Bab 18

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Guyuran air selain menyegarkan badan juga membuat kedua mata yang ingin terpejam itu, terjaga kembali. Namun, beberapa saat dia merasakan pedih di bagian kedua lengan. Seketika, dia membelalakan matanya kaget, mendapati ada bekas cakaran tipis yang melintang cukup panjang.

Mungkin ini terdengar gila, tapi Lavina percaya bahwa mereka yang tak kasat mata kadang bisa berkontak langsung dengan cara berbeda. Mengingat salah satu youtuber yang suka menelusuri tempat angker dan menemukan salah satu narasumber yang mengalami hal sama. Lavina mendengus kesal tak sabar memarahi Vega saat di hotel nanti. Bahkan dia sudah menyiapkan beberapa doa agar hantu kurang kerjaan itu bisa merasakan yang namanya sakit.

Tak sempat sarapan, Lavina bergegas pergi ke tempat kerja dengan mengenakan baju seragam bartender. Jaket jeans biru kebanggaan serta alat-alat pelindung diri dari polusi udara dia kenakan. Beberapa saat sebelum menghidupkan mesin motor, ponselnya berdering. Nama kontak Reiki dengan bunga matahari di sebelahnya, memunculkan senyum manis di bibir Lavina. Digeser ikon hijau lalu mendengar suara lelaki bak malaikat itu terdengar menyapa.

"Kamu sudah berangkat?"

"Ini mau otw, kenapa?"

"Enggak apa-apa, cuma tanya aja. Aku masuk shift siang, nanti makan bareng yuk di rooftop," ajak Reiki.

"Boleh. Ya udah ya, aku mau berangkat daripada terlambat," pamit Lavina kemudian memutus sambungan telepon.

###

"Nanti kita bakal kedatangan Bu Freya, Pak Satria, serta panitia penyelenggara kompetisi bartender bulan Desember nanti untuk melihat fasilitas dan kesiapan kita," jelas Gyan saat briefing sebelum bar dibuka. "Saya harap kalian bisa menunjukkan kerja keras kalian. Buktikan bahwa hotel kita, khususnya D'amore Bar memiliki bartender handal."

Tatapan tajam itu beralih ke arah Lavina yang berdiri di barisan belakang. Pandangan mereka berdua bertemu namun dari isyarat lelaki berambut pendek itu, Lavina bisa merasakan sindiran halus.

"Dari kita siapa yang ikut kompetisi?" tanya Gyan.

Ada sekitar lima orang yang unjuk tangan termasuk Lavina yang berpartisipasi dalam ajang tahunan itu. Gyan mengedarkan pandangan dan menilai bahwa bartender yang mendaftar lomba cukup bisa diandalkan, kecuali gadis berlesung pipi itu. Dia yakin bahwa Lavina akan gugur di babak pertama melihat kemampuannya yang begitu buruk.

"Bagi yang ikut kompetisi, saya ucapkan selamat berjuang sampai final. Jangan lupa selalu belajar dan berlatih trik-trik bartending. Minuman yang kalian buat adalah cerminan diri kalian," titah Gyan.

"Siap, Pak!" seru karyawan D'amore Bar.

Usai mendapat ceramah singkat itu, Lavina segera menyiapkan diri untuk membersihkan counter atau bagian yang belum dibersihkan oleh cleaning service. Tak lupa pula menyiapkan gelas, es batu, condiment, potato chips, peanuts, hingga welcome drink untuk tamu VIP yang akan datang nanti.

"Lavina," panggil Gyan saat gadis itu sedang menyiapkan fresh lime juice.

"Iya, Pak?"

"Kamu ikut saya ke gudang," pinta Gyan yang membawa sebuah buku di tangan kirinya.

Lavina mengangguk lalu menyuruh salah satu temannya agar menggantikan dirinya menyiapkan garnish. Kemudian, dia mencuci tangan di wastafel dengan cepat. Mengekori langkah panjang lelaki itu dari belakang menuju gudang yang bersebelahan dengan ruang karyawan.

Gudang supply barang ini terdiri dari beberapa rak dan lemari kaca dengan dinding bercat putih bersih. Ada satu meja kerja dengan beberapa buku pelaporan barang habis dan kadaluarsa. Di sini, suhu ruangannya pun diatur sedemikian rupa dengan pencahayaan yang cukup untuk menjaga kualitas minuman yang disimpan. Sementara itu, Gyan berjalan ke salah satu rak penyimpanan botol minuman wine dan meraih sebotol red wine Pio Cesare 2017.

"Wow, itu kan mahal," sahut Lavina.

"Kamu suka?" tanya Gyan lalu berjalan untuk mencari brandy di etalase lain.

Lavina menggeleng pelan. "Rasanya aneh. Tembakau dan taninnya menurut saya terlalu kuat dibandingkan cokelat dan vanila. Bagi orang yang tidak suka manis, mungkin suka. Tapi saya akan skip wine itu."

"Kamu pintar juga," puji Gyan.

"Saya pintar, Pak Gyan aja yang selalu melihat sisi negatif saya," sindir Lavina merajuk.

"Saya belum percaya jika kamu belum mendalami seluruh merk minuman, Lavina," kata Gyan, "jadi, gimana jika Jum'at ini kita ke beberapa bar? Kebetulan saya sedang libur."

"Bapak mau modusin saya, ya?" tebak Lavina mengambil sebotol brandy yang ditunjuk Gyan. "Saya udah kebal sama modus cowok, Pak."

"Yang mau modus itu siapa? Kalau enggak mau ya sudah, toh yang ikut kompetisi lebih berpengalaman dari kamu," ujar Gyan mempercepat langkahnya ke arah meja kerja.

"Pak! Saya mau!" seru Lavina menimbulkan senyum tipis di bibir Gyan.

Ekspresi dalam hati Gyan wkwkwkwk

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro