My Brother's (11)

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Fajri sampai di kelas. Fajri menyembunyikan pergelangan tangan yang memerah dengan dipegang tangan lain.

"Ji, darimana saja lo?" tanya Pemuda berkulit hitam manis.

Fajri memilih duduk, baru menjawab pertanyaan sahabat ya. "Gue habis dari toilet Bang."

"Oh gitu, tapi kok lama," sahut Gilang.

Tatapan Gilang tak sengaja melirik ke arah pergelangan tangan Fajri yang memerah. Gilang langsung menyingkirkan tangan Fajri lainnya.

"Tangan lo kenapa Ji?" tanya Gilang penuh selidik.

Fajri diam sejenak. Dia tak mungkin bahwa Fenly yang telah melakukan hal ini.

"Tadi nggak sengaja tangan gue kepentok pintu toilet pas kepeleset," jawab Fajri pelan.

Ada perasaan tak percaya dengan jawaban Fajri. Gilang akan mencari tahu sendiri.

"Oh, lain kali hati-hati makanya. Sini gue obatin," balas Gilang meraih pergelangan tangan Fajri, namun ditolak olehnya.

"Nggak usah, Lang. Nanti gue sendiri yang obatin di UKS," tolak Fajri sopan.

Gilang menganggukan kepala kecil. Pemuda memiliki senyum termanis melanjutkan membaca novel yang tertunda.

"Ji, gue tahu lo bohong. Tapi gue nggak bakal paksa lo buat cerita." batin Gilang.

"Sorry ya, Lang. Gue nggak bermaksud buat bohong sama lo. Gue cuma gamau ada keributan dengan Bang Ovel." batin Fajri lirih.

Pelajaran berikutnya telah di mulai. Siswa-siswi di kelas mengeluarkan buku pelajaran Fisika. Guru juga telah memasuki kelas.

_$_$_

Di kelas XI, tepatnya kelas Fenly dan Zweitson berada. Keduanya masih sibuk mengerjakan tugas Biologi. Kali ini kelas mereka sedang jam kosong dikarenakan Guru Biologi berhalangan hadir.

Mereka mendapatkan tugas mengerjakan LKS halaman 30-35. Fenly telah menyelesaikan tugas dengan cepat. Sebagai murid yang terkenal akan kepintaran membuat hal itu biasa.

"Selesai juga," ucap Fenly meregangkan otot-otot tangan sejenak.

Zweitson meletakkan pulpen di atas meja. Pemuda berkacamata juga baru menyelesaikan tugas.

"Ciee anak pintar kerjain soal kaya lagi makan kacang, cepat sekali," ledek Zweitson.

"Yoi, Fenly gitu," sahut Fenly tersenyum bangga.

Zweitson menjitak kepala Fenly pelan. Sifat sombong Fenly telah keluar dan hal itu membuat Zweitson kesal.

"Aish, sakit bego!" omel Fenly mengusap kepala bekas dijitak sahabatnya.

"Hehe... makanya jadi orang jangan sombong," goda Zweitson tertawa kecil.

Fenly pun merangkul bahu Zweitson. "Son, ke kantin yuk," ajaknya.

"Oke, lo yang traktir!" sahut Zweitson semangat.

"Giliran traktir saja lo cepat. Iya deh, berhubungan hari ini gue lagi senang, lo gue traktir." Fenly tersenyum lebar.

Siswi-siswi yang tak sengaja melihat Fenly tersenyum di buat mabuk kepayang. Zweitson memutar kedua bola mata jengah.

Kedua siswa pintar itu pergi meninggalkan kelas. Mereka sudah izin kepada Ketua kelas bahwa tugas mereka telah selesai, lalu di kumpulkan di meja guru.

_$_$_

Shandy keluar dari kamar mandi belakang sekolah yang tak terpakai. Kepulan asap rokok melayang bebas di udara.

"Gila, hari ini gue stres banget," keluh Shandy.

Penampilan Shandy kali ini sangat berantakan. Baju seragam di keluarkan semua, tidak memakai kaos kaki dan rambut yang berantakan seakan habis diterjang angin badai.

"Gimana lo nggak stres, rokok saja habis lima batang," sahut Pemuda memakai behel.

"Hahaha... biarin saja, kapan lagi gue bisa kayak gini kalau sudah di rumah," balas Shandy membuang putung rokok lalu menginjaknya.

"Yoi, bro!" seru Pemuda itu.

"Ada masalah apalagi sih?" tanya Joe kepo.

Shandy mengusap wajah kasar. "Biasalah di rumah, Adik gue selalu dibanggakan daripada gue. Sumpah enek banget gue lihatnya setiap hari." jawabnya penuh kebencian.

Inilah sisi lain dari sosok Shandy. Seorang Abang yang terkenal akan murid baik-baik dan selalu melindungi sang Adik.

Shandy sudah seperti ini sejak kelas XI. Di mana Shandy baru putus cinta, lalu sahabatnya mengajak dia untuk merokok buat menghilangkan sakit hati. Dan sampai sekarang sering Shandy lakukan diam-diam. Dia tak mau sampai Fiki atau keluarganya mengetahuinya.

"Shan, balik yo!" ajak Joe, nama sahabat Shandy.

"Oke deh, ke kantin saja yok!" seru Shandy merangkul pundak Joe.

"Oke deh," balas Joe mengacungkan ibu jari.

Shandy dan Joe saling merangkul menuju kantin. Mereka memutuskan untuk bolos kelas sekali-kali. Padahal keduanya sudah sering membolos tanpa ketahuan guru.

Tanpa diketahui oleh mereka, sosok Pemuda bertubuh bongsor melihat kejadian sejak tadi di depan matanya.

"Bang Shan...," ujarnya lirih.

Air mata jatuh membasahi kedua pipi hingga mengenai seragam yang dikenakan. Pemuda bongsor itu langsung mengambil langkah seribu. Hatinya terasa sakit melihat sosok Abang ya yang berbeda.

Intinya belum tentu yang terlihat baik di depan mata itu benar dan yang tak terlihat buruk belum tentu salah.

___BERSAMBUNG___

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro