The Name

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Kara berdiri di depan ruang ICU. Sudah 2 hari ia berdiri di sana dengan tangan yang terus bergetar dan ingatan yang terus membuatnya menangis.

24/7/2016 pk. 23.07

Kejadian malam itu membuatnya tak bisa memaafkan dirinya sendiri.
Malam di mana Rei menyelamatkan dirinya dari orang mabuk yang mengendarai mobil dengan kencang yang seharusnya menabraknya. Ya seharusnya menabraknya, tapi Rei menyelamatkannya dan membuat dirinya sendiri kini dalam keadaan kritis. Meskipun kedua orang tua Rei tidak sama sekali menyalahkan Kara. Tapi Kara tahu betul kejadian malam itu memang karena dirinya. Andai malam itu ia tak bersikap kekanakkan seperti itu mungkin kejadian ini tidak akan terjadi.

" Kara, pulang lah nak, " ucap perempuan paruh baya yang masih sangat cantik itu pada Kara.

Ia adalah ibu dari Rei. Ia orang yang tahu isi hati Rei tentang niatnya menikahi Kara. Ia pun bahkan mengenal Kara sebelum Kara mengenalkan dirinya. Ia tahu semua tentang Kara dari anak bungsunya itu.

" Pulang lah nak, kasianilah tubuhmu, kau harus tetap menjaga kesehatan mu juga, " ucapnya lagi dengan suara lembut.

" Sebentar lagi tante, " sahut Kara dengan tatapan kosong.

Ika yang juga berada di sana pun tak bisa menahan air matanya. Ia begitu sedih melihat kondisi Rei yang selama 2 hari ini kritis. Ia pun juga sedih melihat sahabatnya yang terus saja menyalahkan dirinya sendiri atas kejadian itu.

" Pulang lah nak, Rei akan baik-baik saja, " kata Ibu Rei sekali lagi.

" Ajaklah dia pulang, biarkan dia istirahat, " sambungnya pada Ika. Ika pun kemudian membawa Kara pulang dari rumah sakit.

💞💞💞

Hari terus berganti, Rei pun bisa melewati masa kritisnya dan di pindah ke ruang perawatan. Tapi setelah beberapa hari berada di ruang perawatan, ia belum juga sadarkah diri. Dokter yang merawatnya bilang kalau Rei mengalami benturan keras pada kepalanya dan itu yang menyebabkannya belum juga sadarkah diri alias koma.

Mendengar kabar itu Kara pun makin tak karuan ia terus saja menyalahkan dirinya sendiri.
Meski keadaan Rei begitu, entah kenapa Ibu dan Ayah Rei tetap bersikap baik padanya. Bahkan menyambut Kara dengan baik dan hangat saat ia datang menjenguk.

Ya setiap hari setelah atau sebelum dinas, Kara akan selalu mengunjungi kamar perawatan Rei. Bukan hanya karena merasa bersalah dan menyesal saja tapi karena hatinya memang mencintai laki-laki itu. Ia tak bisa membenci Rei sepenuhnya saat ia tahu bahwa ia hanya dijadikan taruhan. Tapi lebih dari itu, ia benar-benar mengetahui perasaan Rei padanya dari Ayah dan Ibunya.

" Rei bilang dia akan melamar kamu bulan ini, dia bilang ke tante kalau dia benar-benar jatuh cinta sama gadis yang pernah memarahinya  di dalam lift, " cerita Ibu Rei sambil tertawa kecil dan menitikan air matanya. Begitu pula dengan Kara, ia terlihat menahan tangis di samping tubuh Rei yang belum mau bangun juga.

" Tante keluar sebentar ya, mau telepon om, kamu di sini dulu ya, " kata Ibu Rei sebelum keluar dari ruangan.

Setelah Ibu Rei keluar dari ruangan, dipandanginya laki-laki di depannya itu. Lalu digenggamnya tangan berjari panjang itu dengan erat.

" dokter kenapa gak bangun-bangun?, saya tiap hari udah bawain Coffee Latte kesukaan dokter lho, " ucap Kara sambil menahan air matanya turun.

" Ayo bangun dok, biar kita bisa nikmati Coffee dan matcha bareng lagi, saya kangen gak ada yang bawain matcha latte lagi, saya juga kangen dengar ocehan dokter, saya kangen liat senyum dan ketawa dokter, bangun dok, saya mohon bangun dok, " lanjut Kara kali ini dengan isak tangisnya.

dr. Nico yang sejak tadi berada tak jauh dari sana, akhirnya mendekati Kara. Diusapnya kepala Kara dengan lembut sambil berkata

" Dia pasti bangun Ra, Rei tuh kuat, dia gak lemah, dia pasti bangun karena dia mau nikahin kamu, jadi kamu tenang aja, teman gue yang satu ini pasti bangun, " kata dr Nico dengan mata basah.

Kara sendiri masih terisak sambil menundukkan kepalanya di samping tempat tidur Rei. Tangannya terus memegang erat tangan Rei.

Setelah beberapa saat, Kara terlihat lebih tenang. Dan saat itulah dr. Nico mengucapkan permintaan maafnya mengenai taruhan yang ia dan Rei buat. Ia pun menjelaskan pada Kara bahwa Rei tak sepenuhnya ingin menyetujui permainan taruhan itu sejak awal, hanya saja karena dirinya terus memaksa dengan sedikit mengatakan akan terus mengganggu dan mendekati Kara, Rei pun akhirnya setuju untuk kesepakatan taruhan itu.

Saat itu dr. Nico pun memberitahu Kara mengenai kiriman recorder itu. Recorder itu sengaja dikirim oleh mantan kekasih Rei yang merasa sakit hati olehnya karena diputus secara sepihak oleh Rei setelah ia  mengetahui bahwa mantan pacarnya itu hanya memanfaatkan Rei.
Mendengar semua penjelasan itu, Kara pun mengerti dan sudah memaafkan dr. Nico

💞💞💞

2 bulan kemudian

Rei belum juga sadar dari tidur panjangnya. Ia masih berbaring di tempat tidurnya dengan wajah tenang.
Setiap hari Kara datang membawa bunga dan juga Coffee Latte kesukaan Rei. Ia pun suka membacakan berita terbaru mengenai kebidanan pada Rei. Bercerita tentang pasiennya yang begitu merindukan dokter dan lainnya.
Setiap hari Kara selalu berada di samping Rei dan juga kedua orang tuanya. Mereka saling bergantian menjaga Rei.

Hingga suatu hari sang Ayah memutuskan untuk membawa Rei keluar dari rumah sakit. Ayah Rei berniat memindahkan Rei ke luar negeri. Mendengar kabar itu Kara benar-benar kaget. Ia tak tahu lagi apa yang harus dilakukannya.
dr. Nico sendiri sudah mencoba merayu Ayah Rei agar Rei tetap dirawat di sini tapi Ayah Rei bersikukuh tetap ingin membawa Rei keluar negeri. Kara sendiri tak bisa berkata apa-apa. Hatinya yang sudah hancur kini makin hancur hingga menjadi serpihan yang tak berbentuk lagi.

💞💞💞

Sepeninggalan Rei. Kondisi Kara bisa dibilang makin tak karuan. Ia tak seperti dulu yang selalu bersemangat dan ceria. Kara jarang mau berinteraksi dengan orang sekitarnya, ia pun masih suka menyalahkan dirinya sendiri. Ia bahkan masih suka berkunjung ke ruang perawatan tempat Rei dulu di rawat. Ia terlihat seperti orang linglung yang tak tahu arah.

Ika yang mengetahui kondisi sahabatnya itu pun menjadi sangat sedih. Kara kini lebih suka menyendiri. Perasaan bersalah yang begitu besar memang sangat mengganggu dirinya hingga kadang ia bisa menangis tiba-tiba saat sedang menikmati Matcha Latte bersama dengan Ika di tempat biasa mereka nongkrong.

Ika tahu betul hati Kara telah di penuhi oleh Rei. Setiap penggal memorinya tentang Rei bisa begitu melukai hatinya.

" Gue harus gimana lagi ini kak ke Kara, gue gak tega liat dia begitu terus, " tanya Ika pada Tya seniornya.

" Hmmm gue juga bingung sih, soalnya kejadian yang dia alami tuh terjadi secara bersamaan, pas dia bisa jatuh cinta, pas banget dia tau kalau dia cuma buat taruhan, nah pas itu pula lagi mereka berantem dan kecelakaan itu terjadi, belum sembuh tuh luka sekarang dr. Rei malah dibawa sama orang tuanya pergi ke luar negeri, kasian sih si Kara, luka yang dia alami bertubi-tubi, kalau gue jadi dia mungkin gue udah gila kali Ka, " kata Tya pada Ika

" Nah itu yang gue takutin kak, gue takut Kara stres trus gila, " sahut Ika membuat Tya memukul lengannya

" Husss, gak lah, Kara tuh kuat kok, " sambung Tya sambil melihat ke arah Kara yang sedang menjelaskan sesuatu kepada pasien sambil tersenyum dan bahkan sesekali tertawa.

" Dia gak akan gila kok, gue percaya!, yang penting sekarang kita harus hibur dia tiap hari, bikin dia lupa sama luka hatinya, lupa sama dr. Rei," kata Tya pada Ika.

" Pokoknya kita harus hibur dia lah, atau kalau perlu kita ajak dia liburan aja. "

" setuju!!" sahut Novia yang tiba-tiba muncul di antara mereka.

" Kalau liburan aja lu nomer satu, " cetus Ika pada Novia

" Yee, ini tuh untuk Kara lho, demi Kara lho, "timpal Novia semangat.

Akhirnya mereka ber 4 pun mengajukan cuti untuk pergi liburan ke Thailand selama 5 hari .
Selama di Thailand, Ika, Tya dan Novia benar-benar kerja ekstra untuk menghibur Kara. Mereka mencoba membuat Kara lupa akan luka hatinya dan juga Rei. Selama berada di sana Kara memang begitu menikmati perjalanan dan liburan. Tak ada waktu untuk termenung atau sendirian untuknya. Semua teman-temannya berusaha agar selalu berada di dekat Kara dan tak membiarkannya sendiri.

Sepulangnya dari liburan. Kara menunjukkan perubahan yang cukup signifikan. Lambat laun ia kembali menjadi Kara yang dulu. Kembali menjadi Kara yang ceria dan juga aktif. Itu membuat teman-temannya merasa bahwa jiwa Kara telah kembali utuh. Tapi di balik itu semua sebenarnya Kara belumlah sepenuhnya melupakan Rei. Ia masih terus mengingat dan bahkan terus mengharapkan Rei untuk kembali ke Indonesia.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro