Chapter 4

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Riku berdiri didepan sebuah mansion besar yang sangat megah, mulutnya terbuka sedikit karena kagum dengan bangunan yang ada di depannya.
"Wah... Besar sekali bangunan ini, tuan banri. Apakah aku akan tinggal di sini?" tanya Riku yang masih terkagum-kagum. Banri tertawa kecil karena pertanyaan Riku.
"Tentu saja kita akan tinggal disini. Riku tidak akan tinggal sendiri disini, kamu juga akan tinggal bersama 'suara gerbang' dan kakakmu" jelas banri kepada Riku.

"Baiklah mari kita masuk Riku! " seru Banri sambil mendorong pintu mansion yang sangat besar, bunyi derit pintu terdengar nyaring. Saat pintu sudah terbuka dengan sempurna, terpampanglah isi dari dalam mansion, sekali lagi Riku dibuat berdecak kagum dengan keindahan ruangan itu. Banri mempersilahkan Riku untuk memasuki ruangan, Riku melangkahkan kakinya memasuki aula besar yang ada didepannya. Kalau saja tangannya tidak membawa koper yang berisi barang bawaannya pasti ia sudah berlari mengelilingi aula besar itu.

"Ayo lewat sini Riku! " teriak Banri yang sudah berjalan agak jauh. Riku tersentak karena terlalu kagum dan segera berlari menyusul Banri yang menunggu di ujung lorong.
Banri menggeleng-gelengkan kepalanya dan tertawa geli karena melihat Riku yang masih mengagumi ruangan yang mereka lewati.
"Saya akan mengantarkanmu menuju kamarmu. Mansion ini sangat besar, jadi jangan sampai anda tersesat" kata Banri diselingi senyuman jahil di wajahnya. Riku segera menatap Banri dengan ekspresi kesalnya.
"Baik-baik maafkan saya. Saya hanya bercanda. "

Riku mendengus kesal, tak sengaja matanya menatap pemuda di ujung lorong yang sedang memasukkan bunga kedalam vas yang diletakkan di meja.
"Tuan Banri dia siapa? " tanya Riku sambil menunjuk pemuda itu dengan jarinya. Banri mengikuti arah jari Riku.
"Dia adalah salah satu pemuda yang saya temukan dan saya jadikan 'suara gerbang'. Namanya Izumi mitsuki. "

Pemuda yang dibicarakan tiba-tiba menoleh ke arah mereka karena merasakan ada orang yang berjalan menuju dirinya. Ia tersenyum simpul lalu menghampiri Banri dan Riku.
"Selamat datang, Kak Banri. " sapa pemuda itu dengan tetap tersenyum.
Banri membalas sapaannya, pemuda itu menatap Riku dengan pandangan bertanya. Banri dengan sigap mengenalkan Riku kepada pemuda berambut jingga.
"Mitsuki perkenalkan nama pemuda ini Na-"

Riku segera memukul pelan pundak Banri. Banri mengaduh pelan dan menoleh menuju Riku, Riku melototkan matanya mengancam banri untuk tidak melanjutkan ucapannya.
"Hmm... Jadi nama pemuda ini Na? " tanya pemuda berambut jingga bernama mitsuki.
"Ma-maksud saya namanya Riku, ia akan menjadi salah satu 'suara gerbang' yang melengkapi formasi kalian" kata Banri dengan sedikit terbata diawalnya. Ia menolehkan wajahnya kembali ke Riku dan menemukan tatapan mengancam, ia bergidik ngeri karena tatapan yang dilemparkan oleh Riku.

'Adik dan kakak sama saja ya... ' batinnya

Mitsuki mengganggukkan kepalanya paham dengan penjelasan Banri, ia lalu menatap Riku dan mengulurkan tangannya. Senyum ceria terbit di wajahnya.
"Halo namaku Izumi mitsuki! Salam kenal Riku! "
Riku balas mengulurkan tangannya menyalami tangan Mitsuki. Ia ikut tersenyum.
"Riku, untuk kedepannya mohon bantuannya" balas Riku.

Banri menatap jam tangan yang ada di pergelangan tangannya.
"Ah ada sesuatu yang harus saya urus. Mitsuki, bisakah kamu mengantar Riku menuju kamarnya. Kamarnya tepat berada di samping kamar saya."
Mitsuki mengangkat tangan dan membuat tanda ok dijarinya. Setelah Banri merasa tidak ada yang perlu ia khawatirkan, ia berjalan meninggalkan kedua pemuda yang masih berdiri ditengah lorong.

Mitsuki segera mengajak Riku menuju kamarnya, di perjalanan mitsuki terus menceritakan seluk beluk isi mansion ini sedangkan riku menggangguk paham dengan apa yang di bicarakan oleh Mitsuki.
Langkah kaki pemuda berambut jingga berhenti di sebuah pintu yang lumayan besar. Tangannya menggapai engsel pintu dan perlahan mendorongnya. Mitsuki menolehkan kepalanya menuju Riku.

"Ini adalah kamarmu. Nanti saat makan malam aku akan menjemputmu. Jadi sekarang istirahatlah. Sampai nanti" kata Mitsuki yang melambaikan tangannya lalu berjalan meninggalkan Riku. Riku pun juga membalas lambaian tangan dari mitsuki, ia menatap Mitsuki yang berjalan semakin jauh dan menghilang di belokan lorong.

Riku melangkahkan kakinya memasuki ruang yang akan menjadi tempat beristirahatnya, sekali lagi ia terpukau dengan interior dari kamarnya. Setelah ia menutup pintu, Riku berjalan menuju ranjangnya dan merebahkan tubuhnya. Tas yang berisi semua keperluannya ia letakkan di samping ranjang.

Riku mulai memejamkan matanya dan seketika ia pun terbawa ke alam mimpi yang dirajut.

'Ayah... Ibu... '

Riku terbangun dengan rasa sesak yang memenuhi rongga dadanya, tangannya meremas kuat dada sebelah kirinya. Ia berusaha mengendalikan nafasnya yang memburu dan detak jantungnya yang bertalu-talu.
Saat ia masih mengendalikan dirinya, terdengar ketukan pelan di pintu kamarnya disusul suara agak keras yang memanggil namanya.
"Riku! Sudah waktunya makan malam. Ayo kita segera bergegas menuju kesana!"

Riku turun dari ranjang yang ia tiduri tadi, kakinya bergetar saat menapak di lantai yang dingin. Setelah merasa dirinya lebih baik, ia melangkah menuju pintu dan menariknya untuk terbuka. Didepannya berdiri Mitsuki yang tak sendiri, disampingnya juga berdiri seorang pemuda berambut hitam dengan poni yang dibelah tengah. Tatapan tajam ia lemparkan kepada Riku. Riku juga menatap tajam pemuda itu, ia merasa tidak nyaman dengan tatapannya yang tajam.

Merasa ada perang dingin yang terjadi dihadapannya, Mitsuki memecahkan keheningan itu.
"Riku perkenalkan ini adikku, Izumi iori. Dia juga akan menjadi rekan kita. Iori pemuda ini bernama Riku. Ayo kalian bersalaman" kata Mitsuki seraya menarik sebelah tangan Riku dan Iori lalu memaksa mereka bersalaman. Raut wajah Riku begitu kesal sedangkan Iori menatap remeh Riku.

"Jadi ini pelengkap formasi kita? " kata Iori dengan sarkas, tatapannya meneliti Riku dari atas ke bawah, ia lalu menyilangkan tangannya dan memasang wajah dinginnya.
"Standar Kak Oogami turun ya, sampai-sampai orang seperti ini dipilih oleh beliau."
Riku mengeratkan genggaman tangannya, giginya bergelatuk karena menahan emosi yang akan meledak. Mitsuki memukul pelan kepala Iori lalu memelototinya. Setelah itu ia tertawa canggung.

"Ahahaha... Maafkan adikku Riku. Kata-katanya memang sedikit tajam. "
"Tapi kak, yang aku katakan memang benar dia-"
Kata-kata yang akan keluar dari mulut Iori berhenti karena tatapan tajam dari kakaknya. Mitsuki menghela nafas lalu meninggalkan kedua orang yang masih berseteru dibelakangnya.

"Kalian berdua hentikan adu tatapan itu sebentar. Kita harus bergegas bila tidak ingin terlambat makan malam. "
Seru Mitsuki yang sudah berjalan lumayan jauh. Iori dan Riku akhirnya tersadar lalu segera menyusul mitsuki menuju ruang makan.

Dihadapan mereka terdapat sebuah pintu yang besar. Mitsuki mendorong pintu tersebut lalu masuk ke ruangan yang dibatasi oleh pintu besar itu, disusul langkah Riku dan Iori dibelakangnya. Di kursi meja makan, sudah ada beberapa orang yang mendudukinya. Mitsuki mengambil tempat di samping pemuda berkaca mata berambut hijau, sedangkan Iori memilih duduk di samping kakaknya.

Riku masih berdiri memantung, ia kebingungan memilih tempat duduk. Sebenarnya ia ingin duduk di samping mitsuki sebab hanya dialah yang di kenal oleh Riku. Pemuda berambut ungu pucat menatap Riku yang terlihat kebingungan duduk di mana, ia berdiri dari duduknya dan menghampiri riku.
"Bila kamu tidak keberatan, kamu bisa duduk di sebelahku" ucapnya

Riku terkejut karena ada yang menyapanya, sebelum ia menjawab tawaran pemuda itu, tangannya di tarik lembut lalu di tuntun menuju kursi di samping kanan tempat duduknya. Riku duduk dengan nyaman dikursi disusul pemuda tadi yang ikut duduk di sampingnya.
"Terima kasih" ucap Riku
"Terima kasih kembali. Aku baru melihatmu disini, apakah kamu pelengkap formasi kami? " tanya pemuda itu. Riku tersenyum canggung, tangannya terangkat menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

"Ya begitulah hehehe... "
Pemuda itu mengangguk paham, ia mengulurkan tangannya menuju Riku. "Tidak sopan rasanya bila aku tidak memperkenalkan namaku. Aku Osaka sougo, untuk kedepannya mohon bantuannya! "
"Riku... Namaku Riku. Mohon bantuannya juga" balas Riku sambil mengulurkan tangan menjabat pemuda bernama Sougo itu.

"Jadi... Namamu hanya Riku, tidak ada nama keluarga? " tanyanya.
Riku menggagukkan kepalanya,  mengiyakan pertanyaan Sougo.
"Siapa dia kak Sou? " tanya pemuda berambut biru langit. Matanya menatap penasaran riku.
"Oh ini dia adalah-"
"Oh orang baru kah?!" potong pemuda berambut pirang, ia muncul tiba-tiba dari balik tubuh pemuda berambut biru langit.

Mendengar teriakan pemuda itu, tiga pemuda lain yang sedang asyik berbicara ikut menolehkan kepalanya.
"Nagi! Jangan berteriak seperti itu. Tidak sopan tahu!" kata Mitsuki yang kesal karena teriakan pemuda yang bernama Nagi.
Pemuda berambut hijau berkaca mata disampingnya menaikkan kaca matanya lalu menggeleng-gelengkan kepalanya.

"Yamato tolong bantu aku menghadapi amukan Mitsuki!" kata nagi memelas. Mitsuki melototkan matanya sementara Yamato mengangkat pundak memilih tidak peduli.

"Apa maksud perkataanmu tadi manusia kuning?! "
"Uwah tolong aku!!! Siapapun bantu aku keluar dari amukan ibu kos ini?! "
"Apa yang kau bilang?! "
Aksi Mitsuki yang memberi pelajaran dengan jitakan sayang ditatap dengan pandangan lelah oleh pemuda lain. Mereka tidak habis pikir, apa mereka tidak lelah bertengkar seperti itu setiap hari.

"Pftt... Kalian ini sangat lucu ya! " kata Riku sambil terkikik geli melihat pertengkaran Mitsuki dan Nagi. Mitsuki menghentikan pertengkarannya dengan Nagi, ia menatap takjub Riku.
"Riku... Senyumanmu manis sekali!" katanya bersemangat.
Riku memasang ekspresi tidak mengerti, ia sedikit memiringkan kepalanya.

"Nah benarkan dia imut! Iyakan Io-"
"Kak Riku kau belum mengenalkan dirimu kepada yang lain. Lebih baik kau mengenalkan dirimu dulu"
Mitsuki menatap kesal adiknya, pipinya mengembung sebelah karena kesal perkataannya sengaja dipotong. Riku mengiyakan lalu berdiri dari duduknya, semua mata tertuju padanya, ia berdehem sebentar dan menarik nafas.
"Perkenalkan namaku Riku. Aku masih baru disini dan untuk kedepannya mohon bantuannya semuanya" ucapnya sambil menundukkan badannya.

"Salam kenal Riku! " jawab mereka bersamaan. Riku kembali duduk di tempatnya semula.
Riku menoleh menuju beberapa orang yang masih belum ia kenal
"Anu... Bolehkah aku mengetahui nama kalian? " tanyanya dengan sedikit canggung. Nagi segera mengajukan diri.
"Halo namaku Rokuya nagi. Salam kenal Riku! " kata Nagi sambil tersenyum lebar.
"Lalu pemuda tinggi ini bernama Yotsuba tamaki. Ayo dek Tamaki beri salam kepada Riku" kata Sougo. Tamaki tersenyum kekanakan sambil melambaikan tangannya.
"Dan namaku Nikaido yamato, senang berkenalan denganmu" kata Yamato.

Saat mereka akan melontarkan beberapa pertanyaan kepada riku, terdengar suara langkah kaki yang bersahutan disusul pintu ruangan itu terbuka dari luar, Banri berdiri di depan pintu. Ia menatap Riku dan kawan-kawan yang sudah duduk dengan rapi dikursi, lalu tersenyum simpul. Banri melanjutkan langkahnya disusul seseorang yang juga berjalan tepat di belakangnya.
"Sepertinya semuanya sudah berkumpul, mari kita mulai acara makan kali ini." ucapnya sambil duduk di kursi paling besar.

Pemuda yang mengikuti Banri duduk di satu tempat yang tersisa, yaitu tepat dihadapan Riku. Semua memandang pemuda itu dengan pandangan penasaran namun itu tidak berlaku bagi Riku. Ia menatap terkejut pemuda dihadapannya, rasa sesak kembali memenuhi rongga dadanya, pemuda itu juga membalas tatapannya. Waktu serasa berhenti saat itu juga.

'Kakak... '

TBC

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro