Part 3 - It Hurts So Bad

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

***

Quick notes:

Cerita ini sebenernya sudah lama nongkrong di laptop, tapi banyak revisi yang mau dilakukan sendiri. Dengan padat merayapnya kerjaan dan tumpukan rasa malas jadinya belum sempat mempercantik (padahal mah ga ada efeknya) cerita ini. 

Finally, here you go.

Hope you enjoy it.

Vomment needed.

-astrid-

***

Nayla menghempakanaskan tubuhnya ke atas tempat tidur setelah dia melempar asal tasnya ke bangku yang ada di kamarnya. Rasa kesal masih menguasai hatinya. 

Emangnya kenapa kalo gue main musik? Sebegitu pentingnyakah kenyataan itu buat kaum adam? Otak mereka pasti ga beres semua. 

Nayla geram sendiri. Dia menarik bantal dan menutup kepalanya sendiri. Frustrasi terhadap rasa yang hinggap pada dirinya sekarang. Kejadian dengan teman Felix tadi mau tidak mau membuka luka lama Nayla. Mengingatkan dia pada sosok Mika yang lebih suka dengan kaum hawa yang pintar main musik. Perlu digarisbawahi bahwa Mika hanya tertarik dengan yang sudah pintar main musik, bukan pemula seperti dirinya. Jadi ketika Mika waktu itu tahu bahwa Nayla mendaftar kursus biola, dia tidak bereaksi spesial.

Nayla menarik napasnya beberapa kali sampai detak jantungnya kembali normal. Akhirnya dia duduk dan memeluk bantal yang tadi menutup kepalanya. Setelah cukup tenang,  Nayla mengambil buku partitur dari tumpukan yang ada meja samping tempat tidurnya.

Matanya menatap kosong partitur yang akan dilatihnya. Mood-nya untuk bermain biola belum ada. Tapi bagaimanapun dia harus memaksakan dirinya untuk latihan karena besok pertama kalinya dia memulai lesnya lagi setelah sekian lama vakum. Dia tidak ingin menghabiskan waktu di tempat les hanya untuk belajar partitur yang sama berkali-kali.

Lalu mata Nayla beralih ke salah satu sudut di kamarnya. Ke tempat satu-satunya sumber semangat dia untuk belajar biola.

Gue akan buktiin klo gue juga bisa untuk main musik. Dan saat itu mungkin udah terlalu telat membuat lo sadar bahwa gue memang sayang banget sama lo, tapi hati gue udah terlampau sakit menanggung semuanya. Nayla menggeram dalam hati.

Nayla lalu mengambil biolanya, meletakkan benda itu di posisi siap bermain. Dia menghela napas lagi. Matanya menekuni partitur di depannya, sambil tangannya berkolaborasi menciptakan nada-nada indah.

Nayla melempar begitu saja kotak biola dan buku-buku lesnya ke bangku belakang mobilnya. Lalu dia sendiri naik ke mobilnya untuk segera pergi ke kampus. Tiga puluh menit perjalanan, Nayla mengisi waktunya dengan mendengarkan alunan musik klasik. Dia berusaha sekeras mungkin untuk membangun mood-nya supaya dia bisa berkonsentrasi di kelas biola pertamanya nanti.

Seusai kelas pertama, Sisqa sudah menunggunya di dekat lift.

"Hari ini lo mulai les ya, Nay?" kata Sisqa.

"Yup," kata Nayla. Sisqa mengamati Nayla dengan pandangan menilai.

"Kok biola sama buku-bukunya lo ga bawa?" kata Sisqa.

"Ada di mobil lah. Males bawa-bawa ke kelas," kata Nayla. "Ntar yang ada, pada norak minta gue mainin di kelas. Malu ah."

"Lo niat banget sih sampe lanjut les lagi segala? Trus kalo emang masih suka, kenapa dulu berhenti?" kata Sisqa. 

"Gue ga suka sama biola. Lo sendiri tau kan kenapa gue pilih belajar biola. Dulu terpaksa berhenti karena baru masuk kuliah, gue mau adaptasi dulu. Sekarang kan udah bisa atur waktu. Jadi gue bisa atur waktu untuk latihan," kata Nayla. "Progress gw juga jadi lebih cepet." Sisqa mengangguk-angguk menanggapi jawaban Nayla. 

Nay pasti sakit hati banget sama Mika, sampai bela-belain belajar biola segala. Emang sih, biola itu termasuk alat musik melodik yang cukup susah dikuasai. Tapi Nay bersikeras buat belajar biola supaya bikin Mika terkesan kalau mereka ketemu nanti. Sisqa menambah sendiri penjelasan dari jawaban Nayla.

"Tapi ntar makan siang dulu kan?" kata Sisqa.

"Iya. Kalo gw ga sempet makan, ntar not-notnya kelihatan kayak ayam goreng, steak, soto betawi, dan teman-temannya," kata Nayla. Sisqa tertawa.

"Ah, bisa aja loe!" kata Sisqa. Lalu dia mengatur napasnya. "Felix sama temen-temennya mau ikut juga. Ga masalah kan?"

"No prob," kata Nay.

"Tapi loe jangan dingin donk sama temen-temennya Felix. Gw jadi ga enak," kata Sisqa, hati-hati takut menyinggung Nayla. 

"Gimana ya, Sis? Susah buat gue untuk ga jutek sama cowok," kata Nay. "Males aja ngeladenin mereka, terutama anak musik. Ya lo kan tau sendiri kenapa."

"Hm...ya gw sih ga bisa maksa lo," kata Sisqa. "But please, at least try to be nice, Nay!" Sisqa mengerjap-kerjapkan matanya, memohon Nayla. Nayla tersenyum pada Sisqa. Mana bisa dia menolak permintaan Sisqa, apalagi ditambah dengan gaya manjanya itu.

"Demi kebaikan umat manusia, gue coba deh," kata Nay. Sisqa tersenyum senang.

"Thanks ya!" kata Sisqa.

Siang itu, seperti yang sudah direncanakan, Sisqa ketemuan dengan Felix di depan kampus mereka.

"Hai, Sis, Nay!" sapa Felix. Ketiga teman Felix hanya melambai.

"Hei!"balas kedua gadis itu.

"Kita mau makan di mana nih?" tanya Sisqa yang sudah langsung mengamit lengan Felix.

"Kata Andre ada tempat yang baru buka. Suasananya enak banget buat ngobrol," kata Felix. Dia menoleh ke Andre. "Ya kan, Dre?"

"Iya. Udah gitu makanannya ga terlalu mahal juga kok. Ya terjangkau lah buat kita," kata Andre.

"Hm...Sis, gue ambil barang-barang di mobil dulu deh. Biar enak ngobrolnya, ga kepotong waktu bolak-balik ke mobil," kata Nayla.

"Oke," kata Sisqa. Lalu dia berpaling ke Felix. "Kamu sama temen-temen kamu duluan aja. Aku nemenin Nay. Ntar kan aku bisa telpon kamu klo kita udah mau nyusul."

"Ya udah!" kata Felix. "Mau dipesenin dulu ga?"

"Ga usah deh," kata Sisqa.

Sekitar sepuluh menit kemudian, Nay dan Sisqa datang.

"Sorry, agak lama. Tadi Sisqa insist ngeberesin mobil sebentar," kata Nayla.

"Mobilnya Nay kayak kapal pecah, buku musiknya ada di mana-mana," kata Sisqa.

"Tadi pagi masukinnya asal sih," kata Nay. Dia lalu duduk di seberang Sisqa dan langsung menaruh tas biola dan bukunya di kursi kosong sebelahnya.

"Eh, itu ada isinya khan?" tanya Andre tiba-tiba. Nayla menatap Andre dengan pandangan tidak suka

"Ada. Emang kenapa?" kata Nayla tidak bisa menahan nada suaranya yang meninggi.

"Jangan gitu dong! Biola kan barang sensitif," kata Andre. Dia agak jengkel juga melihat alat musik kesayangannya diperlakukan dengan tidak baik. Nayla mendengus. Semua teman yang ada di sekeliling mereka memandang kedua orang itu dengan was-was.

"Emang itu biola lo?" tanya Nay ketus.

"Ya...bukan sih," kata Andre. "Tapi..."

"Jadi bukan urusan loe kan?" kata Nayla memotong kalimat Andre. Andre dan Nayla sama-sama jengkel dengan alasan yang berbeda. Andre baru saja membuka mulut untuk melanjutkan argumennya dengan Nayla. Tetapi dia merasakan tendangan pelan Felix di kakinya.

"Guys, udah dulu ya urusan perbiolaannya," kata Felix mencoba untuk menetralisir keadaan.

Nay menghembuskan napas dan membuang mukanya dari Andre.

Nih cowok nyebelin banget! Apa juga urusan dia sama biola gue? Sok empati banget sih, gerutu Nayla.

Kekesalan Nayla masih terbawa-bawa ketika dia les biola. Les biolanya tidak berjalan dengan baik karena dia sama sekali tidak bisa memusatkan pikirannya pada permainan biolanya.

"Lo lagi kenapa sih, Nay?" tanya Mella. "Materi hari ini khan terlalu susah. Permainan lo kacau."

"Sorry, Mel! Emang lagi ga konsen aja," kata Nayla. "Padahal kemarin gue udah latihan lho."

"Ya udahlah. Ga apa-apa," kata Mella. "Oh, ya, Nay, minggu depan gue ga bisa ngajar nih. Lo mau guru pengganti atau nambah jam?"

Nay tampak berpikir.

"Guru penggantinya cewek juga?" tanya Nay.

"Hm...cowok sih. Abisnya jarang ada yang mau gantiin ngajar les biola di sini klo yang cewek. Biasa mereka udah ngajar di tempat les lain," kata Mella. "Baik kok anaknya. Dia sering gantiin gue ngajar. Semacam partner in crime, gitu."

"Hm...ya udah deh. Ga apa-apa. Daripada enggak sama sekali. Soalnya klo udah selang dua minggu begitu, gue jadi ga latihan di rumah." Nayla mengiyakan walaupun dengan berat hati.

"Thank you, ya, Nay! Gue jadi ga enak nih, baru ngajar udah ijin mangkir. Hehe..." Mella menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal. Nayla membalasnya dengan senyumany juga. "Kalau gitu, minggu depan lo tunggu di tempat biasa aja. Biar dia nanti yang nemuin lo." 

"Sip, sip! Thanks ya!" kata Nay.

Sekeluarnya dari tempat lesnya, Nay langsung menelepon Sisqa untuk mengajaknya pulang bersama.

"Sis, di mana? Jadi bareng gue ga?"

"Masih di tempat makan yang tadi. Lo ke sini aja." 

"Oke!"

Nay sampai di tempat makan itu dan menemui Sisqa yang lengkap dengan Felix dan teman-temannya. Nay cuma tersenyum tipis pada yang lain, kecuali ke Andre. Setidaknya senyum itu bukan untuk Andre, walaupun Andre sempat deg-degan melihat senyum Nay.

"Mau langsung balik, Nay?" tanya Sisqa.

"Iya, gue cape," kata Nay.

"Ya udah deh. Felix, aku pulang duluan ya!" kata Sisqa.

"Sorry, ya, Sis, aku ga bisa anter kamu pulang," kata Felix. Lalu dia berpaling ke Nay. "Nitip cewek gue ya, Nay!" Nay tersenyum tipis.

"Beres!" kata Nay.

"Semuanya, gw balik duluan ya!" kata Sisqa. Sementara Nay hanya tersenyum tipis lagi sambil menganggukkan kepalanya. Lalu mereka berdua keluar dari tempat makan itu.

"Sial, jutek banget!" gumam Andre yang lagi-lagi tidak mendapat senyum tulus dari Nay.

"Lagian, kan gue udah bilang, jangan ganggu-ganggu dia klo loe belum deket sama dia. Gue aja ga berani," kata Felix. "Lo-nya ga mau denger. Makan tuh juteknya Nay." Teman-temannya yang lain ikut tertawa.

"Lah bukan salahnya gue dong, klo gue tertarik sama dia. Itu kan normal kalau cowok suka sama cewek," kata Andre. "Dan gue berusaha baik sama dia. Dianya aja yang kelewat jutek." Andre terlihat kesal.

"Tapi lo jatuh cinta sama dia kan?" kata Dimas membuka suara setelah asyik menghabiskan semanguk banana split-nya.

Andre tidak menjawab, namun wajahnya memerah. Segeralah ketiga temannya tertawa lepas.

Sementara itu, Sisqa juga sibuk membujuk Nayla agar keluar dari kekesalannya.

"Udahlah, Nay, Andre ga usah dipikirin," kata Sisqa. Telinga Nayla langsung panas mendengar nama Andre disebut.

"Siapa yang mikirin dia?" sahut Nayla jutek.

"Lho, lo kan bete gara-gara dia?" kata Sisqa.

"Iya, tapi bukan berarti gue mikirin dia donk. Tingkahnya tuh asli nyebelin banget! Gue jadi ga konsen les hari ini," kata Nayla.

"Sama aja, Nay! Itu artinya lo mikirin dia," kata Sisqa. "Kenapa sih lo ga santai aja ngadepin Andre?"

"Dia yang mulai duluan kok, protes-protes tentang biola gue. Malah sok ngurusin biola gue lagi," kata Nayla. "Barang sensitif? Emangnya gue ga tau? Biola, biola guew, kok dia yang rese!"

"Yah, Nay, dia kan juga pemain biola," kata Sisqa. "Wajar dong dia posesif sama biola."

"Kenapa ga posesifnya sama biolanya sendiri? Ga usah urusin punya orang lain," kata Nayla. "Grr...gemes! Nyebelin!"

"Andre sebenernya baik kok. Orangnya juga supel, suka bikin ketawa, seru deh!" kata Sisqa, mencoba mempromosikan sisi baik Andre.

"Ga mempan. Gw ga butuh," kata Nay.

Sisqa tampaknya menyerah membujuk Nayla. Dia hanya mengangkat bahu dan terus berjalan di samping Nayla. Sampai Sisqa turun di rumahnya, pembicaraan mengenai Andre tidak diungkit lagi oleh Sisqa.

***

Nay berbaring di tempat tidurnya. Matanya memandang langit-langit kamarnya yang dicat biru laut, membuat hatinya meneduh.

Waktu gue berapa lama lagi ya untuk bisa buktiin ke Mika klo dia salah punya pikiran bodohnya itu? Seenaknya aja nyuekin gue dan cuma nganggep gue pembantu umum dalam hidupnya. Cukup lo memperlakukan gue kayak gini. Nay yang lo kenal dulu ga akan sama dengan Nay yang lo temui nanti. Loe akan amazed klo hanya itu yang lo cari dari seorang cewek.

Nayla mengalihkan pandangannya ke biolanya, dan menatap benda itu dengan kesal.

Terpaksa tau ga gue belajar benda susah kayak lo itu. Bikin jari-jari gue sakit aja.

Kalau saja biola Nayla bisa bicara, dia pasti curhat habis-habisan kepada siapa saja yang mau mendengarkannya. Mengenai betapa sakitnya mendapat pandangan tidak bersahabat itu sedemikian seringnya. Mengenai betapa tidak enaknya selalu disalahkan tentang sesuatu yang sama sekali dia tidak mengerti.

***

Nah, silahkan di vomment ya.

Vomment kalian akan sangat membantu.

Cheers

-astrid-

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro