11

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Suara langkah sepatu kuda terus menyentak dengan gagahnya.

Pangeran Barrack juga masih duduk tegak dan berfokus pada perjalanan mereka.

Flora sebenarnya mengantuk, tapi dia tidak ingin tidur. Tidak dalam keadaan memeluk kuda yang sedang membalap atau menyandar pada pangeran. Itu hal terakhir yang akan dilakukannya, Flora bersumpah.

Flora saat ini hanya berpegangan pada beberapa tali berbahan kulit yang kuat dan dipastikan tidak akan menerbangkannya meskipun jika kuda ini berlari lebih cepat daripada ini.

Tidak ada yang tahu kemana Pangeran Barrack akan membawanya, Flora hanya memutuskan untuk memercayai pangeran yang mengatakan bahwa dia akan membawa Flora ke ujung jalur rahasia.

Ujung yang seharusnya merupakan tempat mereka keluar saat mereka masuk dengan jalan rahasia. Ujung yang telah dihalangi oleh bebatuan longsong. Ujung yang mungkin bisa memberikannya jawaban ... di mana dia berada sekarang.

Sudah lebih dari setengah jam--Flora tidak tahu bagaimana menyebutkan setengah jam di sini, tapi kira-kira sudah selama itulah dia duduk di atas pelana dalam keadaan mengantuk dan terguncang karena hentakan kuda. Oh, juga, sudah selama itu pula Flora tidak bisa berhenti merasa cemas dengan sekitarnya.

Saat ini jalan yang mereka lewati adalah hutan yang memiliki banyak rerumputan panjang, pohon dengan berbagai macam jenis dan ukuran. Malam yang cerah masih menemani mereka bersama bulan dan bintang-bintang.

Kalau bukan Flora yang mengalami hal ini, dia pasti akan menganggap bahwa keadaannya saat ini adalah keadaan paling romantis dan mengesankan di muka bumi. Sayangnya, ya, Flora tidak bisa merasa senang sama sekali karena dia benar-benar tertekan dalam situasi ini.

Dalam lajuan kuda yang semakin cepat dan angin yang berhembus semakin memaksa mata untuk tertutup, Flora tiba-tiba merasakan pangeran menggeser tempat duduknya, mendekat padanya yang duduk di ujung pelana, berusaha menjauhkan diri.

"Ceritakan sesuatu."

Flora tergagap dan ia menolehkan seperempat kepalanya untuk memeriksa keadaan di belakangnya. Pangeran masih fokus dengan jalannya dan Flora yang tadinya memikirkan nasibnya, langsung berhenti berpikir. Kali ini dia memilih berfokus pada Pangeran Barrack untuk sebentar.

"Ceritakan apa?"

Flora tidak yakin bahwa Pangeran Barrack mendengarkan, sebab setelah ia menunggu sekian lama, pangeran tidak juga menjawab pertanyaannya. Kali ini Flora berusaha berpikir positif, mungkin saja Pangeran Barrack sedang berusaha mencerna kata-katanya.

"Tentang duniamu. Ceritakan."

Flora mengerjap. Ia memiringkan kepalanya, berpikir sejenak tentang hal yang harus dia ceritakan untuk membuat pangeran terkesan. Dan dia punya banyak hal di kepalanya.

"Dunia tempat saya tinggal ... menyenangkan." Flora memulainya dengan agak canggung. "Iya, menyenangkan."

"Menyenangkan bagaimana?"

"Ada banyak tempat yang bisa dikunjungi ..."

Flora mulai membayangkan departemen store, salon kecantikan langganannya, butik dengan baju murah dan kekiniannya, food street yang deretannya punya aroma menggiurkan yang menggoda iman dan banyak hal lain.

Dia sudah sangat merindukan tempat-tempat itu. Tidak hanya sampai di sana, dia mulai memikirkan ponsel pintarnya yang disudah ditinggalkannya selama beberapa hari. Dia yakin, beberapa pengikutnya di sosial media sudah berhenti mengikutinya karena dia tidak membagikan apapun.

Oh, dan wifi. Dulu Flora kira dia tidak akan bisa hidup sehari pun tanpa wifi. Kenyataannya, dia hampir mati bukan karena tidak ada wifi, melainkan karena dituduh penyusup dalam kerajaan asing ini.

"Apa yang kau lakukan saat senggang?" tanya Pangeran Barrack, masih memacu kudanya.

Banyak. Terlalu banyak hal yang dilakukan oleh Flora, sampai-sampai dia sendiri juga tidak bisa mengingatnya. Yang paling sering dilakukannya adalah membaca ulang novel favoritnya yang sudah diikutinya sejak masih dipublikasikan dalam sosial media. Flora senang membaca ulang cerita itu, terutama di bagian lucu, manis, dan membuat baper--itu kalau bahasa di dunia Flora.

"Saya suka membaca," jawab Flora sekenanya.

"Membaca apa?"

"Novel."

Hening sejenak. Tidak ada suara apapun yang terdengar kecuali desiran angin dan suara sepatu kuda.

"Apa itu novel?"

Karena sudah menduga bahwa pangeran akan bertanya, maka Flora telah menyiapkan jawaban.

"Itu semacam cerita fiktif."

Pangeran Barrack dalam hati berpikir bahwa pembuat novel yang merekayasa cerita pasti akan dipancung mati, jika dia tinggal di kerajaan yang dipimpin ayahnya.

Ayahnya benci dengan cerita yang asal dibuat. Pangeran Barrack sebenarnya ingin mengatakan hal itu pada Flora, tapi dia tidak ingin Flora semakin ketakutan.

Tentu saja pangeran Barrack menyadari bahwa Flora telah menjaga jarak darinya sejak tadi. Dia tidak akan berkomentar, asalkan Flora masih berada di antara kedua tangannya.

"Apa yang tidak ada di sana?" pangeran Barrack bertanya.

Flora berpikir sejenak, lalu menjawab, "Penyihir. Di sana tidak ada penyihir."

Pangeran Barrack mengangguk termangut. Jika di dunia Flora tidak memiliki penyihir, bukankah itu berarti Flora tidak tahu soal pasangan jiwa dan hal seperti itu?

"Flora, apa kau pernah dengar soal--"

"Uh ..." Flora langsung meringis sambil meremas tangan kanannya dengan tangannya yang lain.

Tanpa pendukung apapun yang membuat Flora bertahan di ujung pelana depan, punggungnya pun akhirnya bertabrakan dengan tubuh Pangeran Barrack.

Pangeran yang menyadari hal itu langsung menghentikan pacuannya.

"Flora?"

Flora masih meringis kesakitan.

Pangeran Barrack mengeluarkan sebuah kantung kecil dari kantung besar yang diikatnya pada punggung kuda. Lalu menyerahkannya pada Flora.

"Itu dari Penyihir Flynn agar sakitnya lebih berkurang. Oleskan sendiri, ya. Aku akan meminta Frank lebih pelan."

Pangeran Barrack berdeham.

"Maksudku kuda."

Flora menerima kantong sambil bergumam, "Maaf, saya mengambil dengan tangan kiri."

Pangeran Barrack tidak mengerti ada apa dengan menerima dengan tangan kiri, tapi dia tetap mengiyakan.

Sesuai janjinya tadi, dia memelankan pacuan kudanya agar Flora bisa memakai obat itu secara merata.

Setelah tangan Flora agak mendingan, dia mengembalikan kantong itu pada Pangeran Barrack.

"Pangeran benar. Tangan saya sudah lebih baik. Terima kasih."

Dan pangeran Barrack melihat senyuman Flora yang ditujukan padanya, di depan matanya.

"Iya," jawabnya pelan.

Pangeran Barrack mulai berpikir untuk mempercepat pacuannya hanya agar Flora tidak mendengar suara detaknya yang mulai berisik.

tbc

16 Mei

a/n

TIDAAAAK SUDAH 00.00 SAAT AKU MENULIS INI. TIDAAAAAK.

Oke, anggap saja ini updatean tanggal 16 okee?

Selamat menunaikan ibadah puasa bagi yang menjalankan.

-Cindyana

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro