1 - BANCI

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Suasana kelas 3-3 itu sangat ramai. Beberapa murid asik bercanda dan mengobrol, beberapa murid lainnya justru duduk di bangkunya dengan cemas. Kejadian barusan masih membuat dada mereka berdegup kencang.

Sekitar sepuluh menit yang lalu saat pelajaran Matematika, Pak Abdul, guru mata pelajaran itu berlari keluar kelas sambil menangis. Alasannya? Itu karna tak lain dan tak bukan karna sang trouble maker, Arka.

Arka memang sudah tak menyukai guru yang pembawaannya lemah lembut itu. Menurutnya apa yang ia jelaskan tidak pernah masuk ke dalam otak murid-murid yang diajar olehnya. Bukan berarti Arka juga termasuk dalam murid-murid itu, dia justru selalu tidur saat guru itu menampakkan wajahnya di depan kelas.

Baik Arka maupun Abdul tadi sempat beradu mulut, lebih tepatnya Abdul yang mengoceh sendiri. Memang siapa yang terima jika di saat sedang menjelaskan pelajaran tiba-tiba ada orang yang meneriaki cara mengajarnya seperti banci? Tentu saja semua orang akan marah.

Itulah yang dirasakan oleh Abdul tadi. Lelaki berusia dua puluh delapan tahun itu melempar penghapus papan tulis yang langsung mengenai kepala Arka yang sedang tersandar di atas meja.

Dengan emosi Abdul menanyakan alasan Arka mengatakan hal itu, namun Arka tidak menjawabnya melainkan menatapnya dingin. Saat Abdul mengeluarkan sumpah-serapahnya, Arka justru memainkan game di ponselnya.

Tentu saja Abdul yang merasa tak dihargai dan dipermalukan di hadapan muridnya itu langsung mengambil ponsel Arka dan membantingnya ke lantai hingga menimbulkan retak di layar ponselnya.

Reaksi Arka yang tidak peduli justru memancing amarah Abdul yang sudah mengangkat tangannya tinggi-tinggi. Bukannya takut, Arka justru menawarkan pipi kirinya kepada Abdul. Tanpa bisa dihentikan, air mata Abdul mengalir begitu saja, membuat dia harus berlari keluar kelas atau terus merasakan malu.

"Hp lo gimana tuh, Ka?" tanya Zaki yang duduk di depan Arka.

Arka melempar ponselnya yang bagian layarnya retak ke meja. "Ganti baru,"

"Enak yah orang kaya asal banget ganti hp," sahut Reyhan yang duduk di damping Arka.

Arka mengangguk dan melemparkan ponselnya ke badan Reyhan yang saat ini duduk dengan kaki terangkat ke atas meja. "Saking kaya nya gue sampe ngasih hp gue ke orang miskin tuh."

"Anjirr, sialan lo." Reyhan membolak-balikkan ponsel Arka yang masih mulus. "Lumayan juga." Ucap Reyhan sambil memasukkan ponsel yang diberikan Arka ke dalam tas.

"Itu si banci baper banget sumpah sampe nangis gitu. Drama king banget," ucap Zaki.

"Salah, bego, drama queen." Koreksi Reyhan.

"Nah, pas itu."

"Lagi PMS kali doi makanya baper," sahut Arka.

"Anjir lo yah gak punya rasa bersalah banget."

"Emang gue gak salah, dia kan banci."

"Pe'a lo, Ka. Guru tuh biarpun melambai juga."

Arka dan Reyhan tertawa pada ucapan Zaki, lelaki satu ini memang orang yang sangat jujur, saking jujurnya dia selalu mendapat bermasalah dalam hubungan pertemanan. Teman-temannya dulu selalu menjauhinya karna sakit hati oleh sifat jujur yang ia punya, itulah kenapa dia kesulitan dalam mencari teman saat SMP.

Sampai akhirnya dia bertemu dengan Arka dan Reyhan yang memang sudah bersahabat sejak SMP. Walaupun mengetahui sifat jujurnya yang kadan dapat membuat orang lain sakit hati jika mereka yang mendengarnya, namun kedua orang itu justru menjadikannya sebagai candaan dan juga masukkan.

Karna itulah Zaki bersyukur sudah bertemu dengan -yang ia panggil- kedua manusia tolol itu. Zaki berjanji tak akan membuat mereka kecewa kepadanya dan akan selalu menjaga persahabatan mereka sampai tua nanti.

*****

"La, ayo dong jalan. Gue butuh baju baru nih." Rujuk seorang gadis kepada sahabatnya sambil menggelayuti tangan kanannya.

"Gak bisa, Mel. Kan udah gue bilang gue ada latihan voli. Sana minta anterin sama Bayu." Balas sahabatnya sambil melepaskan tangannya.

"Ih Lala mah gitu, kalo Bayu bisa juga gue minta anterin dia."

Gadis itu, Shaila berhenti dan berbalik menatap Mela, sahabatnya yang sedang merajuk. Shaila berhenti di depan gadis yang sudah selama empat tahun ini menjadi sahabatnya, dia lalu merengkuh kedua bahu Mela.

"Gue juga gak bisa, Mel. Kalo malem aja gimana? Gue anter deh."

Mata Mela kembali berbinar. "Bener yah malem? Awas kalo nggak. Janji?" Mela mengangkat jari kelingkingnya.

Shaila tertawa kecil lalu mengapit jari kecil sahabatnya. "Janji, bawel."

"Ahh.. I love you soooooo much deh, La." Mela memeluk Shaila.

"Dih lepas gak? Ada maunya aja baik-baikkin gue lo."

Mela terkekeh sambil menjulurkan lidahnya. "Gue balik yah, see you tonight."

Mela berlari setelah mengirim Shaila sebuah flying kiss. Shaila melambaikan tangannya, lalu berjalan kembali saat tak dapat dilihatnya lagi punggung Mela.

Saat akan menuruni tangga, dia menabrak -atau lebih tepatnya ditabrak oleh sosok bertubuh tinggi dan tegap hingga membuatnya hampir jatuh jika tidak ditangkap oleh sang penabrak.

Shaila sudah menutup erat kedua matanya, menguatkan iman pada sakit yang akan ia terima. Bukannya sakit pada bokongnya, justru sesuatu kekar lah menyentuh pipinya.

Shalia membuka mata dan mendapati dada bidang di depan hidungnya. Shaila menengadah dan melihat sesosok yang langsung dia aku memiliki wajah sangat tampan.

"Lo gak papa kan?" tanya lelaki itu. Suaranya lembut namun terdengar dingin di telinga Shaila.

"I.. iya, gak papa." Jawab Shaila.

"Hati-hati kalo jalan," ujar lelaki itu dan melanjutkan jalannya.

Shaila menatap punggung tegap itu menjauh. Shaila memang sering mendengar cerita tentang betapa tampannya lelaki itu, dan diapun beberapa kali melihatnya dari jauh, namun ini pertama kalinya dia melihat dari jarak sedekat itu.

Ganteng banget kak Arka, jelas aja banyak yang naksir. Batin Shaila yang lalu melanjutkan jalannya.

*****

TBC

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro