Bab 15

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Memandang hiruk pikuk kota pelajar dari lantai paling atas hotel memang menjadi hal berkesan di hati Lavina semenjak kerja di sini. Semilir angin yang terasa panas menjelang musim hujan ini, membuat hati dan pikiran gadis yang terkena omelan atasan semakin terbakar. Netra lentik itu menerawang jauh kendaraan lalu lalang seperti berusaha melawan sengatan matahari yang bisa menguras habis kesabaran.

Seraya meneguk mineral dingin untuk meredam emosi,  Lavina mengembuskan napas panjang. Diraih sebungkus roti isi selai stroberi yang dibeli dari minimarket saat berangkat kerja dan melahapnya sampai puas. Dia membayangkan roti yang sedang dilumat habis oleh geliginya adalah dua lelaki yang merusak semangat kerja. Pertama, si tamu tak tahu diri. Kedua, Gyan! Benak gadis berkulit putih itu berkecamuk, terutama sikap tidak terkontrolnya dan tentang ucapan Gyan yang mulai mengusik ketenangan batin.

"Bisa enggak sih kamu kerja yang bener? Sekali saja,  Lavina! Saya sudah bosan harus menghadapi sikapmu yang seperti ini!" seru si captain di ruang head bar. "Fel,  lebih baik terusin ke Pak Satria sana! Apa enggak ada kualifikasi bartender yang lebih baik apa!"

Felicia menggeleng-gelengkan kepala, menyuruh Gyan keluar untuk mendinginkan emosi yang meledak. Kemudian,  meminta Lavina duduk di kursi dan berbicara empat mata dari hati ke hati sebagai perempuan mengenai kejadian tak mengenakkan hingga berujung penyiraman minuman ke salah satu tamu. 

"... saya memang salah,  Mbak.  Tapi,  saya merasa apa yang saya catat adalah benar.  Saya bekerja dengan tulus,  tapi kalau ada yang berusaha menyalahkan maka saya tidak bisa diam," jujur Lavina kepada Felicia dengan mata berkaca-kaca. "Jika kehadiran saya di sini membuat masalah,  kenapa kalian tidak menghentikan saya saja?"

"Bukankah kamu ingin membuktikan diri? Apa kamu akan menyerah begitu saja?" tanya Felicia. Mendengar hal itu, Lavina langsung menundukkan wajah seraya menggigit bibir bawah. Hatinya begitu sakit atas apa yang dilakukan selalu salah di mata Gyan. "Waktumu hanya tiga bulan sebelum pihak manajer hotel menghentikanmu,  Lavina. Jika kamu ingin keluar dari sini, maka jangan keluar dengan kepala tertunduk. Kamu paham kan?"

"Boro-boro keluar dengan bangga,  tiap hari aja bikin ricuh," omel Lavina sambil menyeka air mata yang tidak disadarinya sudah menetes membasahi pipi. 

"Hei."

Lavina memutar kepala, mendapati Reiki datang membawakan dua kotak makan berlabel hotel. Ah, dia baru sadar kalau pegawai hotel mendapat jatah katering. Sesaat kemudian, Lavina menunduk dan bertanya-tanya dalam hati apakah dia masih pantas dianggap karyawan D'amore. 

Reiki menarik kursi berhadapan dengan Lavina lalu menyodorkan satu jatah makan siang karyawan seraya tersenyum tipis. Bibir berpulas lipstik merah jambu itu mengulum senyum tanpa mengatakan apa pun. 

"Aku kira kamu nonton film horor sambil nangis lagi," goda Reiki. "Makan dulu sana. Perut harus terisi daripada kosong bikin tambah emosi. Nangis pun juga harus punya tenaga, Lavina."

Dibuka jatah makan karyawan yang berisi seporsi nasi dipadu sayur cap cay,  ayam mentega,  tempe goreng, dan sambal.  Tak lupa pula sepotong buah semangka sebagai pencuci mulut yang cocok di kala akhir musim kemarau yang cenderung panas mengundang emosi.  

"Maaf ya, Rei," ucap Lavina lirih seraya menyendok nasi.  "Maaf bikin kamu terlibat masalah."

"Enggak apa-apa. Aku juga salah kok sama Mas Gyan," tukas Reiki melahap potongan brokoli cap cay begitu lahap. "Wah,  masakannya si Mermaid Man emang enak."

"Siapa?" tanya Lavina sambil mengunyah makanan.

"Tuh, si Arial anak resto. Kamu tahu enggak? Pimpinan dia juga galak kayak Mas Gyan, namanya Mas Airlangga," bisik Reiki. "Setiap bagian di hotel ini selalu ada orang yang berusaha perfeksionis,  Lavina. Dan kita harus menyeimbangi mereka. To be perfect for ourselves."

"Oh,  iya,  aku pernah dengar nama itu. Dan ada anak yang juga sering bikin masalah kayak aku," ucap Lavina mengejek dirinya sendiri.  "Apa setiap bagian di sini ada anak pembawa sial? Apa aku perlu mandi kembang sama rukiah biar enggak apes terus?"

Lelaki berwajah tampan dengan potongan rambut belah samping itu terkekeh dan refleks mencubit pipi Lavina saking gemasnya. "Kamu lucu."

"Tapi pembawa masalah," lanjut Lavina sedih.

"Sepulang shift,  aku bisa ajarin kamu kok. Nanti aku minta ijin ke Mbak Felicia buat pinjam beberapa alat."

Seketika Lavina mengangguk senang dan memeluk lengan kiri Reiki bahagia. Kombinasi aroma musk,  melati,  dan kayu cendana menggoda indra penciuman Lavina dan merasa kalau parfum Reiki itu cocok dengan kepribadiannya bak malaikat.  Diam-diam dia merekam bau tubuh lelaki manis itu untuk menjadi salah satu aroma yang akan disukainya. 

"Makasih ya," ucap Lavina dengan pipi merona. 

###

Sesuai janji,  Reiki dan Lavina memilih berlatih di ruang karyawan setelah ijin ke head bar untuk meminjam alat bartending.  Di atas sofa berbentuk L yang terbuat dari bahan kulit,  Lavina diajarkan cara memegang jigger dan shaker  secara benar dan mantap beserta trik yang biasanya digunakan oleh bartender seperti Vlad Flix--salah satu bartender yang sudah terkenal dan memilik channel Youtube dan TikTok. Dia selalu membagikan tips dan trik serta resep-resep koktail yang mudah dipelajari. 

Tak disangka, selain baik, Reiki juga memiliki kesamaan dengan sosok yang dikagumi Lavina. Mereka tertawa tidak mengira kalau bertemu dengan orang yang klop akan seramai dan seasyik ini. Bahkan di ruangan itu mereka tidak segan-segan saling colek-mencolek saat Reiki tak sengaja melakukan kesalahan.

Tanpa mereka berdua sadari,  sepasang mata mengawasi dengan tatapan tak suka.  Mengepalkan kedua tangan erat dengan rahang mengetat kuat. Garis bibir pucatnya terkatup rapat seolah ingin memaki dua manusia yang terlihat seperti merajut asmara. Ada rasa gemuruh yang berdebar-debar di dada yang sudah mati itu mendapati teman manusianya malah bercada ria dengan yang lain. Sedetik kemudian, sudut kanan bibir tipisnya naik ke atas mendapatkan sebuah ide. 

Vlad flix

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro