02

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Saat Flora terbangun, dia berada di sebuah ruangan yang dikelilingi oleh jeruji besi. Hanya ada sebuah obor yang menyala di satu sisi tembok.

Di sana sangat lembab, membuatnya mulai menerka akan ada berapa buah jerawat yang akan lahir esok hari.

Flora kira dia masih bermimpi, sebelum suara decitan pintu rusak terdengar di telinganya.

Langkah kaki yang terdengar makin dekat, kian membuat debaran jantungnya melaju cepat. Suara langkah kaki teratur, diikuti oleh hentakan lain yang berulang kali membuat pikirannya makin dipenuhi oleh ketakutan yang semakin dalam.

"Lepaskan aku," lirih Flora menahan diri agar jangan menangis.

Tetap berada dalam kegelapan jelas adalah pilihan yang salah bagi Flora. Ke tempat yang terang dan dituduh sebagai mata-mata juga adalah hal yang tidak Flora inginkan.

"Cukup jelaskan, bagaimana kau bisa keluar dari jalur darurat?"

Flora bisa mendengar jelas suara lelaki tadi. Ia menoleh dan menemukan lelaki dengan topeng perak yang bertengger di separuh wajah bagian atasnya. Ia lalu duduk di atas kursi kayu yang telah diseret para pengawal agar lebih dekat dengan cell yang tengah mengurung Flora. Sedangkan di belakang lelaki itu, ada beberapa pengawal yang mondar-mandir seperti tengah bertugas.

Flora duduk dalam posisi bersujud di depannya, mendongak. Ia dalam posisi yang sama seperti saat ia berlulut dan jatuh di hadapan lelaki itu seperti saat ia keluar dari pintu tadi. Atau mungkin pintu darurat, seperti yang dikatakan lelaki ini barusan.

"Aku tidak mengerti apa yang kau kata--"

Salah seorang pengawal mengarahkan tombaknya tepat di depan wajah Flora, membuat gadis itu meringsut mundur gemetaran. Wajahnya langsung memutih, pucat.

"Anda harus belajar tata krama. Berani-beraninya berbicara seperti itu di depan pangeran."

Flora mengangkat kepalanya, kini bukan hanya satu orang yang mengarahkan tombaknya padanya. Lima pengawal dan semuanya memojokannya di satu sisi cell.

Gadis itu tidak mengerti di mana ia berada saat ini. Dia tidak tahu apakah saat ini dirinya tengah mendapat candaan dari orang-orang yang tak dikenalnya atau apapun itu. Yang jelas, Flora ingat bahwa tempat ia berada adalah abad ke-21 dan tidak ada lagi kerajaan yang berkedok di balik kastel megah dan klasik seperti di tempat dia berada saat ini. 

Apakah ada kamera tersembunyi yang sedang merekamnya saat ini? Apakah dia akan masuk di stasiun televisi nasional yang sering meliput acara hiburan sekarang? Flora tidak tahu.

"Kalian, keluar." Lelaki itu menunjuk ke arah mereka datang tadi dengan dagunya. "Biar aku yang berbicara dengannya."

Tombak-tombak yang mengarah pada Flora pun menjauh bersama pengawal-pengawal tadi. Jantung Flora masih berdebar kencang, mulutnya terkatup rapat sejak pengawal tadi mengatakan bahwa lelaki di depannya ini adalah seorang pangeran. Di detik itu Flora tahu, ia benar-benar tidak boleh bermacam-macam dengan lelaki ini.

"Jadi, Nona Flora," Suara sang pangeran mengintimidasi. Flora hanya bisa mengaku tidak suka dalam hatinya. "Tempat kau keluar tadi adalah jalur rahasia kerajaan ini yang digunakan dalam keadaan terdesak." Pangeran itu menerangkan dengan suara pelan.

Flora tahu persis mengapa, karena tempat ini benar-benar tertutup dan menimbulkan gema. Satu obor yang menyala di satu sisi membuat tempat itu terlihat redup. Topeng itu tampak mengkilat, begitupun mata onyx yang kini memantulkan warna yang berbeda oleh obor.

"Di sepanjang sejarah yang aku tahu dari catatan terdahulu, jalur rahasia penuh dengan labirin. Lalu, di dalam sana sebenarnya buntu karena longsor belasan tahun silam."

Flora menggeleng enggan, "Saya tidak tahu."

"Ah, kau tidak tahu?" tanyanya tak percaya.

Nada sarkas di dalamnya terdengar kental, Flora benar-benar tidak menyukainya. Flora berusaha tenang, menyembunyikan tangannya yang gemetaran di balik punggungnya.

"Saya benar-benar tidak tahu bagaimana saya bisa ada di sini. Biar saya perjelas, pangeran..." Flora terdiam.

Siapa namanya?

Lama menunggu Flora yang tak kunjung menyebutkan namanya, Pangeran itu menyebutkan namanya.
"Barrack," sambung Pangeran itu.
"Lanjutkan."

"Baiklah, biar saya ulangi."

Flora mengambil napas banyak-banyak di tempat pengap itu. Sedikit bingung juga mengapa lelaki yang mengaku seorang pangeran di depannya bisa tahan dengan kelembaban ini. Sambil mengenakan topeng pula.

"Saya sungguh tidak mengerti mengapa saya berada di sini. Saya juga lupa bagaimana saya bisa sampai di gerbang yang anda bilang sebagai jalur darurat. Kenyataannya, saya bangun dan saya di sana. Hanya itu.

"Saya tidak berbohong. Jadi, saya mohon lepaskan saya," lirih Flora. "Kata Anda, jalur darurat sudah tertimbun longsor, bukan? Bagaimana jika Anda melepaskan saya di sana?"

Jika memang Flora bisa muncul dari sana, Flora juga yakin bahwa dia bisa kembali ke tempat asalnya di sana.

"Tidak semudah itu, Nona Flora." Pangeran Barrack menatap Flora dengan tatapan membunuh. Meski taak dapat melihat kerutan keningnya, mata onyx-nya yang terlihat membara itu menjelaskan semuanya. "Belum pernah ada seorang pun yang bisa keluar hidup-hidup dari gerbang kerajaan ini setelah sudah melihat wajahku."

Kini Flora benar-benar ketakutan. Sungguh, rasanya ia ingin membuat dirinya amnesia hanya untuk melupakan wajah tampan dari lelaki yang mengaku pangeran ini. Hidupnya jelas terancam setelah ini. Flora membenci semua hal yang menimpanya hari ini.

"Aku bisa memberimu keringanan." Mendengar itu, Flora mengangkat kepalanya dengan senyuman berseri. "Tetapi dengan satu kondisi."

Flora berdiri dari duduknya, memegang jeruji, kini tatapannya lebih dekat dengan pangeran itu. Ia mengangguk antusias.

"S-saya siap dengan apapun kondisinya."

Flora yang malang hanya tidak tahu syarat sulit tengah menunggunya.

Tbc

2 Mei 2018

a/n

Siapa yang kemarin nebak nama pangerannya Fauna? -_-

Selamat, kamu sudah salah tebak.

Dan siapa yang kangen author note panjangku?

Kangen ga kangen, bilang kangen. Nanti aku ngambek lho.

Cindyana

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro