Tiga : [hari berat]

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Halo..."

Suara itu membuat Andrico mati kutu setelah membuka kamar mandi dan melihat ke arah sumber suara dengan cermat.

"Mati gue..." ucap Andrico  dan langsung melotot saat melihat tersenyum penuh kemenangan.

"Papa kamu ada engga Laura?" Suara seseorang terdengar horor bagi Andrico. Tapi tidak dengan Laura yang terlihat sangat senang.

"Ada. Ini baru abis mandi Tante. Emm kira-kira kalau Tante bisa dandan dalam waktu lima menit. Mungkin bakalan ketemu Papa tepat di depan rumah." Ucap Laura sambil terkekeh kecil.

Andrico meluruh ke lantai. Tak lupa dengan handuk yang ia pegang depan-belakang agar tidak meluruh tiba-tiba.

"Laura..." lirihnya tak berdaya. Dan Laura memperlihatkan wajah polosnya.

"Ah aku kira Nenek tadi Pa, ternyata Tante Mamia. Aduh jadi merasa menang... eh bersalah." Laura segera meninggalkan ayahnya dengan tatapan yang di buat-buat.

"Gagal Papa nyekolahin kamu kayanya Ra." Ucap Andrico frustasi sekali.

"MASA GA BISA BEDAIN YANG MANA MAMI, YANG MANA MAMIA SIH?!" Teriak Andrico keras. Sedangkan Laura melenggang anggun menuju dapur rumah mereka.

"Makanya Papa, kalau manggil nenek jangan Mami. Mirip kan jadinya sama Tante Mamia. Orang cuma beda A doang." Ketus Laura dan mengambil sekotak yogurt untuk dimakannya.

"Tiga menit sebelum bel di pencet sama si Tante Mami. Selamat bersenang-senang Papa.." Laura memeletkan lidahnya dan meninggalkan Ayahnya sendiri di ruang keluarga mereka.

"AWAS YA LAURA. PAPA GAK TERIMA." Teriak Andrico lagi.

Sepertinya dia menyesal mengerjai Putrinya pagi ini. Dia berjanji untuk terus mengerjainya di siang hari. Tidak di pagi hari.

Dan membalaskan dendamnya yang sudah berada di ujung tanduk kehidupannya.

'Tring'

"YUHU MAS ANDRICO... MIA DI SINI." Teriakan dari luar terdengar seperti pengumuman kematian bagi Andrico.

Padahal dia belum memakai bajunya dengan benar. Bahkan hanya dalaman saja yang di pakainya.

Kefrustasian pun mulai menyapanya. Ingin sekali menyudahi semuanya namun tak bisa. Terkadang ingin sekali ia merusak mukanya, yang terlahir tampan ini.

Namun tak bisa karena, dia terlalu mensyukuri apa saja yang Tuhan berikan padanya. Sekalipun gangguan-gangguan duniawi yang dia rasakan saat ini.

"BENTAR MIA, SAYA MAKAI BAJU DULU." Teriak Andrico blak-blakan dari dalam rumah.

Laura yang melihat Mia tengah menunggu dengan wajahnya yang sedang menerawang apa saja yang Andrico lakukan di dalam rumah. Menjadi hiburan tersendiri di hari kesialannya.

"Ya ampun. Gue baru tau, tante-tante pikirannya bisa kaya anak laki lagi pubertas. Mesum..." kikik Luara sambil memfoto Mia diam-diam.

Ingin memamerkan semuanya pada seluruh teman-temannya. Bahwa tak hanya lelaki yang berpikiran kotor. Ternyata perempuan juga bisa.

Dan Laura tak sadar, bahwa dirinya juga memiliki pemikiran yang sama. Buktinya, semua foto idolanya, berbadan kekar tanpa balutan baju yang membalut tubuh-tubuh mereka.

Bahkan Andrico saja sampai ingin membakar seisi kamarnya kalau dia bisa.

***

Siang berganti hari menjadi malam. Semua hewan-hewan mulai memasuki rumahnya masing-masing. Kecuali nokturnal yang memilih untuk mencari mangsanya.

Bahkan manusia mulai mengistirahatkan otot-ototnya dan merajut sejuta mimpinya yang indah, maupun buruk.

'Brukk'

"Cukup ya Laura. Papa ga mau kamu kerjain kaya gini lagi." Ucap Andrico sesaat setelah mendaratkan bokongnya pada sofa ruang keluarga.

"Lah Papa yang ngerjain aku duluan." Protes Laura ketika mendengar keluhan Andrico.

"Ya tap..." ucapan Andrico terhenti saat Laura mengeluarkan air matanya sangat deras.

"Hua... kenapa jahat banget sih," teriak Laura seperti orang kesetanan. Andrico juga panik sendiri dibuatnya.

"Papa salah ngomong ya Ra? Maafin Papa ya Nak," ucapan Andrico melembut saat melihat Laura yang terisak.

"Apaan sih Pa," Laura langsung menghindar dari pelukan Andrico.

"Aku lagi nonton drama tau gak. Papa nih ganggu aja. Liat tuh, kaptennya pisah dari pacarnya. Aduh abang, mending sama eneng aja. Cewe begituan banyak di tanah abang ih. Cewe kaya aku kan limited." Laura mengoceh sambil sesekali terisak.

Andrico menganga setelah mendengar apa yang diocehkan anak perempuannya itu.

Seketika ia merasa gagal menjadi ayah, dan ingin segera memasukkan anaknya ke dalam rumah sakit jiwa.

Namun tiba-tiba, otak cerdasnya berpikir dengan sangat cepat di keadaan yang genting ini.

Langsung saja Andrico meninggalkan Laura sendirian dengan drama-drama kacangannya, dan pergi menuju suatu tempat untuk membereskan sesuatu.

***

Tepat pukul sebelas malam, Laura sudah lelah dan ingin pergi tidur menuju kamarnya. Besok akan ada banyak kejadian yang harus dilaluinya.

Salah satunya, berpura-pura ceria dan bahagia.

Laura terkenal sangat hiperaktif di sekolahnya. Banyak anak yang bahkan iri dengan keaktifannya.

Di kenal semua orang, cantik, centil, pintar tapi tidak dengan keberuntungannya dalam merasa.

Laura memiliki sejenis penyakit susah jatuh cinta, dan mudah perasaan yang tidak peka sama sekali. Maka dari itu, banyak lelaki yang menjauh dan memilih untuk memperingatkan semua teman-teman sesama prianya.

Lalu banyak juga gadis yang justru mencemoohnya dengan beribu-ribu kata menyakitkan.

Laura yang cantik, memiliki nasip yang kurang apik.

Laura terus saja menaiki anak tangga dengan perasaan sangat mengantuk juga heran. Mengapa ayahnya begitu diam hari ini, dan tidak mengusiknya sama sekali.

Hati Laura mulai memendarkan perasaan tak enak. Sepertinya ada yang terjadi di kamar tercintanya.

Dengan cepat Laura berlari menuju kamarnya dan tak perduli dengan apapun yang berada di sekitarnya.

'Tap tap tap'

Langkah cepat Laura terdengar sampai kamar Andrico. Dengan perasaan yang sangat senang, Andrico menunggu di pintu kamarnya.

Tentu saja tidak keluar, hanya ingin mendengar teriakan membahana putri kecilnya itu.

'Brakk'

Suara gebrakan pintupun terdengar sangat keras. Laura mulai menjelajahi kamarnya.

"PAPA! KENAPA SUAMI AKU DI NISTAIN. PAPA!! AKU BISA MISKIN KALO BELI ULANG SEMUANYA. PAPA TANGGUNG JAWAB!" Teriak Laura histeris.

Laura berlarian ke seluruh sudut kamarnya. Yang tadinya penuh dengan poto-poto idolanya yang bertelanjang dada, menjadi idola-idolanya dengan warna hitam yang menutupi tubuh indah mereka.

Namun tak semua. Hanya beberapa tempat yang di tutupi. Dan semua itu bekas coretan spidol.

Ada secarik catatan yang terselip di salah satu poto tersebut. Dan langsung Laura baca tanpa aba-aba.

'Kasian dia Laura, masuk angin kalo gak di tutupin. Papa kan manusia paling baik hati, jadi Papa kasihin baju.'

Laura sehabis membacanya langsung meluruh ke tanah dengan kejamnya.

"PAPA! LO-GUE END KERAS PA!" Teriak Laura sambil menatap poster idolanya pasrah.

Dan berjanji untuk tidak menegur papanya kurang lebih lima belas hari.

Hari pembalasan pun sudah di mulai!

***

Jangan lupa vote dan comment ya.
Terimakasih sudah membaca:)
Maaf jika terjadi kesalahan kepenulisan ataupun kurang seru.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro