Bab 2

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Maaf ..." cicit Lavina ketakutan, meraih kain lap dan membersihkan lantai yang kotor. Dia berdiri lagi menatap tamunya yang terlanjur kecewa dan mendecih kepadanya. "Maaf, Pak, saya minta maaf ..."

"Gimana sih!" ketus lelaki itu tak suka. "Suasana hati saya sedang tidak baik, malah dapat pelayanan seperti ini."

Gyan berjalan cepat, menghampiri Lavina dan tamu lelaki itu, kemudian meminta maaf dan menyarankannya pindah tempat duduk untuk dilayani oleh bartender lain. Lavina mendongak, melirik sekilas kedua mata Gyan yang menghunus dadanya hingga pedih. Lelaki itu hanya terdiam seribu bahasa seraya mengantar tamu ke tempat yang lebih nyaman dengan memberikan beberapa potongan harga agar sang pelanggan tidak komplain. Dalam hati, Lavina mengutuk diri sendiri betapa ceroboh dirinya di hari pertama bekerja.

Dia kembali berjongkok untuk membersihkan sisa cairan yang masih mengotori lantai dengan kain lap sebelum mengepelnya. Beberapa saat, sepatu pantofel hitam yang terlihat mengilat di bawah temaram lampu bar, membuat kepala gadis yang diikat tinggi itu menengadah. Wajah Gyan lebih seram, kedua alis tebal yang menukik seperti tikungan menyiratkan Lavina untuk berdiri. 

"Kenapa kamu bisa sampai salah di hari pertamamu kerja, Lavina?" tanya Gyan lirih namun tegas. 

"Tadi, ada ... yang lewat di belakang saya, Pak. Jadi ... tidak sengaja jatuh shaker-nya," ungkap Lavina menunduk ketakutan. 

"Jadi, kamu menyalahkan karyawan lain? Sementara belum pernah ada bartender yang melakukan kesalahan seperti kamu, Lavina!"

Suara Gyan  kini terdengar seperti sedang mencabik-cabik jantung Lavina hingga sekujur tubuh gadis itu merinding. Mana mungkin space bar di hotel bintang lima ini menyalahi aturan, batin Lavina. Dia mulai sadar bahwa kecerobohan dirinya dalam memegang benda akan selalu terbawa walau ke planet lain sekali pun. Dulu, di bar sebelumnya, Lavina sering mengalami hal serupa. Yang terakhir pun, dia terpaksa mengundurkan diri karena terlalu banyak gaji yang harus dipotong untuk mengganti alat-alat bartending yang pecah, terutama gelas saji. 

"Maaf ... " hanya satu kata itu saja yang bisa Lavina lakukan daripada harus membantah ucapan sang captain bar yang berujung ke manajer. Ah, tidak! Lavina tidak mau hari ini menjadi hari pertama sekaligus terakhir. 

"Saya kasih kamu kesempatan sekali lagi, Lavina!" seru Gyan membuat Lavina kini memandang wajah tegas lelaki itu. "Jika kamu ceroboh dalam bekerja, saya bisa menggeser posisi kamu jadi waitress atau bantu anak-anak barboy cuci piring."

"Ja-jangan, Pak!" seru Lavina sambil menggeleng cepat. "Sa-saya tidak mau!"

"Kalau tidak mau ya sudah! Jangan ceroboh!" ketus Gyan lantas meninggalkan Lavina yang berdiri sambil memandang punggung yang tertutup oleh kemeja putih itu. 

###

Hari menjadi sangat melelahkan kala pengunjung hotel mulai memenuhi kursi-kursi bar D'amore. Sejak mendapat teguran pertama, Lavina lebih memilih berhati-hati kala meracik minuman terutama saat melakukan teknik shaking. Apalagi Gyan terus-menerus mengawasi dengan tatapan nyalang, membuat dirinya merasa menjadi pembawa sial untuk bar ini. 

"Selamat menikmati," ucap Lavina usai menuangkan cocktail Singapore sling ke dalam gelas sling glass yang berisi balok es

Seorang perempuan berambut pendek ala Mandy Moore bergincu merah menyala meneguk minuman itu kemudian berkata, "Wow, ini enak."

"Terima kasih," kata Lavina senang.

Perpaduan aroma jus nanas yang segar bercampur  cherry liqueurbenedectine liquor, gin, perasan jeruk nipis hingga orange liqueur tanpa membuat mabuk berlebihan, pasti membuat siapa saja akan merasa bahagia. Lavina yakin, minuman seperti itu cocok untuk daerah tropis seperti di Indonesia, apalagi kala hati panas mendengar omelan atasan seperti Gyan. Dia melirik kembali lelaki yang kini terlihat sedang berbincang dengan tamu. Merasa diperhatikan, Gyan menoleh ke arahnya membuat Lavina salah tingkah dan tidak sengaja menjatuhkan gelas one shot yang berada di sisi kanannya. 

Suara gelas yang membentur lantai tentu membuat semua orang yang di sana menoleh kepadanya. Lavina membeku, menggigit bibir seraya menebalkan kedua telinga untuk mendengar omelan Gyan yang kedua kalinya. 

"Lavina!" 

Kartu merah deh!

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro