Bab 43. Terus saja sial

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Sudah tiga hari ini Adistia bersembunyi di rumahnya, selama itu pula tidak terjadi kejadian aneh. Keberadaan Dita sungguh membantu gadis itu untuk tidak melakukan aktifitas di luar rumah jika tidak terlalu penting. Dan selama beberapa hari ini memang tidak ada hal penting yang perlu dilakukannya. Namun hari ini, Adistia tidak lagi bisa bersembunyi saat bundanya menelepon dari sekolah, dan meminta tolong pada Adistia untuk membawakan sebuah berkas penting yang tertinggal. 

"Penting banget, Bun? Nggak bisa besok aja?" Adistia tidak pernah menolak, tetapi kali ini dia benar-benar belum siap keluar rumah. Sementara ayah dan juga bundanya tidak ada yang tahu mengenai kesialan yang terjadi padanya akhir-akhir ini. 

"Nggak bisa, itu berkas penting banget. Dita bisa ditinggal sebentar, kan? Kamu sendiri yang antar, ya, Bunda takut kertasnya rusak kalau diantar orang lain." Adistia melirik ke arah Dita yang sedang menuang adonan ke loyang saat mendapat pertanyaan tersebut. 

"Ya udah, bentar. Map biru di kamar Bunda, kan?" Adistia pun segera melangkah ke kamar bundanya, dan menemukan map yang dimaksud. 

" Dita aku tinggal sebentar nggak papa, ya?" Adistia sudah siap dengan tas slempang kecil serta map yang sudah dimasukkan ke dalam tas berkas milik bundanya saat menanyakan hal tersebut. 

"Loh, Mbak Adis mau ke mana?" 

"Bunda suruh nganter ini." Adistia menunjukkan tas di tangannya. 

"Memang udah nggak papa Mbak Adis keluar?" 

Tentu saja Adistia masih takut, tetapi tidak mungkin bukan, dia bersembunyi selamanya? "Nggak papa kayaknya, Dit. Lagian masak mau ngumpet terus di rumah."

"Oh, ya, udah."

"Yang brownies langsung kerjain aja nanti, ya, Dit." Adistia melangkah ke luar setelah Dita mengiyakan interuksinya. Mengambil dan mengembus napas beberapa kali, Adistia berharap kali ini dirinya aman. 

Hanya akan ke sekolah bundanya, dan langsung pulang. Yah, seperti itu pasti akan aman. Namun, sayangnya setelah dari sekolah sang bunda mengajar, Adistia tidak bisa langsung pulang karena tempat pemesanan kardus kemasan kue malah mengirim pesan jika kardus yang dipesannya sudah jadi dan bisa diambil hari ini.

*

Adistia menenteng kantung besar berisi kardus kue dari tempat langganan. Sebenarnya bisa saja barang tersebut minta diantar ke rumah, tetapi Adistia memperhitungkan biaya pengiriman. Dia masih dalam masa merintis usaha, jadi sekecil apa pun uang yang dikeluarkan harus melalui perhitungan matang. Lagi pula pemesanan kardus yang dibutuhkannya juga belum terlalu banyak, masih bisa dibawa sendiri seperti sekarang ini. 

"Mbak! Tunggu sebentar!" Adistia sedang memesan ojek online untuk pulang saat salah satu pegawai tempat pemesanan kardusnya tadi memanggil. Seorang gadis muda yang mengenakan kerudung itu entah kenapa memandangnya dengan sorot jengkel.

"Ada apa, ya?" Adistia tentu saja bingung mendapat tatapan seperti itu karena tadi semuanya masih baik-baik saja. 

"Boleh saya periksa tasnya?" 

Adistia mengangkat alis, bertambah bingung. "Untuk?"

"Kalau enggak Mbak ikut saya aja." Gadis muda dengan kerudung biru itu memutar tubuh dan melangkah tanpa menunggu persetujuan dari lawan bicaranya, Adistia pun terpaksa ikut meski harus dengan kepala penuh tanda tanya. 

"Sekarang Mbak silakan buka tasnya," ujar gadis muda itu lagi. Kini beberapa pegawai lain juga ikut menatap Adistia dengan tatapan aneh.  Karena merasa tidak melakukan kesalahan apa pun, Adistia langsung membuka tasnya. Dan gadis itu terkejut saat mendapati sebuah ponsel dan dompet yang tampak asing ada di sana. 

"Mbak mau ngaku sendiri atau gimana?" 

"Tapi bukan saya yang ngambil!" Adistia tidak akan mungkin mengakui perbuatan yang tidak dilakukannya. Kenapa dua benda ini bisa berada di tasnya? Kapan barang-barang ini masuk? Kenapa dia sama sekali tidak menyadarinya?

"Buktinya udah jelas, Mbak. Percuma juga ngelak." 

Adistia rasanya ingin menangis karena kesialan itu mengikutinya hari ini. "Tapi beneran bukan saya, Mbak."

"Bukan dia, dari CCTV keliatan ada orang yang masukin ke tas Mbak ini tadi." Adistia dan pegawai yang menuduhnya pun segera ikut laki-laki yang baru saja mengeluarkan suara untuk melihat ke rekaman CCTV beberapa waktu lalu. Benar saja, ada seorang laki-laki yang memanfaatkan kelengahan Adistia serta pemilik barang-barang tadi untuk memasukkan ponsel dan dompet itu ke dalam tas Adistia.

"Mbak kenal orangnya?" Adistia menggeleng untuk menjawab, mencoba beberapa kali pun mengingat, dia tidak tahu siapa orang di CCTV tersebut. 

"Bukan rekan Mbak?" Gadis muda tadi sepertinya belum percaya jika Adistia benar-benar tidak ikut andil dalam aksi pencurian ini. 

Adistia benar-benar jengkel dengan tuduhan itu, tetapi berusaha untuk tetap menahan emosi. "Saya difitnah Mbak. Lagian saya pelanggan di sini, untuk apa saya ngelakuin hal memalukan seperti ini?"

Gadis muda itu masih tampak tidak percaya, tetapi pegawai laki-laki yang sepertinya memiliki jabatan lebih tinggi mengatakan percaya jika Adistia memang sedang difitnah. Laki-laki itu pun meminta maaf untuk ketidaknyamanan yang terjadi, dan mempersilakan Adistia untuk pergi. 

Adistia melangkah keluar dengan perasaan campur aduk, setelah ini sepertinya dia harus mencari tempat lain untuk memesan kardus-kardus untuk kemasan kuenya. Sudah terlanjur malu meski tidak berbuat salah. Sampai kapan kesialan ini akan terjadi? Apa benar Berlian yang melakukan semuanya? Jika ya, apa maksud dan tujuan gadis itu sebenarnya?

*

'Maaf kali ini saya lengah dan kecolongan.'

Kalimat laporan yang orang suruhannya beri untuk mengawasi Adistia itu membuat Evans sangat kesal. Apalagi saat mendengar detail kejadian memalukan yang dialami Adistia hari ini. Gadis itu pasti sangat sedih, dan semua yang terjadi pada Adistia akibat dari dirinya. 

Evans yang tidak lagi bisa bersabar akhirnya memutuskan untuk menemui Berlian. Dari kedua orang tua gadis itu Evans mendapatkan lokasi tempat Berlian berada saat ini. Evans beralasan ingin menanyakan barang milik Mutiara yang ada di tangan Berlian. Entah masuk akal atau tidak alasan yang diberinya, tetapi Evans tidak peduli. 

"Ikut aku!" Evans menarik lengan Berlian saat gadis itu hendak naik ke mobilnya. Dia baru saja selesai melakukan shooting untuk produk iklan pertamanya yang akan ditayangkan di media online. 

Berlian awalnya terkesiap,  tetapi selanjutnya tersenyum senang saat tahu Evanslah orang yang menariknya. 

"Mau ke mana sih, Mas?" 

Evans tanpa menjawab menyentakkan tangan Berlian saat kini mereka sudah berada di depan sebuah ruko kosong. Tidak ada banyak pejalan kaki sehingga bisa dijadikan tempat untuk berbicara sebentar. 

"Mau kamu apa sebenarnya?" 

Berlian berlagak bingung saat mendapatkan pertanyaan tersebut. Padahal dia tahu akan ada hari di mana Evans menemuinya seperti ini. Dan topik yang laki-laki itu bawa pasti tentang Adistia.

"Mau aku? Maksudnya?"

"Nggak usah berakting, kamu tahu betul apa yang aku maksud." Evans menahan geram saat mengatakan itu. 

"Mas tahu betul mau aku apa." Berlian dengan berani menatap mata biru Evans, tidak lagi berniat untuk berpura-pura. 

"Kalau aku turutin kamu, beneran kamu nggak akan ganggu dia?" 

"Tentu saja!" jawab Berlian penuh semangat, akhirnya keinginan yang selama ini hanya sebatas harap akan terwujud. 

"Oke, aku turutin apa mau kamu, tapi ingat, jangan lagi ganggu dia." Evans menyerah, jika saja bukan Adistia yang diusik mungkin dia akan bertahan.

------

Terima kasih yang udah mampir dan kasih vote. Sampai jumpa lagi Sabtu depan, ya.

Oh, ya, ada yang suka sinetron ikatan cinta? Kalau ada aku punya novel fanfiction untuk sinetron tersebut.
Tayang di Aplikasi Klaklik, bisa di download di google play.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro