Bab 26

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Jemari lentik Lavina begitu lihai memutar shake, lalu meletakkan di atas counter lalu mengisinya dengan ice cube. Diambil salah satu botol white rum dan melemparkannya ke udara dengan tangan kiri.  Dengan sigap,  ditangkap botol kaca itu dengan tangan kanan lantas meraih jigger untuk mengukur banyaknya spirit yang diambil.

Suara tepuk tangan terdengar di depan Lavina.  Dia tersenyum bangga seraya menaikkan sebelah alis meski sekujur tubuhnya begitu merinding. Sedikit demi sedikit,  dia bisa melakukan trik yang diajarkan oleh Gyan walau ada keraguan. 

Usai racikannya masuk ke dalam shaker, dikocok benda itu selama dua puluh detik lalu membuka penutupnya dengan sempurna tanpa ada hambatan.  Lavina dengan senyum lebarnya,  menyajikan naked lady -- sebuah kombinasi yang ringan di lidah namun terasa begitu manis.  Perpaduan white rum dan sweet vermouth dengan perbandingan yang sama akan menciptakan sesuatu yang pas,  apalagi ditambah dengan ekstrak lemon,  grenadine-- sirup merah dengan rasa pomegranate dan red currant.

Hiasan kulit lemon menambah cantik minuman cocktail klasik itu.  Tamu di depannya seorang wanita paruh baya dengan full make up dan baju ketat berwarna mencolok, seolah usianya tak bisa menelan kemolekan tubuh langsing itu.  Dia melingkarkan jemari yang masih lentik dengan cincin berlian yang berkilauan diterpa lampu bar ke kaki gelas martini. 

Dari cara minumnya saja,  Lavina bisa menilai bahwa perempuan itu bukan sembarang perempuan.  Terlihat begitu berkelas dan anggun,  bahkan aroma parfum melati dan mawar yang terasa feminim. 

"Sungguh manis dan menyegarkan di tengah cuaca seperti ini," ucap perempuan itu.

Seketika Lavina menoleh ke kiri melihat suasana luar hotel yang tak panas juga tak kunjung hujan. Walau mendung pun, hawa udaranya terasa sangat kering dan panas di kulit.  Dia berharap hujan segera membasahi kota Yogyakarta setelah dilanda musim kemarau panjang. 

"Iya, apa Anda ingin sesuatu yang lain?" tawar Lavina yang dibalas gelengan kepala.

Perempuan itu langsung meneguk cepat minumannya, membuat kedua mata Lavina membeliak.  Kenikmatan setiap cocktail adalah dari cara menyesap perlahan-lahan, memilah-milah rasa di lidah kemudian menerka di kepala hingga akhirnya turun ke hati.  Jika seperti itu yang ada hanya membasahi kerongkongan tanpa mengetahui makna tersirat dari setiap gelas cocktail. 

"Saya baru patah hati," ucap perempuan itu membuka cerita. Matanya yang sedari tadi lurus dan terlihat tegar, kini berkaca-kaca seolah dinding yang dimilikinya sudah hancur luluh lantak tak tersisa. "Apa Mbak pernah mengalami patah hati?"

"Saya pernah patah hati ketika kedua orang tua saya meninggal bersamaan," lirih Lavina. 

Perempuan itu tercengang, mengusap hidungnya dengan tangan kanan dan berkata, "Maaf."

"Patah hati enggak bikin dunia mati kok.  Awalnya sakit banget seolah Tuhan tidak hadir untuk kita," kata Lavina, "nyatanya Dia lebih sayang dengan kita, memberikan cobaan agar kita bisa berdiri tegak menyambut kebahagian selanjutnya."

"Kebahagiaan tanpa orang tua maksudmu?"

Lavina menggeleng pelan.  "Saya merindukan mereka lebih dari apapun.  Tapi,  semenjak mereka meninggal saya lebih memahami bahwa di dunia ini kehidupan semakin lama semakin kejam.  Mereka memaksa saya menjadi mandiri walau harus tertatih-tatih."

"Lalu?" perempuan itu menopang dagunya dengan tangan kanan. Mendengar cerita bartender di depannya terdengar lebih menarik daripada kisah cintanya sendiri. 

"Intinya, Tuhan memberikan kita kebahagiaan dengan ujian berbeda. Jangan pernah menganggap bahwa patah hati semuanya akan berakhir. Tidak.  Justru patah hati itulah,  Tuhan menunjukkan bahwa dia tidak pantas untuk Mbak."

"Wow,  saya salut. Kamu benar," puji perempuan itu.  "Apa kamu punya kekasih?"

"Tidak,  ehm tapi saya naksir seseorang," jawab Lavina malu-malu. 

"Lavina!" seru Gyan memanggil dengan galak di depan pintu masuk counter bar.

Baru kemarin hidupku tenang, sekarang udah mulai ribut lagi,  batin Lavina. 

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro