As You Wish: BAB 10

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Sama seperti Mona yang dijemput dengan Angkasa, sore ini Dara dijemput oleh Randi setelah gadis itu menceritakan soal apa yang baru saja terjadi di antara dirinya dengan Mona. Sepuluh menit Dara masih duduk di kursi yang sama di depan gedung fakultasnya, menantikan Randi yang akhirnya datang dengan satu kaleng susu beruang, serta satu kotak bekal yang ia letakkan di atas meja, bersamaan dengan pertanyaan, "Jadi, kenapa lagi, nih?"

Dara menengadah, mendapati Randi datang dan segera duduk di hadapannya. Gadis itu menceritakan kronologi keributannya dengan Mona serinci-rincinya. Randi diam menyimak.

Semakin lama, suara Dara semakin lirih. Samar-samar, Randi bisa melihat ekspresi Dara berubah derastis. Semakin masam. Bahkan kini matanya berlinang air mata, tepat ketika Dara bicara, "Angkasa kan juga berhak bahagia, Ran. Lo, gue, semuanya berhak bahagia. Mona udah memutuskan buat putus dari lo, dan memutuskan buat masuk di antara gue sama Angkasa. Dia ngambil kebahagiaan kita semua, Ran. Mona egois."

Sebelah tangan Dara tergerak untuk menyeka air matanya yang sudah begitu menumpuk di pelupuk matanya. Ini membuat Randi lantas berpindah tempat duduk ke sebelah Dara. Laki-laki itu mengusap bahu Dara pelan, yang justru membuat gadis di sebelahnya menangis semakin menjadi.

"Ran, Mona itu udah memutuskan buat milih Angkasa, tapi kenapa dia masih ngebatasin orang-orang yang harusnya udah nggak terlibat lagi sama hidupnya?" tanya Dara di tengah tangisnya yang pecah. Dara tidak peduli lagi keduanya sedang berada di kampus. Bahkan tak peduli lagi ketika ia sadar beberapa orang menaruh perhatian sambil berlalu lalang.

Tidak ada yang bisa Randi lakukan selain menenangkan Dara. Laki-laki itu tidak pernah menyangka kalau Mona akan seperti ini kepada sahabatnya sendiri. Randi mengerti kalau Mona masih memiliki rasa cemburu karena Randi dekat dengan Dara akhir-akhir ini. Tapi kenapa Mona harus mengutarakannya segamblang itu kepada Dara? Bagaimana dengan Dara, yang sebelumnya dekat dengan Angkasa, dan bagaimana dengan Randi sendiri, yang Mona tinggalkan demi seorang Angkasa Putra Perkasa?

"Ra," panggil Randi lembut. Tangan Randi kini mengelus puncak kepala Dara. Aksinya kini sukses menyihir Dara untuk berhenti menangis sejenak, namun kini jantungnya berdebar. Kencang sekali. "Maafin gue, ya."

Tutur katanya begitu halus. Sentuhannya begitu lembut. Sayang sekali Dara begitu lemah untuk menahan diri agar jantungnya tidak berdebar-debar seperti sekarang.

"Gue antar pulang, ya, Ra?" tanya Randi.

Keduanya bersitatap, Dara diam, dan Randi menunggu jawaban. Di saat-saat seperti ini, Dara sejujurnya tidak tahu harus merespons bagaimana. Dara terlalu takut untuk jalan dengan Randi. Namun, jauh di dalam hatinya, Dara juga tidak mau menolak kebaikan Randi. Toh tawaran itu ada pasti karena Randi menganggapnya sebagai permintaan maaf.

Dan pada akhirnya, Dara hanya bisa mengangguk mengiakan tawaran dari Randi. Senyum laki-laki itu mengembang. Matanya sekilas tertuju kepada sekaleng susu beruang serta kotak bekal yang dibawanya. "Gue masakin chicken teriyaki buat lo. Mau makan dulu, atau sambil jalan pulang?"

Keputusan Dara jatuh pada pilihan pertama. Gadis itu akan makan terlebih dulu sebelum meninggalkan kawasan kampus. Segera, Dara mengambil kotak bekal berwarna kuning tersebut, kemudian membukanya. Ia disambut dengan aroma khas dari masakan Randi.

"Lo udah makan?" tanya Dara.

Randi mengangguk. "Udah. Itu emang sengaja gue bawa buat lo," katanya.

Sebelah alis Dara terangkat. "Kok buat gue?"

Sambil terkekeh, Randi mengedikkan bahu. Ia juga menggeleng. "Nggak tau. Pokoknya buat lo aja."

Selanjutnya, tidak ada percakapan apapun lagi di antara keduanya. Dara mulai makan, sementara Randi mulai menyibukkan dirinya memainkan ponsel. Ada beberapa pesan masuk dari Mona. Lama Randi menimbang keputusan untuk membuka pesannya, sampai akhirnya ia urung melihat pesan-pesan tersebut sebab tangan Dara bergerak mengambil susu beruang yang Randi bawa.

Seprotektif itu Randi menyembunyikan pesan masuk dari Mona.

Lima belas menit berselang, Dara selesai makan. Keduanya tak membuang waktu lama. Segera beranjak dan meninggalkan kawasan kampus bersama mobil yang Randi kemudikan.

Di sepanjang perjalanan, sederet lagu hit menemani perjalanan keduanya. Sesekali Dara turut menyanyi, yang entah kenapa, membuat Randi menyungging senyum kecil di wajahnya. Randi begitu senang gadis itu sudah kembali tersenyum, meski Randi masih bisa melihat bekas-bekas tangisan di matanya yang masih berkaca-kaca.

Tiba di depan rumah Dara, gadis itu lantas keluar dari mobil Randi sambil menuturkan terima kasih. Keduanya berpisah begitu Dara melambaikan tangan sambil berjalan mundur menuju ke pagar rumahnya. Senyum Randi mengembang. Dilihatnya gadis itu semakin jauh melalui jendela kiri yang sengaja Randi buka. Begitu Dara masuk, baru Randi menancap gas dalam kecepatan rendah.

Lalu ponselnya bergetar. Ada beberapa pesan masuk dari grup kelasnya. Randi melihatnya sekilas, kemudian menyadari adanya pesan dari Mona yang belum Randi baca sama sekali. Sudah satu jam berlalu. Sambil berhenti di pinggir jalan, Randi membuka pesan tersebut.

Monarisa: Ini gue Angkasa

Monarisa: Jangan dibalas ya, soalnya langsung gue hapus supaya Mona nggak baca

Monarisa: Gue mau ketemu lo malam ini, di McD deket rumah Dara

Monarisa: Gue tunggu sampai jam setengah delapan ya, Randi

Monarisa: Penting

Randi geming di balik setir. Ada apa Angkasa tiba-tiba mengajaknya bertemu seperti ini? Seingat Randi, ia tidak punya masalah apapun lagi dengan laki-laki itu pasca berakhirnya hubungannya dengan Mona.

Sepuluh menit lagi pukul setengah delapan. Randi bergegas menyakukan ponselnya, kemudian menancap gas dengan kecepatan tinggi menuju lokasi yang Angkasa sebutkan. Tepat sekali ia datang, dilihatnya Angkasa tengah mencabut charger laptop dari stop kontak. Sepertinya sudah akan beranjak. Namun datangnya Randi mengurungkan laki-laki itu untuk beranjak pergi.

"Sori, gue baru baca chat lo. Gue nggak enak kalau buka chat di depan Dara. Apalagi dari Mona," ujar Randi begitu ia duduk di depan Angkasa tanpa permisi. "Lo udah mau pulang, ya?"

"Oh, habis jalan sama Dara, ya?" tebak Angkasa sambil kembali duduk di kursinya. Nada bertanyanya terdengar lesu. Seperti orang kecewa. Randi bahkan bisa dengan mudah membaca kekecewaan tersebut dari raut wajahnya. Namun, tak ingin terlalu lama menjadi perhatian Randi, Angkasa lantas mengajukan pertanyaan lagi, "Lo mau pesan dulu atau mau langsung ngobrol? Kebetulan banget lo habis sama Dara. Gue juga mau ngomongin dia."

"Ya udah, gue pesan minum dulu, deh. Lo mau nitip nggak?" balas Randi sambil bangkit dari kursinya. Angkasa menggeleng sambil menunjukkan gelas minumannya yang masih tersisa setengah. Randi kemudian benar-benar beranjak ke kasir untuk memesan minuman, kemudian kembali bersama minumannya, dan dua kentang goreng ukuran besar. "Jadi, kenapa sama Dara?"

Angkasa berdeham. Wajah seriusnya mulai tampak. Dijelaskannya apa yang terjadi tadi siang di antara Mona dan Dara, menurut sudut pandang Mona. Sementara Randi hanya menjadi pendengar cerita panjang Angkasa.

Dari cerita Angkasa Randi bisa menyimpulkan, Mona cemburu sebab akhir-akhir ini sering melihat Dara bersamanya. Randi bisa menyimpulkan lagi, kalau sebenarnya Mona masih memiliki hati untuk Randi. Bagaimanapun Mona mengaku kalau ia lebih menyukai Angkasa ketimbang Randi, Randi yakin, jauh di dalam hatinya tidak begitu.

Randi amat sangat yakin, Mona hanya merasakan euforia ketika ia menemukan Angkasa lagi, cinta lamanya yang hilang.

Selesai Angkasa menceritakan ulang apa yang didengarnya dari Mona, kini gantian Randi yang bercerita, Angkasa yang mendengarkan. Kemudian cerita Randi berakhir ketika ia bilang, "Dara beneran suka sama lo, tapi lo nggak sadar ya, Angkasa?"

Seisi ruangan terasa begitu hening. Angkasa diam. Jantungnya berpacu cepat. Ia pernah mendengar Dara secara tidak langsung mengutarakan perasaannya, dan Angkasa memercayainya. Angkasa bahkan balik menyukai Dara, seandainya Mona tidak hadir lagi ke dalam hidupnya dan mengejarnya seperti sekarang.

Seandainya Mona tidak meninggalkan Randi demi Angkasa, mungkin malam ini bukan Randi yang duduk di hadapan Angkasa. Melainkan Aidara Amelia.

Lama Angkasa terdiam, sampai laki-laki itu memutuskan untuk tersenyum. "Gue sadar kok, Ran," akunya. "Tapi gue nggak suka sama Dara."

Randi tertawa dalam hati. Tidakmungkin, pikirnya.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro