwan mulai ilfeel. Dia sedikit marah pada gadis itu. "Udahlah, gue jadi malas sama dia."

Jamet mengercutkan bibir. "Iya, juga, ya? Katanya dia cinta sama lo, tapi dia nggak dukung lo? Sama aja bohong."

Irwan buru-buru menjitak kepala Jamet. "Enak saja lo bicara."

Jamet terkekeh. "Gue bercanda, Bro."

"Iya, Met."

"Gue lagi mikir gimana caranya kita jebak pelakunya?" Jamet merapikan rambut kribonya.

"Itu yang gue pikirin. Ini nggak kayak rencana awal kita. Mungkin, gue terlalu lambat, " ucap Irwan.

Jamet menyedekapkan kedua tangan. Dia mulai sebal saat Irwan berkata seperti itu. Jamet paham jika Irwan berkata seperti itu, dia menyalahkan diri sendiri.

"Mulai, deh, Wan." Jamet menepuk-nepuk bahu Irwan. "Gue, kan, udah bilang, jangan nyalahin diri lo sendiri," ucap Jamet. "Sayangi dirimu, minum aqua tiap hari."

Irwan terbahak. "Bukan aqua, Bro."

"Terus apa?" Jamet penasaran.

"Pikir aja sendiri."

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro