2. Ade Bobo di Kolam Ikan

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Kangen gak sih?

Kangen lah ya😂

🍡🍡🍡🍡🍡

Tangan Aaron terlipat di depan dadanya, sedangkanya tangan Ceden memegang kedua pinggangnya ditambah kaki kanannya yang bergerak menghentak beberapa kali. Keduanya memandang ke arah pintu rumah, tepatnya ke arah anak yang berdiri di depan pintu tersebut.

Sedangkan si anak yang dipelototin itu hanya memandang kedua anak di depannya dengan pandangan polos sekaligus takut.

"Sapa nih?" suara imut sekaligus sok galak Ceden terdengar.

Daffin berdiri di belakang kedua adiknya yang bergaya preman ini mendatangani anak kecil itu.

"Eh ... Abang jangan deket-deket, nanti culik," kali ini suara Aaron terdengar.

Daffin menoleh ke arah si Ade. Lalu ia geleng-geleng kepala. Jelas-jelas badan dia lebih gede dari anak yang baru dateng ini, bisa-bisanya dia diculik. Dasar anak kecil, begitu pikirnya.

"Ehhh ... Gantengnya Bapak udah dateng nih ya," ucap Deana menghampiri anak kecil yang masih berdiri di depan pintu.

Di belakang anak itu ada Caesar yang membawa tas gemblok berwarna hijau bergambar Ben 10.

Tolong jangan berpikir macam-macam ya pemirsa. Tolong yang mikir itu anak Caesar dan perempuan lain, dibuang jauh-jauh ya pemikiran itu. Karena tepat di belakang Caesar ada Axel dan istrinya.

Iya, anak ganteng yang daritadi masih dihadang dan masih dipelototin Ade dan Dede itu anaknya Axel dan istri, alias sepupu mereka sendiri.

Sebenernya mereka kenal, hampir setiap hari telponan dan ngga jarang video call-an, sebulan sekali ketemu bahkan. Entah Deana yang main ke Jakarta, atau rombongan dari rumah Jakarta main ke Bandung. Tapi seperti biasa, namanya anak kecil kalau ngga diliat lama dan sering, akan lupa. Beda sama Daffin yang udah bisa ngenalin sepupunya sendiri.

"Ini sapa sih?" ulang Ceden masih dengan gaya yang sama dari satu menit yang lalu.

"Aduh, anak girl sama boy­-nya Buya ini preman ya?" tanya Deana sambil tertawa. Lalu ia berlutut di depan keponakannya. Ade dan Dede mulai mendekat, namun tetap berdiri di belakang Buya-nya.

Axel tertawa melihat Ceden, anak perempuan yang selalu disebut-sebut kakaknya manis ini ternyata galak. Kalo lagi telponan emang manis banget, tapi kalo ketemu langsung galaknya bukan main. "Ini calon-calon yang ngelabrak junior kalo pake rok pendek, nih."

Caesar tertawa mendengarnya. Ia mengakui anak perempuannya sangatlah galak. Hobinya ngajak berantem Aaron, setelah itu playing victim dengan bilang dia dinakalin duluan.

"Coba, ini siapa sih namanya? Buya lupa deh..." ucap Deana berusaha mencairkan suasana. Ia menarik dua anak kecilnya yang setia berdiri di belakangnya, sambil memegang kedua tangan kanan anaknya untuk bersalaman.

Anak kecil itu menoleh ke belakang, melihat ke arah Bapaknya, minta konfirmasi untuk nyebutin nama ke 'orang yang ngga dikenal'. Setelah mendapat anggukan, ia dengan suara pelan mulai menyebutkan namanya. "Abi-abi."

"Abi-abi?" tanya Deana. Jangan hujat ibu tiga anak yang hobinya isengin anak kecil. Emang seneng aja bikin anak kecil bete.

'Abi-abi' pun manyun, keningnya juga ikut berkerut, ia kesal. "ABI-ABIIIII," ucapnya.

Aaron melotot karena mendengar suara teriakan. "Iya, abi-abi."

"Bukaaaaan. Bunda....." panggil anak itu.

Perempuan yang dipanggil Bunda, yang ngga lain adalah istri Axel tersenyum sambil ikut berlutut supaya tingginya sejajar dengan anaknya, keponakan-keponakannya dan juga kakak iparnya. "Namanya Abirabi, Buya. Bukan abi-abi."

"Namanya Abi-abi Buya, bukan abi-abi," ulang anak itu.

Deana tertawa karena nama yang disebut ngga ada bedanya. Lalu ia mengangguk dengan wajah sok serius. "Oh, Abirabi toh. Maaf deh Buyanya salah denger tadi."

Anak kecil itu mengangguk.

"Dipanggilnya siapa sih kalo di rumah?" tanya Deana lagi.

"Mas Abi..."

🍡🍡🍡

"Ey, Mas Abi ngga boleh bobo disini. Ini tempat bobo Abang sama Ade..."

Mas Abi yang udah siap bobo itupun sedih dan bingung. Kayanya daritadi dia digalakin mulu di rumah ini, padahal kalo di rumahnya – rumah Poponya – dia dibaikin banget.

"Boleh, Ade ... Kan ini kamar anak laki," jawab Daffin males ribut-ribut.

Jawaban Daffin bukannya bikin Ade seneng, malah bikin Adenya sebal. Ia keluar kamar dan teriak dari depan kamarnya, "BUYAAA ... AYAAAH, ABANG NAKAL! MAS ABI NGGA BOLEH BOBO."

Aaron duduk di depan pintu kamarnya, sambil memasang wajah cemberut dan tangan yang masih dilipat di depan dadanya.

Sekitar lima menit, Caesar menghampiri kembarannya. Persis seperti dia, ngga mau kalah, ngga mau orang lain dapet perhatian lebih dari yang dia dapet, ngga suka ada saingan. Fix, copy paste. "Ade ngga boleh gitu, Mas Abi kan sodaranya Ade."

"Enggaaa, bukan sodala!"

"Adeee..." Caesar berusaha menahan suaranya.

Bukannya takut dan menangis, Aaron malah melotot ke arah Caesar. "Mas Abi bobo di kolam ikan aja," ucapnya.

Kening Caesar berkerut. "Ade aja yang bobo di kolam ikan."

"Enggaaaa ayAHHHHHHH," ucapnya tiba-tiba dengan nada tinggi di akhir. Lalu ia berlari ke bawah karena tau Buyanya ada di bawah masih mengobrol dengan dua orang yang dia masih bingung itu siapa padahal sering telponan bahkan sering nodong mainan.

"Buyaa ... Mas Abi bobo di kolam ikan aja," ucapnya lagi. "Ade ngga mau bobo sama Mas Abi."

Axel dan istrinya melihat itu, pastinya ngga marah dan hanya tersenyum. Ini persiapan mental buat mereka kalau nantinya mau kasih ade ke Mas Abi. Sebelumnya Deana cerita, di rumah ini anak-anaknya pada posesif jadi ngga boleh ada anak kecil lain pasti dijutekin. Kaya mau masuk sekolah gitu, diospek dulu awalnya tapi abis itu main bareng juga.

"Ade ngga boleh kaya gitu ya. Ayah udah bilang, Mas Abi itu sodaranya Ade."

Aaron menoleh ke Ayah yang berjalan ke arahnya. "Bukan. Bukan sodala, ngga mau."

"Ya udah kalo gitu Ade aja yang bobo di kolam ikan," ucap Caesar akhirnya.

Mendengar ucapan Ayah, sontak Aaron terdiam dan beberapa detik kemudian ia memeluk Buyanya dan meletakan wajahnya di paha Buyanya. Ia menangis, tapi ngga mau keliatan menangis. "Ayaaah, nakal," ucapnya sambil nangis.

Caesar melotot. Dia ngga ada maksud bikin anaknya nangis, apalagi yang dia tau Aaron itu ngga gampang nangis, beda sama Daffin yang pas kecil hatinya sensitif.

Deana mengusap punggung anaknya. Tapi dia memamerkan cengiran lebar ke arah suaminya. "Wayoloh Ayah, anaknya nangis."

Istri Axel buru-buru berlutut di sebelah Aaron, dan ikut mengusap bahu keponakannya itu. "Maaf ya sayang, Mas Abi bobonya sama Bunda deh?"

Mendengar itu, Aaron langsung memunculkan wajahnya, masih dengan air matanya yang mengalir. Anak itu pelan-pelan menggeleng ke arah Bundanya Abi. Lalu ia lanjut menangis karena diomelin Ayah.

Deana hanya mengusap punggung anaknya. Sebelumnya, keduanya – Caesar dan Deana – sepakat kalau yang satu lagi marahin anak, yang satu ngga boleh belain. Mereka harus kompak untuk didik anak, pas bikin salah ditegur. Jangan yang satu negur, yang satu ngebela. Nanti anaknya bakal mikir perbuatan salah dia tuh masih ngga apa-apa kok kalo dilakuin, kan bakal dibelain.

Caesar merentangkan tangannya, minta dipeluk anak tengahnya, satu-satunya kembarannya dalam hal penampilan dan sifat. "Ade ngga mau bobo sama Mas Abi?" tanyanya lembut.

Tetap pada pendiriannya, Aaron menggelenng karena dia ngga mau bobo sama sepupunya itu.

"Ya udah, Ade bobo sama Ayah sama Buya aja ya?"

Perlahan, Aaron mengangguk dan mendekat ke arah Caesar dan ikut memeluk Ayahnya.

"Uluh-uluh, anak Ayah dia nih," ucap Deana dengan tawanya.

Caesar mengangguk, ia berdiri dan menggendong Aaron untuk duduk bersama di ruang tamu, sambil nunggu anak itu ngantuk. Harus ngantuk dulu baru bisa dibawa ke kamar, karena kalo masih on, bakal berantem sama Ceden rebutan tidur di deket Ayah atau Buya-nya.

"Ini sayangnya Ayah?"

"Iyaa," ucapnya masih dengan sisa tangisan yang belum sepenuhnya selesai.

🍡🍡🍡🍡🍡

Lohaaa, gimana part ini?

Dear Mocci 1...

Dear Mocci 2...

Dear Mocci 3...

🦋22.08.2021🦋
Ta💙

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro