Bab 37.2 { Loss Of Burden In The Heart }

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Bruk ...

Brakk ...

"Arrghh ...."

"Ibiki-sama apa anda baik-baik sa ..." Ucapan Shisui seketika terhenti saat masuk ke dalam tenda dan melihat pria paruh baya itu sedang menahan tubuhnya yang tak memakai sehelai benang pun agar tak menimpa Hanare di bawahnya.

"Ibiki-sama, aku mendengar ..."

Shisui pun buru-buru menutup mata sang gadis musim semi yang baru masuk lalu berbalik memunggungi mereka, "Sakura sepertinya kita salah waktu. Ayo kembali ke kantorku,"

"Matte Shisui, ini tidak seperti yang kau fikirkan!" Teriak pria paruh baya itu sembari mengambil sebuah jubah untuk menutupi bagian bawah tubuhnya.

"Kami tidak melakukan apa-apa jadi tenanglah," Tambah Hanare yang terlihat langsung membereskan barang-barangnya yang terjatuh.

"Hah? Memangnya apa yang ..."

"Tidak ada apa-apa Sakura, Hanare sedang menyiapkan ramuan rahasia tadi. Sekarang kalian boleh berbalik," Sela Ibiki membuatnya semakin kebingungan.

Setelah Shisui memastikan pria paruh baya itu sudah memakai pakaian lengkap dan Hanare juga sudah kembali berkutat memeriksa setiap ramuannya. Ia melepaskan tangannya dari mata sang gadis musim semi yang langsung memperhatikan keadaan ruangan itu yang sangat berantakan.

"Ini ..."

"Ramuannya sudah selesai," Ucap Hanare sembari menunjukan sebuah tabung panjang berisi cairan berwarna abu, "Aku tadi sudah merubah Ibiki menjad anjing dan bisa berubah kembali menjadi manusia dalam waktu 13 menit,"

"Ohh ku kira kalian sedang nganu tadi," Celetuk Kakashi yang entah sejak kapan sudah ada di ambang pintu.

"Kakashi!" Teriak pria paruh baya itu membuat sang gadis musim semi yang tak tahu apa-apa semakin kebingungan, apalagi saat melihat wajah Ibiki begitu merah.

"Yare-yare kebiasaanmu berteriak tidak pernah berubah. Hanare cepat berikan ramuan itu, aku benar-benar sudah tidak tahan seperti ini,"

Sunggingan senyuman seketika terukir dari bibir wanita itu, "Bukankah kau sangat senang menjadi anjing kakashi?"

"Jika aku tinggal sendiri tentu aku akan sangat senang. Tapi kini aku tinggal dengan mereka yang setiap malam dan pagi bertempur hingga aku tak bisa tidur,"

Mendengar itu Sakura segera menundukan wajahnya yang kini semerah kepiting rebus. Shisui yang sudah kesal dengan mulutnya yang selalu seenaknya berbicara pun menyikut tangan Ibiki dan berbisik, "Anda punya lakban atau Solasi?"

"Hmm aku menemukannya di meja Hanare tadi. Apa kau ingin ..."

Shisui pun segera mengangkat telunjuknya, mengisyaratkan agar ia tak melanjutkan ucapannya. Ibiki yang mengerti apa yang di fikirkannya pun seketika menyeringai lalu memberikan lakban itu diam-diam dari belakang punggungnya.

Saat Kakashi tengah sibuk mengobrol dengan Hanare, pria paruh baya itu perlahan mendekatinya dan langsung mencengkram tubuhnya kuat-kuat, "Shisui sekarang,"

"Apa yang ..."

Hanare dan sang gadis musim semi seketika ternganga melihat kedua pria itu melakban Kakashi dari ujung kepala hingga ujung kaki hingga ia tak bisa bergerak sedikitpun, "Shisuiiiii! Ibikiiii!"

"Hanare cepat berikan ramuannya, aku akan melakban mulutnya sekarang,"

"Heh kalian benar-benar sudah kehilangan ot ... Ggrrr ..."

Begitu Hanare selesai meminumkannya sebuah ramuan, benae saja Ibiki langsung melakban mulutnya hingga kedua wanita itu terkekeh, "Shisui kita buang kemana terompet rombeng ini?"

"Terserah anda,"

Begitu Ibiki akan mengangkatnya cahaya biru yang begitu menyilaukan tiba-tiba keluar dari tubuh Kakashi. Suara robekan lakban seketik terdengar nyaring, begitu cahaya itu menghilang Sakura juga Hanare seketika ternganga melihat kakashi sudah kembali menjadi manusia dan ... tak memakai sehelai benangpun.

"Ya ampun, pedang sabler yang begitu besar," Celetuk Hanare membuat Shisui langsung kembali menutup mata istrinya, sementara Ibiki langsung melemparkan jubahnya pada sang pria perak.

"Yare-yare, kepalaku terasa sangat pusing," Ucapnya sembari memijat keningnya sendiri dan tiba-tiba manik onyxnya seketika terbelalak begitu menyadari sesuatu,"Ya ampun, aku menjadi manusia lagi? Yeaah aku jadi manusia lagi!" Teriaknya sembari melompat kegirangan hingga jubah itu jatuh.

"Sakura, antenanya masih ada dan ikut melompat kesana kemari. Apa itu normal?" Tanya Hanare membuat Ibiki terpaksa langsung menutup mata wanita itu dengan tangannya.

"Antena apa shannaro? Shisui lepaskan tanganmu aku ingin melihatnya,"

"Tidak boleh, itu bukan antena tapi buntut buaya," Ucapnya membuat Sakura seketika merasa kembali bingung.

"Buntut? Apa sensei punya buntut shannaro?" Tanyanya membuat Shisui menghela pelan karena tak tahu harus menjawab apa.

"Sakura, aku sudah tidak punya buntut lihat ini!" Teriak pria perak itu sembari menunjukan pantatnya membuat Shisui langsung menarik sang gadis musim semi pada pelukannya, hingga ia tak bisa melihat apapun.

"Kakashi cepat pakai busanamu atau ku tusuk dengan tiang bendera!" Teriak Shisui dan Ibiki berbarengan membuat pria perak itu malah cengengesan.

"Ia ... Ia kalian sangat berisik. Ngomong-ngomong dimana pakaianku?"

"Ah aku lupa, ambil daun saja di luar," Celetuk Shisui dengan raut acuhnya, membuat para wanita itu terkekeh mendengarnya.

"Yang benar saja anak syetaaan! Mana bisa aku berjalan-jalan di desa hanya dengan memakai sehelai daun,"

"Kakashi, korden itu sepertinya tidak terpakai. Coba pakai itu," Ucap Ibiki membuatnya semakin mengernyit kesal.

"Ibiki sekali lagi kau meledekku, aku tidak menjamin rahasiamu tadi aman,"

"Nah loh," Ledek Shisui membuat pria paruh baya itu seketika menepuk keningnya, "Kakashi ada jubahku di sana, pakai saja itu,"

"Memakai jubah? Maksudmu di lilitkan seperti habis mandi? Yang benar saja, orang-orang akan mengira aku adalah ulat. Shisui tolong buat pintu teleportasi ke rumahku,"

"Energiku sudah terkuras banyak, bagaimana aku bisa bertempur nanti malam jika membuat pintu teleportasi untukmu," Ucapnya membuat Sakura langsung mencubit pinggangnya karena merasa malu.

"Ya ampun, sahabatku menjadi musuhku sekarang," Gerutu pria perak itu sembari melilitkan jubah milik Ibiki dan Shisui pada tubuhnya.

Setelah pria perak itu selesai melilitkan jubahnya, ia nampak langsung duduk bertopang kaki di salah satu kursi. Shisui dan Ibiki juga serempak melepaskan tangannya dari mata para wanita itu lalu bergeser, "Yah, Kabel gondola nya sudah tidak ada," Celetuk Hanare membuat sang gadis musim semi terlihat penasaran.

"Kabel gondola?"

"Sudah jangan membicarakan hal itu lagi. Ada yang lebih penting untuk kita bahas," Sela Shisui sembari menarik Sakura ke sebuah kursi yang berhadapan langsung dengan sang pria perak, di susul oleh Hanare dan Ibiki.

"Sensei kau habis mandi?" Tanya sang gadis musim semi sembari memperhatikannya dari atas hingga bawah, membuat pria perak itu mendelik kesal, "Ini ulah suamimu dan pria konyol itu,"

"Pfft dasar, ku kira kau habis mandi,"

"Tidak, Shisui cepat katakan apa yang ingin kau katakan. Aku benar-benar tidak nyaman dengan kondisiku sekarang,"

"Uhm ini tentang desa, kau ..."

"Aku tahu dan aku akan muncul di hadapan publik nanti saat pesta selesainya pembangunan desa," Selanya sembari memakai beberapa kue yang tersaji di meja sekaligus, hingga pipinya menggembung.

"Lalu Orochimaru-sama?'

"Bwerikan apwa ang menjadi haknya," Ucapnya dengan kesulitan karena terus saja mengunyah makanan itu tanpa henti.

"Maksudmu kita berikan Otogakure? Tapi ..."

"Walau pada akhirnya dia merepotkan kita, tetap saja dia telah banyak membantu sebelum krisis dan ku fikir itu setimpal,"

Shisui seketika terdiam mendengar ucapannya, ya apa yang di katakan Kakashi memang benar. Walau pria ular itu menyebalkan dan sering membuatnya repot tetap saja ia memiliki jasa di desa ini.

"Oh ya, Shisui kau juga sangat berjasa selama aku tidak ada. Kau boleh meminta apapun, misal meminta di buatkan patung dirimu untuk air mancur alun-alun Konoha,"

"Jangan gila," Deliknya membuat mereka seketika tertawa, "Jika kau menawarkan hal seperti itu maka aku punya satu permintaan,"

"Apa? Asal jangan tambang emas, perak hingga batu mulia kita,"

"Kau benar-benar ingin ku pelintir Kakashi. Katanya kau ingin memberiku apapun,"

"Ya asal jangan harta karun kita saja," Ucapnya dengan begitu enteng sembari mengorek kupingnya.

"Haaa sabar ... Sabar, aku ingin wilayah klan Uchiha di tanamai pohon Sakura sebanyak 10 buah saja,"

Kakashi seketika menegakan posisi duduknya begitu mendengar permintaan itu lalu bersedekap, "Kenapa wilayah klanmu ingin di tanami pohon Sakura sebanyak itu,"

Sembari tersenyum Shisui menggenggam tangan sang gadis musim semi hingga mereka langsung memfokuskan tatapannya pada kedua sejoli itu, "Kemenanganku, keberhasilanku dan kesuksesanku itu berkat doa darinya. Aku ingin memberinya hadiah sebagai rasa terimakasihku dan sebagai bukti cintaku," Jelasnya membuat Sakura seketika tersenyum lebar dengan tatapan harunya.

"Shisui ..."

"Kalau begitu aku akan menanam pohon Sakura di semu sisi desa. Karena aku juga mencintai Sakura," Ucap pria perak itu yang langsung menutup mulutnya karena baru sadar sudah keceplosan bicara.

"Eh?"

"Eh?"

"Ehhh?"

"Haaa! Sen ... Sensei mencintaiku?" Tanya sang gadis musim semi dengan raut melongonya.

"Kakashiiiiii ... " Panggil Shisui dengan tatapan horornya.

"Uhmm ano ... Maksudku aku mencintaimu sebagai muridku. Hehe maaf aku tidak sempat menyelesaikan ucapanku,"

"Omae ..."

Tok ... Tok ...

"Jendral maaf, ada seseorang yang menunggu di luar," Sela seorang anbu membuat pria itu langsung mengangguk.

"Sakura tunggulah di sini sebentar," Ucapnya namun gadis itu segera memegang tangannya lalu berdiri, "Tidak, aku ingin ikut denganmu,"

"Aku tidak akan lama. Duduklah ada Ibiki dan Hanare di sini,"

"Shisui aku tidak di anggap ada?" Tanya Kakashi sembari mengacungkan tangannya membuat Sakura terlihat risih.

"Kakasih aku tidak percaya dengan matamu. Sekali lagi kau menatap Sakura seperti mangsamu aku tidak akan segan mencolok matamu,"

"Memangnya kau bisa?" Ledeknya membuat pria itu mengernyit kesal.

"Klan Uchiha sudah biasa bongkar pasang mata seperti mengganti lampu bohlam," Celetuk Hanare membuat mereka seketika tertawa.

"Cih berisik," Ucapnya sembar berbalik pergi.

"Anata aku ikut," Pintanya dengan nada yang begitu dalam hingga seperti akan menangis membuat Shisui menghela lalu menggengam tangannya, "Ayo,"

Kakashi seketika bertopang dagu sembari berdecak melihat kepergian mereka. Begitu tiba di luar gedung itu Sakura seketika terkejut melihat sosok Tenten berdiri bersama beberapa anak buah Shisui dengan tatapan tertunduk.

Wajahnya nampak begitu pucat, bahkan ada beberapa bekas luka juga memar. Begitu ia melihat Shisui gadis itu buru-buru berlutut bersama yang lainnya, "Ada apa kalian kemari?"

"Kami ingin melapor kalau pemberontakan di wilayah utara berhasil di redam jendral," Ucap Tenten dengan begitu tegas.

"Pergilah ke perbatasan tenggara dan Barat. Setelah itu kirim suplai makanan juga obat ke desa Kiri dan Iwa,"

"Hai' jendral,"

"Tenten tunggu!" Teriaknya namun gadis itu malah melesat pergi dari sana dengan begitu cepat. Ia pun segera menatap Shisui yang masih menatap dengan begitu dingin ke arah kepergiannya.

"Shisui apa yang kau lakukan pada Tenten? Kenapa dia jadi dingin seperti itu padaku?"

"Dia masih menjalani hukumannya,"

"Hukuman? Hukuman seperti apa yang kau berikan padanya shannaro?"

Shisui yang tak ingin membahasnya pun segera berbalik dan melangkah pergi. Sakura yang merasa ada yang tidak beres dengan hukuma sahabatnya itu pun segera berlari menghalangi jalan pria itu, "Shisui katakan padaku hukuman apa yang kau berikan pada Tenten?"

"Kau tidak perlu tahu Sakura," Ucapnya sembari melangkah ke arah lain, namun gadis itu bisa dengan cepat kembali menghalanginya.

"Shisui aku mohon katakan padaku. Bagaimana kau menghukumnya?"

Pria itu nampak tak bisa mengelak lagi saat melihat manik emerald istri tercintanya mulai berkaca-kaca. Perlahan ia menghela lalu berkata, "Aku menurunkan statusnya, kini ia menjadi Kunoichi tingkat dasar dan harus melakukan pelatihan ulang dengan menjalankan misi tingkat paling bawah dan rendah,"

"Bagaimana bisa kau melakukan hal sejahat itu shannaro? Dia tidak melakukan kesalahan besar hingga harus di hukum seberat ini,"

"Di mata daimyo kesalahannya sangat besar yaitu melenyapkan keturunan klan Uchiha dan Klan Nara. Walau kami menepis ucapan mereka tetap saja Tenten harus di hukum seperti itu," Jelasnya membuat Sakura seketika mematung dan menitikan air matanya.

Saat Shisui memeluknya gadis itu seketika tak bisa membendung air matanya dan langsung menangis, "A ... Apa hukumannya tidak bisa di ganti atau di ringankan?"

"Hukum melenyapkan nyawa seseorang di Konoha itu sangat berat. Masih untung dia tidak di hukum mati juga," Ucapnya membuat Sakura semakin terisak, "Tapi tenang saja aku sudah mempermudah pelatihan ulangnya jadi dia akan kembali pada posisinya sebentar lagi,"

"Benarkah?"

"Percayalah padaku Sakura,"

"Lalu bagaimana dengan teman-temanku yang lain?"

"Hinata juga akan segera keluar dari kurungannya dan untuk Karui ... Aku tidak bisa ikut campur karena Chouji menutupinya," Jelasnya membuat Sakura terdiam beberapa saat untuk berfikir.

Perlahan ia pun melepas pelukannya lalu menggenggam tangan Shisui, "Arigatou nee,"

"Untuk apa? Jangan bicara sesuatu yang tak ku mengerti lagi Sakura. Kepalaku sudah banyak pekerjaan jika di tambah lagi akan langsung blur,"

"Pfft nee aku tidak akan menambahnya. Oh ya, Shisui aku tadi berbincang sebentar dengan Ibiki-sama, katanya jika aku mau membawa nama klan Uchiha saat mengambil posisi kepala rumah sakit. Aku harus menikah ulang denganmu karena pernikahan kita kemarin kan di anggap tidak sah. Jadi kapan kita akan menikah ulang?"

"Duh aku lupa hal itu saking sibuknya. Bagaimana kalau saat pesta selesainya pembangunan desa?" Tanyanya membuat Sakura seketika berbinar lalu kembali memeluknya dengan lebih erat, "Nee kapanpun aku mau. Tapi kataya kau akan pergi ke wilayah lain untuk memerika keadaan kan? Bagaimana kita akan mempersiapkannya dalam waktu singkat? Apa kau akan datang tepat waktu nanti?"

"Aku yakin teman-temanmu mau membantu, aku juga akan menyuruh Mika dan Sita,"

"Tapi apa tidak apa kalau meminta mereka membantu?"

"Mereka masih anak buahku jadi mereka pasti akan menurutiku," Jelasnya membuat Sakura mengangguk senang.

*****

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro