Bagian 5 - Temptation Test

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Saat aku masuk ke rumah Gavin, pikiranku masih kacau balau.

MC: "Gavin, apakah misimu benar-benar sudah selesai?"

Gavin: "Apa menurutmu kita masih berakting?"

MC: "Aku hanya merasa itu seperti tidak nyata. Seakan-akan, ada malaikat muncul begitu aku membuat permohonan lalu permohonanku diwujudkannya."

Gavin: "Jika itu permohonanmu, secara pribadi, aku akan mewujudkannya untukmu. Aku telah kembali, MC."

Gavin menangkup wajahku. Jari-jarinya sedikit dingin karena hujan. Dia mendekat, mencerap panas tubuhku.

Gavin: "Meskipun misi khusus ini belum berakhir, bagianku sudah selesai."

MC: "Aku belum begitu paham."

Gavin: "Kau harus tahu, ada banyak orang di level tinggi, orang-orang yang tidak kaukenal ... banyak orang ini berurusan dengan STF dan mengetahui wajah Gavin Bai."

MC: "Tapi, kau masih mengubah identitasmu dan menghadiri pesta perjamuan. Pada akhirnya, sekelompok orang yang menerobos masuk pergi meninggalkanmu, bukan?"

Gavin: "Hanya karena orang-orang itu tidak mengenaliku, bukan berarti para petinggi tidak. Kehadiranku itu hanyalah satu peringatan. Itu dimaksudkan untuk memberi tahu kepada beberapa orang khusus kalau aku ada di sana. Sisanya, itu hanyalah peringatan formalitas."

Aku tercenung sesaat, mencerna kata-kata Gavin dengan hati-hati.

MC: "Jadi, itu sebabnya kau mengatakan kalau namaku akan terikat dengan nama Gavin Bai atau Bai Qi? Kau sengaja membiarkan orang yang mengenalimu berpikir kalau kau menggunakan identitas palsu? Kau melakukan itu semua untuk peringatan tertentu?"

Dia tertawa pelan, membenarkan dugaanku.

Gavin: "Masih belum saatnya STF muncul."

MC: "Kalau begitu, apakah sandiwara yang kulakukan waktu itu agak berlebihan .... "

Gavin: "Tentu saja tidak. Kau benar saat itu. Kalau aku ketahuan berada di kamar itu sendirian, itu akan mengarahkan lebih banyak kecurigaan kepadaku. Yang perlu kulakukan itu: secara netral mencari perhatian, bukan memancing kecurigaan karena bersembunyi dalam kamar dalam waktu lama. Inisiatifmu sangat bagus saat itu. Itu jujur, sungguh."

Gavin bicara dengan terus terang, menggunakan kata-kata yang paling lugas untuk menyingkirkan semua kekhawatiranku.

MC: "Baguslah, tapi, kau bilang misinya belum berakhir. Lalu kau mengatakan untuk mencari perhatian secara alamiah."

Gavin: "Mm."

Gavin mendekat ke telingaku, memberi gumaman halus untuk mengonfirmasi tebakanku.

Gavin: "Yang harus kulakukan adalah menyelinapkan mata-mata yang sebenarnya. Dalam misi ini, akulah targetnya."

Setelah mengatakan ini, dia mengangkat kepala. Matanya dipenuhi beban dan semangat berapi-api.

Untuk mendapatkan skema hari ini, aku tak tahu ada berapa banyak malam tanpa tidur, upaya melelahkan, dan risiko yang ditempuh untuk menyukseskan misi.

Lelaki ini, tidak diragukan lagi, akan selalu berjalan di sepanjang jalan kebenaran ini, dengan mantap dan tanpa pamrih.

Aku takjub dengan renjana ini dan merasa bangga pada Gavin. Sayangnya, dengan ini, aku tak bisa banyak berharap dia mampu menjaga dirinya sendiri.

MC: "Dua bulan ini, kau pasti tidak dapat tidur nyenyak, kan? Pergilah mandi lalu beristirahatlah dengan baik."

Aku mengatakan ini sambil mendorongnya ke kamar mandi. Namun, Gavin malah melemparkan jas luarnya dengan malas. Dia menarikku hingga kami jatuh berdua ke beanbag dekat jendela.

Gavin: "Aku begitu lelah hingga tak ingin bergerak sekarang. Begini saja, biarkan aku melihatmu lebih lama."

MC: "Memangnya melihatku saja bisa membuatmu tidak lelah?"

Gavin: "Aku harus mengamati beberapa saat lagi baru bisa memberitahumu."

Gavin bicara dengan serius dan percaya diri. Tak berdaya menghadapi Gavin yang tak tahu malu ini, ujung jariku menyentuh dadanya. Segera, terciumlah aroma wine samar-samar.

Lelaki ini mungkin berganti pakaian secepat kilat dan tidak membersihkan diri sebelum memakai kemeja baru lalu melanjutkan misi.

Melihat Gavin seperti ini, godaan memberikan beberapa botol wine lagi padanya mampir di kepalaku. Dengan melakukan itu, dia akan mabuk sampai hilang kesadaran, tak peduli lagi dengan tanggung jawab dan kewajiban. Hanya dengan begitu, dia akan benar-benar beristirahat selama beberapa hari.

Tapi ... tentu ini hanya khayalan mengambekku saja.

Gavin: "MC, apa yang sedang kau pikirkan?"

Pertanyaan Gavin menyela khayalanku. Di bawah tirai malam, manik amber-nya jernih dan tajam. Sorot matanya seolah bisa melihat menembus diriku.

MC: "T-tidak. Tidak memikirkan apa-apa."

Dia menatapku dengan pandangan meninjau. Setelah beberapa lama, dia bangkit, mengambil ponsel, lalu melangkah menuju balkon.

Gavin: "Beri aku waktu sebentar."

Ini sudah larut malam. Gerimis di luar jendela mengaburkan pandangan. Gavin berdiri di celah-celah yang terpecah-pecah, seolah sedang memancarkan sinar paling terang.

Gavin: "Jalankan sesuai rencana ... di tempat Eli ... mm ... situasi mata-mata ... oh, ya ... terkait apa yang saya katakan sebelum pergi."

Telepon ini mungkin berkaitan dengan misi. Gavin berdiri di balkon dan berbicara dengan seseorang dengan nada tegas dan serius.

Aku mengalihkan pandangan, mulai berpikir apa yang harus kulakukan beberapa hari ke depan.

Gavin: "Aku sudah selesai."

Bersamaan dengan terdengarnya suara itu, aku melihat Gavin telah mengakhiri percakapan di telepon tanpa sepengetahuanku.

Dengan sangat santai, Gavin menekan tombol off di ponsel. Dia melemparkan ponsel ke samping. Kemudian, dia membawa sebotol wine dan kembali duduk di sampingku.

Gavin: "Kau tidak minum di pesta tadi. Mau minum sekarang?"

MC: "Bolehkah?"

Gavin: "Kenapa tidak? *batuk-batuk* Di pesta tadi ... aku hanya tidak mau orang melihat bagaimana kalau kau mabuk."

Mendengarnya mengatakan ini, aku mengingat pelukan di sela angin pantai itu, juga rasa bir buah yang jernih.

[ Catatan Cheri: Ini adalah adegan di Slightly Drunken Date! ]

MC: "Aku bukan hendak mabuk di pesta itu! Dulu, aku mabuk karena kau ada di sana .... "

Gavin: "Meski begitu, aku tidak rela."

Jantungku berdebar cepat. Mataku mengedip, berpikir bagaimana Gavin telah mematikan ponsel. Khayalan yang menggodaku tadi tiba-tiba muncul lagi dalam kepala.

MC: "Kalau begitu, aku tidak sungkan lagi!"

Aku menyambar botol wine di tangan Gavin. Aku menuang tiga gelas, lalu menghabiskannya dalam satu tarikan napas.

MC: "Saat pesta tadi, Tuan Lin merebut wine-ku. Nah, bukankah seharusnya Tuan Bai sekarang harus mendapat tiga gelas hukuman?"

Aku mengangsurkan gelas ke Gavin. Dia mengangkat alis, lalu mengambil cangkir, menenggak tiga gelas wine itu sekaligus.

Gavin: "Segelas ... dua gelas ... tiga gelas."

Dia minum dengan enteng. Rona merah merayap naik di lehernya, mendatangkan warna yang terlihat imut.

Gavin: "Maaf, sudah mengambil wine-mu, tapi, aku tetap akan merebutnya lain kali."

MC: "Permintaan maafmu sungguh tidak tulus! Kau harus dihukum dua gelas lagi!"

Sambil mengangkat gelas, aku menyesap sedikit sambil menggerutu.

Gavin memandangku sekilas. Dia membungkuk dan mengambil sebotol wine. Dengan santai, Gavin menuangkan lebih banyak wine untuknya sendiri. Tak tergesa-gesa, dia menenggak empat gelas lagi.

Gavin: "Ini perpanjangan hukuman atas ketidak tulusanku."

MC: "Pfft .... "

Gelembung berwarna-warni membuncah di hatiku. Pikiranku seperti bulu yang melayang-layang, semua ini terjadi karena kelakuan lelaki di depanku ini.

Karena lelaki ini terlihat sangat lugu, aku akhirnya menggunakan berbagai alasan dan trik untuk menyodorkannya gelas demi gelas. Di saat yang sama, aku tidak mau banyak minum.

Gavin tidak menolak sama sekali. Dia hanya menghabiskan semua wine yang kutuangkan di gelasnya.

Cahaya lembut kini menari-nari di atas matanya yang tertutup, begitu memabukkan sekaligus memikat.

MC: "Gavin, apa kau mabuk?"

Gavin: "Mhmhmm."

Dia bersandar di beanbag, mengangkat kepala dan tersenyum padaku. Meskipun aku tidak minum sebanyak dia, akulah yang merasa mabuk kepayang.

MC: "Hore! Aku memperoleh Gavin yang mabuk!"

Gavin: "Mm?"

MC: "Kubilang, aku ingin melihat lebih banyak sisi lainmu. Sampai sekarang, aku masih belum melihat semua sisi Gavin."

Gavin: "Sisi mana dariku yang belum kau lihat?"

MC: "Misalnya, sisi Gavin yang mabuk sekarang ... dan sisi penyamaranmu! Aku bahkan belum melihat penampilanmu di hotel pada malam hari itu!"

Sejenak, Gavin tertegun. Dia memiringkan kepala, memperlihatkan lehernya. Bibirnya terangkat. Diulurkannya tangan untuk menepis sehelai rambut dari mataku.

Gavin: "Kau sudah melihatnya sekarang."

MC: "Kau tampak sangat gagah saat menyamar. Adakah yang mencoba merayumu?"

Gavin: "Tidak."

MC: "Bagaimana bisa kau begitu yakin?"

Gavin: "Aku punya cara sendiri agar mereka menjauhiku. Selain itu, aku bisa membuktikan kalau aku tidak akan tergoda. Mau mencoba?"

Jangan-jangan, aroma wine-lah yang membuat pikiran ini berkabut. Mendengar kata-kata Gavin, aku menggunakan keberanian dari alkohol untuk mengajukan diriku kepadanya.

Karena gerakanku begitu tiba-tiba, kemejanya yang lembab menjadi semakin kusut.

Aku membungkuk, duduk di sisi atas Gavin. Bau alkohol tercium dari tubuhnya. Ujung jariku kemudian bergerak naik dari bagian abdomen perut ke dadanya.

Perlahan, bulir-bulir keringat membasahi dadanya. Sentuhan ringan jariku membuat dadanya terangkat dan memacu denyut nadinya.

Gavin: "Tidak, tidak cukup mempan."

MC: "Jangan buru-buru!"

Kurasakan jemariku gemetar, tapi, memikirkan Gavin sedang mabuk dan mungkin takkan mengingat ini saat sadar, keberanianku membesar begitu saja.

Aku menundukkan kepala, membayangkan bagaimana dia membuat tanda padaku lalu menjejakkan ciuman lembut di lokasi yang sama.

Gavin bergeming. Namun, manik matanya menggelap saat menatapku. Dalam helaan napas lembut, dia memperhatikan saat aku memiringkan kepala, menggigit liontin yang tergantung di lehernya.

Selama menggigit liontin, perlahan-lahan ... sensasi intens yang dalam bak gelombang lautan semakin menghanyutkanku kepadanya.

Hujan di luar jendela sepertinya menderas, menerpa jendela. Kesadaranku seketika menajam, tubuhku juga mundur oleh dorongan insting.

Tapi, lagi-lagi, Gavin lebih cepat. Dia menekan bagian atas kepalaku, mencegahku mundur walau seinci.

Gavin: "Jangan tutup matamu."

Di tengah helaan napas yang panas membara, bibir Gavin mendekat sedikit demi sedikit lalu mendarat di sisi bibirku, hanya menggoda sekilas untuk membuatku kesal.

Tawa serak dan pelan menggema di telingaku. Satu belaian hangat terasa menyentuh telingaku. Sentuhan lidahnya menelusuri tulang telinga, menyapu tiap sudutnya.

MC: "Gavin .... "

Gavin: "Ssh!"

Ciuman yang basah dan dalam masuk ke telingaku. Syaraf-syarafku bergetar menggelenyar. Aku menggigil dan memejamkan mata ... seolah-olah hanya dia dan suaranya yang tertinggal dari seluruh dunia.

Pada akhirnya, dia menggigit lembut daun telingaku, lalu menundukkan kepala menyentuh dahiku.

Napas kami hanya berjarak sejari. Helaan napas yang beradu ini tampaknya membangkitkan lebih banyak emosi daripada ciuman.

Detik berikutnya, dunia jungkir balik. Sekejap saja, Gavin dan aku sudah bertukar posisi.

MC: " ...!"

Jemarinya menyentuh ujung bibirku, meluncur ke bawah leher dan terus bergerak ke bawah.

MC: "Bukankah kau sedang membuktikan kalau kau tidak akan tergoda?"

Gavin: "Memang benar aku tidak akan tergoda. Kecuali olehmu."

Matanya dipenuhi kilat licik seseorang yang berhasil memasang perangkap. Kemabukan dirinya menghilang sepenuhnya. Mata Gavin benderang, hanya tertutup sedikit kabut dari gairah yang kubangkitkan sebelumnya.

MC: "Kau tidak mabuk!"

Gavin: "Katanya kau ingin melihat Gavin yang mabuk."

MC: "Bagaimana kau tahu ..?"

Gavin: "Kalau kau ingin mendengar alasanku, aku bisa menjelaskannya pelan-pelan lain kali. Tapi sekarang, ada sesuatu yang lebih penting."

MC: "Tung ... tunggu!"

Gavin: "Aku tidak menunggu."

Ciuman lembut mendominasi bibirku, seolah tak mau melewatkan sudut terkecil dalam mulut.

Di atas beanbag kecil itu, pakaian kami jadi berantakan. Memang menempel di tubuh, tapi, tak tahu apakah pakaian itu lembab oleh wine atau keringat ... entahlah.

MC: "Mm ... pembohong! Kau belum menunjukkan kepadaku seperti apa Gavin kalau sedang mabuk!"

Gavin: "Tidak perlu terburu-buru. Minggu depan, aku akan sepenuhnya menjadi milikmu. Tidak ada yang akan mengganggu kita. Kita bisa menggunakan waktu kita untuk menikmati kebersamaan ini."

[ SELESAI ]
🎐🎐🎐

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro