Menjadi bahan pembicaraan

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Kejadian mahasiswa yang kesurupan menjadi buah bibir di kampus. Semua dosen, mahasiswa dan semua pegawai turut memberbincangkan semua masalah tadi malam.

Saat lewat hendak menuju kelas samar-samar Irwan mendengar pembicaraan itu. Kebetulan,  dia sedang tidak bersama Jamet. Cowok berambut kribo itu berangkat kuliah sedikit terlambat, karena dia sedang malas kuliah.

"Bener apa yang ada dipikiran gue, bakal jadi trending topik, nih," ucap Irwan lirih.

Sesampainya di kelas, Irwan langsung duduk di barisan paling depan. Cowok berkepala oval itu melirik jam tangannya yang menunjukkan pukul satu kurang lima, tandanya lima menit lagi kelas akan dimulai. Suasana kelas masih sepi, beberapa teman satu kelasnya banyak yang belum berangkat. Ya, barangkali mereka masih mager karena acara tadi malam sampai pukul dua belas malam. Ditambah kejadian menyeramkan tadi malam yang membuat heboh semuanya.

"Hai, Wan, " sapa Vina.

Irwan yang tahu Vina duduk di sebelahnya sedikit melirik ke arah gadis itu. "Hai, Vin."

"Gue ada kabar baru tentang kejadian tadi malam, Wan, " ucap Vina berbisik. "Lo mau tahu, nggak?"

Ucapan Vina terdengar menarik bagi Irwan. Dia mengangguk sebagai respons sebagai persetujuan kalau dia siap mendengar pembicaraan Vina.

Vina memulai ceritanya. Jadi sehabis kejadian itu, Vina menghampiri mahasiswa yang kesurupan itu. Dia mengaku bernama Imam. Saat ditanya kenapa hal itu bisa terjadi kepada dirinya, dia menceritakan dari awal. Saat itu, Imam sedang menjoget-joget di barisan paling depan dengan beberapa temannya. Lalu, dia dikagetkan dengan sosok laki-laki berwajah pucat dan terlihat raut wajahnya sangat menyedihkan. Entah apa yang terjadi, tiba-tiba Imam tak sadarkan diri. Seolah dia dikuasi oleh sosok gaib itu. Yang jadi keunikannya, samar-samar Imam mengingat kalau dia mengejar seseorang perempuan. Tapi, Imam tidak terlalu mengingat ciri-ciri fisik perempuan itu. Vina mengakhiri ceritanya.

"Sayang banget dia lupa ciri-ciri perempuan itu, kalau ingat,  kita bisa menguak dia adalah pelakunya, " ucap Irwan sedikit kecewa.

Vina mengangguk. "Iya, sih, Wan," jawab Vina. "Kenapa lo nggak tanya aja sama mantannya Beno. Si siapa itu?" Vina mendadak lupa nama Sari.  Jujur,  Vina sedikit cemburu karena Irwan sepertinya perhatian dengan gadis itu.

"Sari?"

Vina mengangguk. "Iya,  Wan, " jawabnya.  "Gue minta maaf kalau kemarin sempat nggak mau kasih tahu soal email itu."

Irwan paham.  Dia sudah tahu kalau Vina udah tidak mau ikut campur dalam urusan menguak kematian Beno.  Jadi,  untuk apa Irwan memaksa Vina? 

Setelah dipikir-pikir, kenapa dia tidak menanyakan hal itu pada Sari. Bisa saja gadis itu tahu cerita tentang perempuan tersebut dari Beno.

"Habis kuliah gue bakalan nemuin Sari, Vin," ucap Irwan mantap.

Vina hanya tersenyum dan kembali ke tempat duduknya.

Akhirnya, Nuno, Jamet dan Hamdan datang bersamaan. Jamet langsung duduk di sebelah Irwan. Sementara Hamdan dan Nuno duduk di depan Irwan dan Jamet.

"Gue ada kabar bagus, " ucap Irwan tiba-tiba.

Nuno, Hamdan dan Jamet mengalihkan pandangan ke arah Irwan.

"Apa, Wan?" Jamet terdengar tidak sabar mendengar penuturan Irwan.

Akhirnya, Irwan menceritakan kepada ketiga temannya tentang kejadian tadi malam yang menimpa salah satu mahasiswa itu. Tak lupa, Irwan merencanakan akan bertemu Sari sehabis pulang kuliah.

Ketiganya menyetujui rencana Irwan.

Perkulihan dimulai, dosen datang dan berdiri di atas podium.

"Maaf untuk kali ini kuliah saya tiadakan, ya. Sebagai gantinya, Bapak akan memberikan tugas kepada kalian. Absen hanya bagi yang mengerjakan tugas kuliah."

Pak Hamid menuliskan tugas di papan tulis dan para mahasiswa mencatat tugas itu. Seusai mencatatkan tugas untuk para mahasiswanya, Pak Hamid berlalu meninggalkan kelas.

Irwan mengirimi pesan untuk Sari.

Sar, gue mau bicara penting sama lo.

Sari membalas pesan Irwan.

Bisa, Wan. Gue kebetulan gak ada kuliah. Gue tunggu di lobby.

Irwan langsung menyambar tasnya dan memakaikan di punggungnya. Jamet, Nuno dan Hamdan pun mengikuti langkah Irwan.

Saat berada di pertigaan menuju lobi, Sarwan menghadang keempat remaja itu. Matanya memancarkan aura tidak suka.

"Kalian mau nemuin Sari?" tanyanya ketus.

"Iya, dan itu bukan urusan lo." Nuno mendorong tubuh Sarwan menjauh. Mereka tetap berjalan menuju lobi. Sarwan terlihat kesal.  Dia mencengkram kedua tangan.

"Lo mau nanya apa, Wan?" tanya Sari ketika Irwan duduk di sampingnya.

"Apa dulu Beno pernah cerita ke lo kalau dia disukai sama perempuan? Kata Vina dia suka hampirin Beno, gitu," ucap Irwan berbisik, takut ada yang sengaja mendengar pembicaraan mereka berdua. "Apa sama kayak petunjuk surat yang kita temuin di rumah Beno kala itu?"

Sari menggeleng. Dia benar-benar tidak tahu menahu soal itu. Beno sama sekali tidak pernah menceritakannya sekalipun.

"Mungkin dia nemuin Beno pas gue udah putus sama dia, " jawab Sari. "Gue aja kaget pas tahu surat itu."

"Nggak, kok. Setahu gue, sih, dia suka nemuin Beno pas dia masih pacaran sama lo, deh, " ujar Irwan. Vina pernah menceritakan jika cewek itu selalu menemui Beno di sekret HMJ. Kadang,  cewek itu selalu membawa bunga.

"Kalau itu gue nggak tahu, Wan."

Irwan menghela napas panjang. Apa daya Sari juga tidak pernah diceritakan Beno tentang perempuan itu.

"Kalau indikasi gue sementara semua ini ada kaitannya sama cewek ini, " ujar Irwan. Alisnya terangkat satu.

"Bisa jadi," timpal Nuno.

"Lo tadi tahu nggak, waktu kita mau ke sini, si Sarwan mukannya nggak ngenakin banget!" seru Jamet.

Sari sudah merasa kalau Sarwan masih membencinya akibat ulahnya dulu dengan Thoriq. Toh, sekarang Thoriq sudah meninggal.

"Ya jelas, Sarwan masih benci sama gue." Sari mengangkat bahunya. "Gue emang pantes diperlakukan kayak gini." Sari menunduk, rasa bersalah itu kembali teringat dalam memori kepalanya.

"Manusia itu nggak ada yang sempurna, kok. Semua manusia pasti pernah berbuat salah, " sahut Irwan.

"Bener, Wan. Padahal gue bener-bener ngerasa bersalah banget sama Beno."

Irwan terdiam. Dia juga turut merasakan apa yang dirasakan Sari saat ini. Sari tulus merasa bersalah pada Alm. Beno, terlihat dari sorot mata yang mencermikan itu semua. Tapi, entah dengan Sarwan, kenapa dia masih bersikap seperti itu pada Sari. Padahal cewek itu sudah meminta maaf dan mengakui kesalahannya di masa lalu.

"Kalau ada apa-apa bilang sama gue, Sar, " ucap Irwan lalu bangkit. Dia, Jamet, Nuno dan Hamdan berpamitan pulang.

"Ketemu besok lagi, Bro." Nuno melambaikan tangan ke arah Irwan dan Jamet. Mereka berpisah di pertigaan jalan.

"Kasihan ya, Sari, Wan, " ucap Jamet.

Irwan mengangguk. "Ya gimana lagi.
Kadang kesalahan kita memang sangat sulit dilupakan orang lain. Padahal kalau kebaikan boro-boro diingat-ingat."

Jamet menyetujui ucapan Irwan baru saja. Ya, begitulah manusia kebanyakan. Kesalahan diungkit-ungkit, kebaikan dilupakan ibarat dalam hitungan detik.

"Kita harus tetap hati-hati, Wan." Jamet berbisik ke telinga Irwan. "Gue nggak tahu, gue selalu merasa kalau ada orang yang suka ngikutin kita."

"Siapa?" tanya Irwan menyelidik.

"Gue nggak tahu, Wan, tapi gue selalu merasa kayak gitu. Kayaknya dia udah ngincer kita semenjak kita mau bongkar kasus kematian Beno."

"Gue sempat berpikir gitu juga, Met."

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro