42. Hari Kelulusan & Sebuah Rahasia

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Setelah hampir sebulan menanti kabar kelulusan,kini tiba saatnya berita tersebut datang. Hampir seluruh murid kelas 12 San Paulo Senior High School memenuhi mading besar yang ada di pinggir lapangan.

Pihak sekolah memasang kertas besar berisi nama-nama siswa di sana dan tentu itu membuat seluruh siswa kelas 12 berdiri di tempat tersebut untuk mencari nama mereka. Begitu pula dengan Domi, Unjin dan Lulu, mereka pun tengah berada di depan papan mading sambil memfokuskan netra mereka mencari nama masing-masing.

"Woah!! Gue lulus Dom!" seru Unjin girang saat di samping namanya tertera tulisan LULUS

"Gue juga Njin!! Peringkat 2 lagi!" sambung Domi tak berapa lama.

Kini tinggal Lulu-lah yang belum bersuara, mata sipitnya makin menyipit mencari namanya di deretan nama lain, namun tak berapa lama suara nyaringnya terdengar memekakkan telinga, "akhhh!! Lulu lulus!!! Akhirnya Lulu lulus juga!!!" seru Lulu sambil memeluk Domi dan Unjin secara bersamaan.

Ketiganya pun kini terlihat bersorak gembira sambil berpelukan. Rasa syukur melingkupi hati ketiganya, bahkan Lulu sampai menangis bahagia.

"Jangan nangis Lu! Kan udah lulus," pinta Domi sambil mengusap surai coklat Lulu.

"Tau nih, ngapain nangis sih Lu! Ini tuh waktunya kita ketawa tau!" sambung Unjin sambil merangkul Lulu lebih erat.

"Lulu terharu Dom, Njin ... gak sangka kalau Lulu bisa lulus walau kemarin ngerjain ujiannya asal-asalan."

Penjelasan Lulu membuat Domi dan Unjin saling tatap sesaat lalu kemudian tertawa

"Berarti lu hoki Lu!" seru Unjin dan Domi bersamaan sambil tertawa, membuat Lulu mengangguk polos lalu ikut tertawa.

👣👣👣

Hampir seluruh siswa kelas 12 menunjukan rasa bahagia mereka. Tak hanya itu, rasa haru pun terselip di saat mereka mengucapkan terima kasih pada guru-guru mereka sebelum akhirnya mereka melakukan tradisi coret-coretan seragam sebagai bentuk kenang-kenangan.

Baik Domi dan Unjin pun melakukan hal yang sama. Bersama dengan teman sekelasnya, mereka saling coret mencoret nama atau tulisan konyol di sana.

Unjin tengah menuliskan sesuatu di bagian belakang seragam Domi saat Lulu tiba-tiba saja muncul di hadapan Domi dan langsung bersuara, "Domi !! tulis nama Domi di sini dong!" pintanya sambil membusungkan dadanya.

Dengan polosnya Domi pun mengiyakan dan hendak menuliskan namanya di seragam Lulu. Unjin yang melihat tersebut reflek meneriaki Domi

"Jangan Dom!"

Si bontot dari keluarga Alcander pun segera menghentikan gerak tangannya yang hampir menyentuh seragam Lulu.

"Kenapa?" tanya Domi dan Lulu bersamaan.

"Tanya kenapa lagi! Ya kali lu mau nulis nama lu di situ!" celetuk Unjin sambil melirik seragam Lulu---berusaha memberi kode pada Domi.

Domi mengeryit sesaat lalu berpaling untuk melihat kembali ke arah Lulu, memastikan apa maksud ucapan Unjin tersebut.

"Tulis nama lu di tempat lain!" perintah Unjin yang masih direspon dengan wajah bingung Domi.

"Ihh ... tulis di sini aja, tempat lain udah penuh nih! Unjin gak liat apa?" sahut Lulu galak sambil tetap membusungkan dadanya ke arah Domi.

"Gak mungkin nulis di situ Lu! Gak usah ngeyel deh!" sahut Unjin gemas dengan kepolosan dua sahabatnya itu.

Domi yang sejak tadi mencoba memahami maksud ucapan Unjin pun kini mulai mengerti. Laki-laki berparas tampan sekaligus imut itu tampak membuka lebar mulutnya lalu manggut-manggut sendiri.

"Domi tulis nama Domi di lengan baju Lulu aja! Gak bisa kalau nulis di situ," cetus Domi yang kemudian disusul napas lega dari Unjin.

"Kenapa gak di sini aja sih, kan masih kosong! Domi tulis di sebelah kanan ... Unjin sebelah kirinya deh."

Lulu ngotot namun Unjin dan Domi pun lebih ngotot untuk menulis nama mereka di seragam Lulu bagian lengan.

"Gak bisa tulis di situ Lu! Terlalu empuk!!" celetuk keduanya yang ternyata membuat Lulu tersadar bahwa tempat yang ia tunjukkan pada sahabatnya itu adalah bagian dadanya.

"Hahaha ... iya ya nanti tulisannya malah jadi gak bagus ya karena gak rata," respon Lulu polos.

Unjin yang geram pun langsung menoyor kepala Lulu sambil berkata, "untung ngomong gitu sama kita, coba sama yang lain udah pasti ambil kesempatan tuh mereka! Kurangin tuh oneng lu!"

Omelan Unjin tersebut hanya direspon cengiran oleh Lulu. Domi sendiri ikut terkekeh karena hampir saja menuruti permintaan bodoh Lulu tadi.

"Pantesan tadi gue ngerasa ada yang aneh gimana gitu Njin," ujar Domi pada Unjin masih sambil terkekeh.

"Lu juga oneng!" balas Unjin geram

"Namanya juga hampir hilaf Njin ... hampir hahaha ...."

Setelah mereka selesai saling menuliskan nama mereka di seragam masing-masing, mereka pun berfoto bersama. Soal foto memfoto, Lulu paling menguasai diri dua sahabatnya tersebut. Mengatur gaya dan enggel foto agar terlihat bagus namun itu membuat Domi dan Unjin kesal sendiri.

"Aduh Lu, ribet amat sih foto aja? Miring sanalah, miring sinilah!" protes Unjin

"Ihhh! Biar keliatan bagus tau! Gak usah bawel! Ayo gaya lagi tapi kali ini pake HP Domi ya habis itu pake HP Unjin."

"Ampun deh! Ribet banget sih lu!"

Setelah menuruti permintaan Lulu, kedua laki-laki tampan itu pun berniat untuk menuju kantin namun suara cempreng Lulu menginterupsi langkah mereka.

"Kalian mau ke mana?"

"Kantin, beli es teh! Ikut gak?" Domi menjawab dengan santai.

"Ih tunggu dulu , sesi foto kita kan belum selesai!"

"Ampun deh Lu, lanjutin di kantin aja!" ujar Unjin sambil menarik tangan Lulu.

Sesampainya di kantin, Lulu tak segera memesan makanan atau minuman, ia malah asik berselfie menggunakan ponsel Unjin dan Domi hingga kedua sahabatnya itu menginterupsi tingkahnya.

"Abis deh memori hp gue Lu!" celetuk Unjin sambil mencoba meraih ponsel miliknya.

"Ih pelit banget sih, Domi aja gak protes!"

"Jangan samain gue sama Domi! Domi itu kalau sama lu manut-manut bae tapi kalau gue---jangan harap!!"

Lulu melayangkan satu pukulan ke lengan Unjin namun laki-laki itu cuek saja. Tak berapa lama ekspresi wajah Unjin berubah masam karena mendapati puluhan foto Lulu dalam galeri ponselnya.

"Anjir belum ada setengah jam pake hp gue tapi foto lu udah sebanyak ini?!" cetus Unjin sambil melihat galeri ponselnya yang penuh dengan foto Lulu dengan berbagai pose.

Mendengar tuturan Unjin tersebut, Domi pun segera meraih ponselnya yang masih dipakai oleh Lulu untuk berselfie ria. Tak lama Domi pun membelalak saat mendapati banyaknya foto Lulu dalam galeri ponselnya.

"Buset deh Lu banyak banget ini! seru Domi.

"Apusin aja Dom," sahut Unjin yang disusul anggukan dari Domi namun mendapat pelototan dari Lulu

"Awas ya sampe foto Lulu dihapus! Mandul kalian!" ancam Lulu, membuat Domi dan Unjin tercengang sambil menelan saliva mereka susah payah.

Melihat nyali ciut sahabatnya, Lulu pun terkekeh penuh kemenangan. Begitulah Lulu ancamannya tak jauh dari kata mandul. Sungguh menjengkelkan dan tak masuk akan tapi meski begitu Unjin dan Domi pun tak pernah berani melawan ancaman tersebut.

Poor Domi dan Unjin 😂

👣👣👣

Beberapa hari setelah kelulusan sekolah, para murid kelas 12 The Sao Paolo Senior High School tak serta merta bebas begitu saja. Mereka masih disibukkan oleh kegiatan pemotretan untuk buku tahunan, mengurus ijazah dan juga rencana pendaftaran ke universitas pilihan mereka.

Domi yang berniat untuk masuk ke fakultas kedokteran pun akhirnya mempersiapkan diri untuk mengikuti ujian SBMPTN. Saat itu target Domi adalah Universitas Indonesia Jakarta dan Universitas Gajah Mada Yogyakarta. Lulu yang notabene ikut-ikutan Domi pun tentu sama tapi jurusan yang akhirnya ia pilih yaitu jurusan sastra Indonesia dengan alasan ia menyukai bidang literasi.

Yah ... harus diakui bahwa selama ini Lulu memang rajin sekali memenuhi mading sekolah dengan karya tulisnya berupa puisi, cerpen ataupun cerbung. Tak hanya di sekolah saja tapi hasil karya Lulu pun pernah terpampang di beberapa majalah remaja dengan nama pena 'Si Ulat Bulu '.

Tak beda jauh dengan Domi dan Lulu, Unjin sendiri pun juga mempersiapkan dirinya untuk ikut ujian masuk ke AAU yang biasanya akan di adakan di Halim Perdanakusuma Jakarta. Tak hanya mempersiapkan kondisi fisik saja, Unjin pun masih membuka buku-buku pelajarannya untuk tes tertulis nanti.

"Emang kapan sih Njin pendaftarannya dibuka?" tanya Lulu penasaran

"Gue juga belum tau Lu."

"Nanti kalau Unjin mau daftar, Lulu anterin deh ya," pinta Lulu sambil menatap Unjin penuh arti.

"Ah ... akal-akalan lu aja Lu mau nganterin gue, bilang aja lu mau liat tentara-tentara di sana, iya, 'kan?" sahut Unjin yang sudah tahu isi kepala Lulu.

"Ya sekalian gitu ... siapa tau ada yang naksir Lulu hehe ...."

"Gak ada yang mau sama cewek yang bentuknya kayak lu Lu! Kegatelan macam Ulat Bulu! Liat cowok cakep dikit dipepet, liat cowok kece dikit kesemsem! Kelebihan hormon emang lu!"

"Yeee ... itu namanya normal Unjin ... emang Unjin mau apa liat Lulu pacarannya sama yang sejenis!" balas Lulu sambil menjulurkan lidahnya.

"Lagian Unjin kenapa sih protes mulu, Domi aja gak pernah protes!" sambung Lulu

"Domi bukannya gak protes! Dia diem aja karena udah nyerah sama tingkah lu yang kelewat aneh!" balas Unjin mulai geram.

"Gak mungkinlah ... Domi tuh gak mungkin kayak gitu!"

"Kalau gak percaya coba aja tanya sendiri sama orangnya!"

"Gak! Lulu percaya kata hati Lulu aja!"

Kalau sudah seperti ini sudah pasti mereka akan adu mulut sepanjang hari. Dan Domi hanya akan menjadi penonton, pendengaran dan penengah di saat yang dibutuhkan nantinya.

👣👣👣

Hari berganti, malam itu Domi tengah  berada di ruang khusus milik momy Olin di saat semua abangnya berada di ruang tamu bercengkrama dengan sang momy.

Malam itu Domi tampak tak tertarik dengan suasana yang mengandung banyak tawa dan canda di luar sana. Ia lebih tertarik dengan tumpukan buku-buku kesehatan milik sang momy saat kuliah dulu.

Domi pun meraih sebuah buku dan membacanya sejenak. Buku-buku yang membahas mengenai anatomi fisiologi itu membuat Domi larut dalam bacaan hingga ia tak sedikit pun mendengar panggilan momy-nya yang entah sudah sejak kapan berada di sampingnya.

"Domdom sayang ... lagi ngapain sih Nak, Momy panggil dari tadi kok gak dengar," suara lembut Momy Olin terdengar bersamaan dengan tangannya yang mengusap lembut surai sang anak.

Kontan Domi pun segera menutup buku yang tengah dibacanya lalu nyengir kuda. "Gak lagi ngapa-ngapain kok Mom, Domi cuma lagi liat-liat buku kuliahnya Momy dulu hehe ...."

"Aduh Dom, baca buku lain aja. Domi gak usah baca-baca buku tentang kedokteran begini, bikin pusing ! Cukup Momy aja Dom yang ngerasain!"

Ucapan momy Olin benar-benar membuat Domi mendelik sesaat. Ia tahu betul kalau sang momy tak akan merestui niatnya untuk masuk jurusan kedokteran seperti keinginannya karena bagi momy Olin pekerjaannya saat ini membuatnya banyak kehilangan banyak moment kebersamaan dan mengharuskannya sering meninggalkan keluarga tercinta. Belum lagi masa pendidikan yang amat sangat sulit dan menyiksa, baik itu dari segi teori maupun praktiknya.

Ohh, sungguh ! Momy Olin tak ingin anak-anaknya merasakan semua itu.

"Emang kenapa sih Mom, kan enak kerja di bidang kesehatan bisa tau banyak penyakit dan penanganannya. Bisa bantu orang yang membutuhkan pertolongan juga."

Domi berusaha mencari tahu lebih dalam mengapa sang momy selama ini kekeh tidak memperbolehkan para putranya untuk mengikuti jejaknya.

"Yang Domdom bilang sih bener tapi gak semuanya enak Dom, cukup Momy aja pokoknya yang ngerasain, Domi jangan ! Ingat, Momy gak mau anak-anak Momy ada yang terjun ke dunia kesehatan apapun itu bidangnya !"

Glekk

Domi menelan salivanya susah payah. Seketika itu pula ia membayangkan bagaimana jadinya jika sang momy tahu bahwa ia berniat untuk menjadi dokter di masa depan.

"Udah ... gak usah bahas soal itu lagi. Tuh di luar ada Lulu nyariin kamu, temuin sana," ujar momy Olin membuyarkan lamunan Domi.

👣👣👣

Di lain tempat yaitu di rumah keluarga Nugroho. Malam itu Yujinu alias Unjin tengah berdiri di depan bingkai besar bergambar foto keluarganya.

Mata kecilnya menatap gambar diri sang papi dengan lamat-lamat. Entah apa yang ia pikirkan tapi sinar matanya begitu jelas menggambarkan kekaguman.

"Adek kenapa, Nak?" tanya mami Nia mengangetkan putra bungsunya.

Sejenak mami Nia memperhatikan gambar foto keluarga mereka yang sejak tadi dipandangi oleh Unjin.

"Adek kangen Papi ya?" tebak mami Nia,  membuat Unjin melebarkan iris matanya sesaat.

"Iya Mi," sahut Unjin sekenanya sambil tersenyum.

"Teleponlah Dek, masa cuma ngeliat foto Papi aja," timpal mami Nia.

"Tar malam aja Unjin telepon Papinya, takutnya Papi masih apel kalau jam segini," sahut Unjin tanpa mengalihkan pandangannya pada foto diri sang papi.

"Mi," panggil Unjin di detik berikutnya.

"Kalau misalnya Unjin kayak Papi gimana Mi?" tanya Unjin sambil mengalihkan netranya pada sang mami.

Mendengar pertanyaan tersebut, mami Nia kontan menggeleng.

"Jangan De, nanti Adek jauh dari Mami. Belum lagi nanti Adek ditugasin ke mana-mana ... Adek kan tau sendiri, Papi gak pernah pulang, temen Mami cuma Abang Tyan sama Adek, kalau Adek mau jadi kayak Papi teman Mami di rumah siapa dong? Abangkan mau nikah sama kak Tami, masa Mami sendirian di rumah sih De, Mami kan udah tua," jelas mami Nia dengan raut wajah sendu, membuat Unjin tiba-tiba saja merasa galau.

Tak ada yang salah memang dengan ucapan sang mami. Ia tentu saja ingin ada yang menemani  sang mami di usia senjanya namun hasrat diri untuk menjadi seorang tentara pun sama besarnya. Ia ingin menjadi penerus sang papi, membuat bangga sang mami dengan prestasi yang akan diukirnya nanti.

"Adek jadi yang lain aja deh ya, jadi kayak Abang Tyan aja tuh ... kerja di perusahaan asing, gajinya juga gak kalah besar kok, Dek," pinta mami Nia.

Mendengar ucapan sang mami, Unjin memilih diam,ia tak ingin membuat maminya khawatir saat ini namun tak bisa dipungkiri bahwa niatnya kali ini benar-benar terhalang restu dari sang mami.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro