My Brother's (28)

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Ji,"

"Aji,"

Fenly tengah tertidur di sofa ruang Ricky di rawat. Tidur ya seakan terusik mendengar suara Ricky memanggil nama seseorang.

Kedua netra Fenly perlahan terbuka. Dia semakin mendengar jelas nama yang di panggil oleh sang Abang.

"Aji!"

"Jangan tinggalin Abang!"

Ternyata Ricky sedang menginggau. Dia terus-menerus memanggil nama Fajri.

Fenly geram. Tidurnya harus terbangun akibat nama Fajri selalu disebutkan.

"Aji! Lo lagi sakit pun sungguh menyusahkan Bang Iky!" kesal Fenly.

Fenly semakin marah jika mengingat tentang Fajri. Andai saja tadi dia berhasil membuat Fajri bahagia untuk selamanya, Fenly dan Ricky akan hidup dengan tenang.

Fenly mengelus pelan punggung tangan kanan Ricky. Dia memegang kening Ricky dan rasanya panas sekali.

"Pantas saja, Bang Iky lagi demam," ucap Fenly.

Pemuda berparas tampan itu segera mengambil handuk kering, lalu membasahi di pancuran air keran. Setelah selesai, Fenly berjalan kembali ke tempat Ricky. Dia taruh kain basah itu di atas kening Ricky.

"Bang Iky, cepat sembuh ya. Ovel rindu makan sama Abang, bercanda dan saling bertukar cerita bersama."

Tak terasa Fenly sudah menitihkan air mata. Ricky pun sudah tidak mengigau lagi. Rasa kantuk membuat Fenly merebahkan kepala di sisi tempat tidur Ricky.

"Semoga cepat sembuh, Bang Iky," ucap Fenly menutup kedua mata pelan.

_$_$_

Pagi hari telah tiba, di ruang perawatan Ricky. Jari-jari tangan Ricky bergerak perlahan.

Fenly yang tidur di dekat tangan Ricky terbangun. Fenly mengucek mata pelan dan menatap datar tangan Ricky.

Seketika kedua bola netra Fenly terbuka lebar. Rasa kantuk langsung menghilang digantikan rasa senang.

"Alhamdulillah, Bang Iky sadar juga," ucap Fenly bersyukur.

Perlahan kedua netra Ricky terbuka. Cahaya lampu di ruangan membuat netra Ricky harus menyesuaikan terlebih dahulu.

"Eumm," Ricky mengerang kecil.

"Bang Iky. Mau minum?" tanya Fenly antusias.

Ricky menatap Fenly sebentar, lalu menganggukan kepala kecil. Fenly langsung bergerak cepat mengambil segelas air putih. Di ruangan Ricky terdapat fasilitas lengkap.

Fenly memberikan segelas air putih kepada Ricky. Kepala Ricky masih terasa pusing untuk bergerak pun sedikit susah. Fenly membantu Ricky dengan mengubah posisi tiduran menjadi duduk.

"Nih Bang, minum pelan-pelan ya," ujar Fenly.

Ricky minum dengan pelan. Kerongkongan sudah tak kering lagi. Ada perasaan lega setelah menyentuh air.

"Terima kasih," ucap Ricky parau.

"Iya. Bang Iky juga sudah tidak demam juga."

Fenly memeriksa kening Ricky. Dia juga menyingkirkan kain yang sudah kering di taruh di atas meja.

"Bang... Ovel khawatir waktu dikabarkan Bang Iky sakit. Rasanya dunia Ovel runtuh bila melihat kondisi Bang Iky seperti ini."

Fenly mencurahkan isi hati. Air mata mulai jatuh perlahan membasahi kedua pipinya.

Ricky tersenyum tipis. Dia memegangi tangan Fenly, lalu mengelusnya pelan.

"Sekarang Abang sudah baik-baik saja. Terima kasih ya, Ovel sudah mau merawat Bang Iky," ucap Ricky tersenyum.

Fenly rindu dengan senyum sang Abang. Mulai sekarang Fenly berjanji akan lebih memperhatikan Ricky.

Ricky mengedarkan pandangan di dalam ruangan. Ia tengah mencari sosok Kakak sepupunya, Raka.

"Vel, Bang Raka kemana?" tanya Ricky bingung.

"Bang Raka pamit pulang tadi malam. Nanti siang Bang Raka katanya mau ke sini lagi kok," jawab Fenly tersenyum.

Fenly menghapus paksa air matanya. Dia tak mau terlihat lemah dan sedih di hadapan sang Abang.

Pemuda itu menyuruh Ricky untuk istirahat lagi. Lima menit kemudian, Dokter dan Suster Rita datang.

Dokter dan Suster Rita mengecek kondisi pasien dengan teliti dan cermat. Kondisi Ricky sudah lebih membaik daripada kemarin.

Sang Dokter menyarankan untuk Ricky jangan terlalu banyak pikiran dan bergerak. Dia harus banyak istirahat agar organ jantung ya lebih stabil.

Fenly hanya diam mendengar penjelasan dokter. Hati Fenly merasa sangat sakit bahwa sang Abang memiliki penyakit jantung dan itu sudah cukup lama dideritanya.

"Bang Iky, kenapa selama ini Abang malah menyembunyikan penyakit itu." batin Fenly lirih.

_$_$_

Di sekolah...

Zweitson sudah tiba di depan pintu masuk kelasnya. Pagi ini cukup cerah dan membuat Pemuda berkacamata bulat tersenyum.

"Selamat pagi," sapanya.

"Pagi juga," balas murid-murid di kelas yang sudah hadir.

Zweitson berjalan pelan menuju tempat duduknya. Dia menaruh tas lalu menghirup udara segar perlahan.

"Aaa... nikmat sekali udara ya," ucap Zweitson.

"Son, si Fenly kemana? Tumben dia belum datang?" tanya Rani, sang Gadis berperingkat kedua di bawah Fenly.

Zweitson menatap Rani kesal. Bisa-bisanya dia mengganggu aktivitas menenangkan ya pagi ini.

"Fenly izin. Abang sama Adik ya di rawat," jawab Zweitson kesal.

Rani terdiam. Lipatan di dahinya muncul. "Adik? Memang Fenly punya Adik ya? Setahu gue dia itu dua bersaudara doang."

Zweitson membatu. "Astaga gue keceplosan kan." batinnya panik.

"Woi bayik!" panggil Rani berteriak kencang.

"Apa sih?!" seru Zweitson jengkel.

"Lo tadi bilang Fenly punya Adik kan?" tanya Rani sekali lagi untuk menyakinkan indera pendengarannya.

Zweitson menghela napas kecil. Dia berusaha setenang mungkin.

"Iya, maksud gue Fenly punya adik sepupu gitu." Zweitson berbohong.

"Oohh bulat," sahut Rani menganggukan kepala kecil.

"Dah sana pergi! Gue mau merenungkan diri lagi!" usir Zweitson mendorong tubuh Rani menjauh.

"Nyenyenyenye...," balas Rani mengejek.

Zweitson tak membalas. Dia cukup lega bahwa Rani percaya. Zweitson melanjutkan kembali ritual pagi ya.

_$_$_

Raka baru saja tiba di rumah sakit. Dia membawa dua bungkus berukuran besar. Siang ini Raka sudah berjanji akan membawa makanan kesukaan Ricky dan Fenly, untuk Fajri saat ini tidak memungkinkan.

Pintu lift terbuka. Raka masuk ke dalam lift. Lantai yang dituju adalah lantai delapan tempat Fajri dan Ricky di rawat.

Ting!

Pintu lift terbuka di lantai enam. Raka melangkahkan kaki keluar, tetapi seseorang yang akan masuk ke dalam lift tak sengaja menabrak bahunya.

Dua bungkus besar yang di bawa Raka terjatuh di lantai. Seseorang yang menabraknya tidak membantu, malah dia seakan melakukan kesalahan.

"Kalau punya mata tuh... di pakai," ucap Raka, lalu terdiam.

Kedua netra Raka melebar sempurna. Seseorang yang berdiri di hadapannya ialah sosok masa lalunya.

"Sampai berjumpa lagi... Raka."

Sosok itu telah menghilang saat pintu lift tertutup. Sebelumnya sosok tersebut tersenyum lebar dalam artian menyeringai.

Raka mencoba menghentikan sosok itu, tetapi usaha dia hanya sia-sia. Tiba-tiba perasaan tak enak menyelimuti hatinya.

Suara langkah orang-orang berlarian membuat pandangan Raka teralihkan. Seorang dokter dan beberapa perawat berlari cepat menuju salah satu ruang rawat.

"Darurat! Pasien di kamar nomor delapan tiba-tiba saja dalam kondisi gawat!" seru salah satu perawat.

Deg!

___BERSAMBUNG___

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro