My Brother's (23)

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Aji!"

Seorang Pemuda bertubuh kekar berjalan tergesa-gesa mencari keberadaan sang Adik. Tadi pagi Pemuda itu mendapat kabar bahwa sang Adik masuk ke rumah sakit.

"Aji!"

Raut wajah khawatir dan sedih terpantul jelas. Pemuda itu tak menggubris pandangan sinis yang ditunjukkan kepadanya.

Prioritas utama ya sekarang ialah keberadaan serta kesembuhan sang Adik. "Aji...," ucapnya lirih.

Ricky sudah berada tepat di depan pintu tempat Fajri di rawat. Terlihat dari kaca Fajri tengah ditangani pihak medis.

"Aji... kamu kenapa bisa begini?"

Ricky bersadar lemah di dinding dengan perasaan tak karuan. Kedua netra ya sudah tak bisa menahan gumpalan air mata di kelopak mata.

Suara langkah kaki mendekati sosok Ricky yang tengah terpuruk. Raka serta Zweitson menatap Ricky iba.

"Rick, lo harus sabar ya," ucap Raka mencoba menenangkan.

Ricky melihat Zweitson lalu Raka bergantian. Tubuh Ricky langsung ambruk di dekapan Raka. Suara tangis pun pecah. Kedua bahu Ricky naik turun.

"Bang... Aji kenapa Bang?" tanya Ricky lirih.

Tak ada jawaban. Ricky semakin terisak di dekapan Raka, Kakak sepupunya. Zweitson terdiam. Dia bisa merasakan perasaan Ricky saat ini.

"Aji... dalam kondisi kritis, Rick," jawab Raka berat.

"Apa? Aji! Nggak! Nggak mungkin!" sanggah Ricky histeris.

Ricky berusaha melepaskan dekapan, lalu mencoba untuk masuk ke dalam tempat Fajri tengah ditangani. Raka langsung menahan tubuh kekar Ricky.

"Son, tolong bantuin gue!" seru Raka mulai kewalahan.

Zweitson bingung. Tubuh kecilnya mana mungkin mampu menahan tubuh besar Ricky.

"Son!"

"Ah, iya, Bang!"

Zweitson menghela napas pasrah. Dia menahan tubuh belakang Ricky. Hal itu membuat mereka cukup kesulitan menahan hingga pintu ruangan Fajri terbuka.

_$_$_

Seorang Dokter baru saja keliar dan sudah melihat keributan di luar. Raka dan Zweitson reflek menolehkan kepala membuat mereka tak fokus.

Ricky langsung melepaskan diri, lalu berlari kecil menuju ke arah sang Dokter.

"Dok, bagaimana keadaan Adik saya?!"

Sang Dokter terdiam sejenak. Tatapan Dokter membuat perasaan Ricky menjadi tak enak. Berbagai pikiran negatif muncul di benak.

"Dokter! Tolong jelaskan kondisi Adik saya!" Ricky menuntut. Dia sampai memegang kedua bahu dokter keras.

Bibir dokter terbuka pelahan. Kata demi kata keluar langsung dari bibir sang Dokter. Ricky mencerna semua perkataan orang di depannya dengan perasaan kacau.

"Aji!"

Ricky berlari masuk ke dalam ruang Fajri berada. Ricky menatap nanar kondisi tubuh Fajri di atas brankar. Wajah Fajri begitu pucat dan lemah.

"Ji! Abang Iky sudah ada di sini! Ayo buka mata Aji ya.

Aji kan sudah janji nggak bakal ninggalin Abang lagi.

Sekarang Abang Iky mau Aji menetapi janji itu.

Aji..."

Ricky tetap berusaha membangunkan Fajri dengan menggoyangkan tubuhnya. Sekuat tenaga Ricky berusaha, kelopak mata Fajri tak terbuka sama sekali.

Air mata semakin mengalir deras keluar. Suasana di dalam ruangan menjadi haru.

"Aji... jangan tinggalin Abang Iky di sini ya," ucap Ricky lirih.

Tiba-tiba Ricky merasakan sakit di dada kiri. Dia memegangi dada kiri dengan penuh erangan kesakitan.

"Aji... Abang Iky akan selalu ada di sisi Aji..."

Brukk!!

Tubuh Ricky terjatuh. Beruntung Raka berdiri di belakang Ricky. Tubuh sepupunya berhasil ditangkap olehnya.

"Rick! Lo kenapa Rick?!"

Raka sangat panik. Berita tentang kondisi Fajri baru beberapa menit ia dengar, kini giliran Ricky yang tiba-tiba ambruk.

Kedua orang suster dan dokter yang menangani Fajri langsung mengecek kondisi tubuh Ricky. Raka merasakan perasaan tak enak yang hadir dalam sekejab.

"Suster, tolong bawa pasien ini ke ruang IGD! Kita harus secepatnya memberikan pasien pertolongan!" perintah sang Dokter.

"Baik, Dokter!" sahut salah satu suster.

Tim medis membawa tubuh Ricky untuk naik ke atas brankar. Raka serta Zweitson juga ikut menolong.

"Dokter, ada apa dengan Ricky?"

Kali ini Raka yang bertanya. Zweitson hanya diam menunggu jawaban. Dia tak tahu harus berbuat apa-apa, kejadian itu sangat cepat datang.

"Anda harus sabar. Kami akan memberikan pertolongan kepada pasien. Saya harap Mas keluar sebentar agar kami melakukan tindakan tepat."

Dokter telah memberikan penjelasan. Raka hanya bisa menuruti perkataan dokter. Dia serta Zweitson berjalan gontai meninggalkan ruangan.

"Son, gue takut mereka kenapa-kenapa?!" Ricky terduduk lemas. Dia menutupi seluruh wajah dengan kedua tangan.

"Bang, lo harus sabar dan kita berdoa untuk keselamatan Bang Ricky serta Fajri." Zweitson menepuk pelan pundak Raka.

Zweitson berpikir keras. Dia ingin menghubungi Fenly atau tidak. Dan akhirnya Zweitson telah memutuskan.

_$_$_

Drrtt!

Ponsel Fenly berdering kencang. Saat ini Fenly tengah berada di dalam perpustakaan. Jam pelajaran pertama kosong dikarenakan para guru sedang mengadakan rapat.

Fenly melirik kecil. Tertera nama 'Soni Bayik' di layar ponsel. Hal itu membuat kerutan di kening.

"Ada apa si Soni telepon gue?" Fenly bertanya-tanya.

Fenly sebenarnya enggan untuk mengangkat telepon dari sahabatnya itu. Dia cukup kesal karena Zweitson tak muncul-muncul di kelas. Padahal Fenly sudah meluangkan waktu berharganya.

"Ah! Biarin saja deh, gue lagi malas sama lo bayi!" gerutu Fenly.

Ponsel Fenly selesai berdering. Fenly kembali fokus membaca pelajaran Matematika. Sebentar lagi dia akan mengikuti lomba olimpiade Matematika antar sekolah. Dan Fenly tentunya terpilih menjadi salah satu murid yang akan mengikutinya.

"Gue harus bisa memenangkan olimpiade ini dan pastinya Bang Iky bakal bangga sama gue."

Fenly sudah membanyangkan dirinya membawa sebuah piala bertuliskan nama serta juara satu. Dia akan langsung menunjukkan kepada sang Abang tercinta.

"Hahaha... Aji, gue nggak bakal membuat perhatian Bang Iky kembali kepada lo."

Drrtt!!

Ponsel Fenly kembali berdering. Panggilan masuk yang sama tertera di layar ponsel.

Fenly menolak panggilan Zweitson tanpa dosa. Dua sampai tiga Fenly melakukan hal yang sama.

"Sumpah lo mengganggu gue tahu, Son!" kesal Fenly.

Tingg!

Sebuah notifikasi pesan masuk dari aplikasi berwarna hijau dari nomor tak dikenal. Fenly melirik sekilas. Awalnya ingin mengabaikan, tetapi rasa penasaran membuat Fenly membuka pesan itu.

Deg!

Raut wajah Fenly terlihat sangat emosi. Dia mendapatkan beberapa foto di mana Zweitson tengah membantu Fajri di pinggir jalan. Fenly mulai tersulut emosi.

"Aji! Lo pertama mau merebut Bang Iky dan sekarang lo mau merebut sahabat gue juga!

Lo benar-benar licik!"

Akhirnya Fenly meluapkan semua amarah serta kekesalnya. Ponsel ya sampai di genggam erat.

___BERSAMBUNG___

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro