44. Perjuangan Sang Primadona

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Malam itu sekitar pukul 7 malam, kediaman keluarga Alcander tampak penuh keriangan karena diliputi tawa bahagia oleh beberapa orang.

Malam itu Caroline Shelita alias momy Olin genap merayakan pertambahan usianya. Keluarga Alcander merayakan hari jadinya momy Olin dengan makan malam sederhana bersama keluarga Nugroho meski tanpa para hero keluarga mereka.

Di taman belakang rumah keluarga Alcander, momy Olin sedang berbinar bahagia karena ia bisa berkumpul bersama tiga putranya, sahabat karibnya yaitu mami Nia beserta Unjin dan Tyan yang juga membawa Tami di sisinya. Jangan lupakan ada Lulu yang juga turut membawa kehebohan acara.

Tak hanya sampai di situ kebahagian momy Olin, malam itu ia bertambah sumringah dan bahagia sebab ada satu tamu istimewa yang juga turut hadir merayakan ulang tahunnya. Tamu itu adalah tamu yang dinanti olehnya dan juga oleh putra sulungnya. Siapa lagi kalau bukan Lea, si gadis cantik pujaan hati Vier.

Usai acara tiup lilin dan makan malam bersama yang sangat kekeluargaan, kini kebersamaan malam itu dihiasi dengan obrolan-obrolan ringan serta candaan yang begitu riang. Domi, Unjin dan Lulu sibuk saling menjahili satu sama lain. Vier, Lea, Tyan, Tami dan Uky asik mengobrol mulai dari membahas pekerjaan dan kuliah mereka, hingga obrolan pun terus berlanjut sampai membahas tentang Uky yang masih setia menjomblo.

"Ky, lu kapan punya gandengan ? Gak bosan sendiri mulu ? Betah banget menjomblo !" celetuk Tyan mencibiri adik sahabatnya itu.

"Iya ni, Abang Uky kapan donk punya cewek ? Tante kan pengen lihat tuyul imutnya tante punya gandengan !" sambung mami Nia ikut menimbrung obrolan para kaula muda.

"Iya Bang, lu cari cewek donk. Masa masih trauma aja !" timpal Unjin ikut-ikutan.

"Iihhh ... Abang Uky mau cari pacar ? Sama Lulu aja gimana ? Lulu akan jadi pacar yang baik dan setia kok. Tante Olin pasti setuju, Lulu kan cewek baik-baik !" cerocos Lulu dengan penuh percaya diri sementara momy Olin dan mami Nia hanya teesenyum melihat gadis ceriwis, sahabat para putranya itu.

"Ehh, ulat bulu ! Jangan mimpi lu bisa jadi pacar bang Uky ! Dia gak selera sama cewek centil kayak lu !"

"Iihh, sirik aja sih Unjin ! Kalau Abang Uky mau sama Lulu gimana ?"

"Lulu...."

Domi mulai bersuara untuk melerai.

"Lulu itu belum secantik mantannya Abang Uky, jadi jangan kepedean...," sambung Domi memetahkan kepercayaan diri Lulu.

"Iihhh... Domi ni, bukannya dukung Lulu. Tante, lihat tu Unjin dan Domi !" adu Lulu mencari perlindungan. Namun belum sempat mendapat pembelaan, Lulu justru diboyong paksa oleh Domi dan Unjin menjauh dari kumpulan keluarga itu.

Semua orang yang melihat kelucuan dari para bocah remaja itu pun jadi tertawa dan akhirnya lupa pada pembahasan awal tentang kejombloan Uky.

🐾🐾🐾

Lea tengah berdiri menatap pada sebuah dinding yang memampangkan potret keluarga Alcander malam itu. Niat hati, Lea ingin pergi ke toilet lalu kembali lagi ke taman belakang, namun apa daya potret keluarga Alcander malah menuntun langkah kakinya untuk berbelok.

Dari tiap inci pengamatan Lea, hampir 90% foto yang terpajang di dinding serta meja ruang keluarga milik keluarga Alcander itu didominasi oleh foto-foto Vier, mulai dari ia kecil hingga dewasa dan hanya ada satu dua foto milik Uky dan Domi.

Senyum melukis indah di wajah Lea kala ia melihat foto masa kecil Vier yang terlihat lucu. Dalam foto itu si tampan Vier tak menggunakan busana, terlihat imut dan sangat polos hingga semakin mengundang rasa gemas bagi Lea yang melihatnya.


"Vier lucu kan, Lea ?"

Suara momy Olin menginterupsi keseruan Lea saat itu. Gadis imut itupun terlihat tersenyum malu-malu, karena merasa tak enak hati ketahuan menatap foto Vier.

"Kamu tau, Vier itu sudah eksis sejak dia kecil. Dia paling suka kalau sudah disuruh foto dan dia selalu pintar bergaya tanpa perlu diarahkan," ujar momy Olin mulai berkisah.

"Kamu bisa lihat sendiri, dari semua foto yang terpajang di sini, foto Vier lah yang paling banyak dibandingkan dengan kedua adiknya. Dia tumbuh dengan kepercayaan diri yang kuat sejak kecil, selalu membanggakan ketampanannya, sampai tante pusing sendiri menjaganya !" Lanjut momy Olin berkisah dan Lea hanya tersenyum meresponnya.

"Tapi, kepercayaan diri Vier mendadak menciut semenjak Vier ketemu kamu !"

Lea refleks mengalihkan tatapnya pada momy Olin. Matanya menatap intens, seolah bertanya akan maksud dari ucapan momy Olin.

"Maksud tante ?"

"Iya ... gara-gara gagal terus meluluhkan hati kamu, Vier sampe merengek frustasi sama Tante. Dia mengatakan ingin menyerah mengejarmu karena tak sanggup kamu tolak terus."

Momy Olin tampak tertawa, ia mengingat kejadian beberapa waktu lalu, saat Vier begitu frustasi karena ditolak oleh Lea.

"Tante gak pernah lihat Vier segalau itu. Dia juga gak pernah mengeluh sefrustasi itu pada tante. Untuk pertama kalinya tante melihat Vier seserius itu memperjuangkan seorang gadis !" ujar momy Olin sembari ia membelai lembut surai panjang Lea.

"Apa Lea sudah keterlaluan tante ?" Tanya Lea tak enak hati.

"Hahaa ... gak, Lea. Kamu gak keterlaluan. Kalau Tante jadi kamu, Tante juga pasti akan melakukan hal yang sama. Tapi, satu hal yang pengen tante kasi tau sama kamu, Vier sepertinya udah mentok di kamu, karena sampai saat ini cuma kamu gadis yang pernah dia bawa dengan santai ke rumah ini !"

"Masa sih tante ?"

Selidik Lea tak percaya dan momy Olin terlihat mengangguk dengan mantap.

"Tante tak ingin ikut campur perkara hubungan kamu dan Vier. Kalian yang akan menjalaninya, maka kalian juga yang berhak menentukan hubungan seperti apa yang ingin kalian jalani."

Momy Olin menjeda ucapannya, ia menatap lembut pada gadis cantik di hadapannya itu lalu kembali melanjutkan bicaranya.

"Tapi ada satu hal yang ingin tante katakan padamu. Vier benar-benar sudah jatuh cinta padamu ! Ada banyak hal yang sudah Vier persiapkan untuk membahagiakan mu. Jadi, dihari ulang tahun tante ini, tante ingin melobbimu supaya kamu mau memberikan kesempatan pada anak tante yang satu itu ! Apa kamu bersedia mengabulkan permintaan Tante ?" Goda momy Olin.

"Hahaha... apa Vier yang memaksa Tante untuk melobbi aku ?" tanya Lea balas menggoda.

"Hahaha... Tidak ! Dia tidak memaksa Tante, cuma Tante sudah pusing mendengar dia merengek terus setiap hari. Sudah seperti anak kecil, bahkan adik bungsunya aja gak pernah merengek semanja Vier !"

"Hahahaha... maaf karena aku, Vier jadi membuat Tante pusing ! Lea akan coba mempertimbangkannya," ucap Lea sembari melirik nakal pada momy Olin.

"Hahaha ... terima kasih sayang. Sebenarnya Tante yang harusnya minta maaf sama kamu, karena Vier sudah mengganggu hidupmu yang tenang !"

Kedua wanita beda generasi itupun lalu tertawa bersama. Menertawai Vier dan kelakuan-kelakuan anehnya. Momy Olin bahkan sempat mewawancarai Lea prihal tingkah apa saja yang sudah Vier lakukan selama proses pendekatan mereka.

Mendengar cerita Lea, momy Olin hanya bisa mengelus dada. Ia sungguh tak habis pikir mengapa Vier bisa segila itu mengejar Lea.

Bagaimana tidak, Vier terus melancarkan aksi pendekatannya mulai dari mengirimi Lea cokelat dan bunga setiap hari, menjemput Lea ke kampus meski Lea tak pernah minta dijemput, bertandang ke rumah Lea tanpa diundang hingga kadang hanya berakhir membantu momy Lea memasak atau menemani papi Lea bermain catur.

🐾🐾🐾

Lea masih setia menatap dinding penuh potret keluarga Alcander di depan matanya. Saat ini objek pandang Lea sudah beralih dari foto kecil Vier ke foto wisuda sarjananya.

Vier tampak gagah dan tampan menggunakan toga dalam foto tersebut. Aura dan wibawa seorang pria sejati, terpancar jelas dari sorot matanya dan lagi-lagi Lea mengulas sebuah senyum di bibirnya.

Lea tentu tak menampik pesona Vier memang susah untuk ditolak. Belum lagi barusan momy Olin mengisahkan bahwa Vier tak pernah seserius itu dalam mengejar seorang wanita, maka tak bisa dipungkiri Lea jadi merasa sedikit tersanjung sebagai seorang wanita.

Menatap rupa Vier yang tersenyum manis di dalam foto wisudanya membuat Lea jadi teringat kala pertama ia melihat Vier di kampus mereka.

Saat itu adalah masa ospek yang sangat menyiksa. Di tengah terik matahari yang menjemur Lea dan para rekan mahasiswa baru, sosok Vier yang muncul sebagai salah satu panitia ospek seakan memberi angin sejuk bagi para hawa yang menatapnya.

Siapa yang tak terpesona ? Siapa yang tak mengenal sosok primadona bernama Xavier Alcander dari fakultas psikologi ? Salah satu mahasiswa tampan, pintar dan berprestasi. Semua pasti tau tentangnya tanpa Vier perlu memperkenalkan dirinya.

Lea adalah gadis biasa yang saat itu juga terjerat pada pesona seorang Vier, kakak tingkat pemilik visual bak dewa yunani, berkulit sedikit gelap, memiliki hidung menjulang kokoh serta tatapan tajam. Lea sungguh tak ingin menjadi orang munafik jika tak terpesona pada kala itu.

Tapi meskipun demikian, ketampanan Vier tak cukup menggoyahkan hati Lea. Label playboy yang melekat pada diri Vier, justru membuat Lea tak ingin ikut-ikutan para gadis lain yang mengejar cinta Vier.

Hingga sampai pada pertemuan tak terduga, saat Lea tak sengaja tertabrak oleh Vier di toilet gereja. Lea tak pernah mengira bahwa setelah insiden tidak disengaja itu, takdir nyatanya kembali mempertemukan ia dan Vier untuk kedua kalinya di gedung karang taruna.

Dan hal yang lebih membuat Lea tak habis pikir sampai saat ini adalah, pertemuan keduanya dengan Vier membawa Lea pada situasi di mana Vier tak pernah berhenti untuk mengejarnya sejak saat itu.

"Jangan lama-lama natap fotonya, ntar cinta lho !"

Suara beriton yang 8 bulan terkahir ini menghiasi rungu Lea, menginterupsi fokus Lea.

Si pemilik suara tegas itu kini sudah berdiri di sisi Lea sembari mengembangkan senyum kotak yang menjadi ciri khasnya.

"Ngapain kamu mandangin fotonya kalau ada sosok aslinya di dekat kamu ? Mending kamu natap aku langsung aja Lea...."

"Malas ngelihatin lu ! Bosan ! Udah 8 bulan ini lu terus bergentayangan di hidup gue !" ujar Lea judes, sama seperti biasanya.

"Emang aku setan, bergentayangan ?" sanggah Vier tak terima.

"Kamu mah gitu, gak kasihan apa sama aku yang udah terabaikan olehmu selama 8 bulan ini ? Aku tuh kurang apa sih, Lea ? Apa pun yang aku lakukan kayaknya selalu salah di mata kamu !" sungut Vier, terdengar memelas namun Lea hanya melirik malas sebab ia sudah terlampau sering mendengar Vier bersungut seperti itu.

"Harusnya kalau lu serius sama gue, lu gak bersungut begitu !"

"Ya ampun, Lea sayang. Gimana aku gak bersungut kalau selama 8 bulan ini kamu terus menolak aku ? Aku sampe bingung gimana lagi cara buktiin keseriusan aku ke kamu !" oceh Vier mengungkap frustasinya.

"Baru segitu aja udah bingung. Gimana kalau lu diminta ngelamar ?"

Celetukan Lea itu terucap secara spontan. Ia tak menyadari bahwa ucapan yang baru saja ia lontarkan seakan memberi angin segar bagi Vier yang mendengarnya.

"Jadi kamu itu mau dilamar ? Bilang donk dari kemarin ! Ayo sini ikut aku...," ujar Vier sembari menarik tangan Lea secara paksa dan membuat gadis itu jadi kelabakan seketika.

"Ehh, mau ke mana ? Maksud gue bukan gitu !" bantah Lea panik.

"Udah ayo kamu ikut aku aja. Kita selesaikan semuanya malam ini sayang !"

"Ehh, lu mau ngapain, Vier ?!" hardik Lea semakin panik, namun ia tak sanggup melawan sebab Vier menjerat tangannya begitu erat.

Vier membawa Lea meninggalkan ruang keluarga menuju ke taman belakang tempat di mana momy dan semua orang masih bercengkrama. Meski Vier terlihat tergesa-gesa membawa Lea, tapi ia masih dengan penuh perasaan menuntun Lea untuk mengikuti langkah kakinya.

"Momy ! Abang mau nikahin Lea !" seru Vier lantang saat ia dan Lea tiba di hadapan momy Olin dan yang lainnya.

Bugghhhh....

Satu pukulan mendarat keras di bahu Vier. Lea sungguh sangat geram dengan tingkah gila Vier kali ini.

"Sakit sayang ! Kamu kok mukul aku sih ? Ini aku lagi mau minta restu dulu sama momy," ucap Vier tanpa beban.

"Jangan gila, Vier !" geram Lea menahan kesal.

"Mom, abang udah gak tahan Mom. Abang mau nikahin Lea aja dibanding abang ditolak mulu. Momy setuju,'kan? Abang cinta Mom sama dia ! Lea juga udah minta dilamar kok sama Abang !"

"Vier !!!" pekik Lea menahan emosi.

Tangannya masih digenggam oleh Vier dengan kencang hingga ia tak bisa beranjak sedikitpun.

"Abang ngomong apa sih ? Kok tiba-tiba datang minta nikah ? Abang pikir nikah itu buat main-main?" ujar momy Olin mengingatkan.

"Abang tau nikah itu bukan untuk main-main. Abang serius Mom. Ini lho, gadis yang abang perjuangkan selama 8 bulan ini. Yang bikin Abang galau setegah mampus. Yang bikin Abang gak bisa tidur tenang. Abang sayang sama dia Mom, Abang gak mau macarin dia tapi Abang mau nikahin dia aja ! Momy setuju,'kan ?" Tegas Vier lagi, memperjelas maksudnya.

"Tante Nia. Tante setuju kan kalau Vier nikahin Lea ?" Ucap Vier bertanya pada sahabat sang momy yang juga sudah ia anggap seperti orangtuanya sendiri.

"Tiwai dan Tami ... lu berdua dukung gue kan ? Gue mau nikahin Lea ni !" tanya Vier lagi meminta dukungan.

"Dek, kalian setuju,'kan ? Kalian dukung gue kan ?" tanya Vier lagi pada Uky, Domi, Unjin dan Lulu yang entah bagaimana dengan begitu kompak menganggukkan kepala.

"Vier lu jangan bertingkah gila bisa gak ?" ujar Lea menggeram sembari berusaha menahan emosinya, namun teguran Lea itu sepertinya tak memberi pengaruh pada Vier.

"Abang beneran serius dengan apa yang Abang ucapkan ?" tanya momy Olin memastikan dan putra sulungnya itu mengangguk penuh keyakinan.

"Kalau Abang serius, Momy sih hanya bisa memberi restu. Momy senang kalau Abang mau seriusin Lea. Tapi Leanya gimana ?"

"Momyku udah ngasi restu tu. Kamu harus terima aku, kalau kamu tolak kamu bisulan disekujur tubuh !" ancam Vier mencandai.

"Iihhh ... parah banget sih ancamannya ? Lu benar-benar gila ya, Vi ?" kesal Lea.

"Dari awal ketemu kamu aku bahkan udah gila, Lea...."

"Iihhh ... emang lu berani kalau gue suruh lu buat ngelamar gue secara langsung ke papi dan momy gue ?" tantang Lea.

"Berani donk ! Mau kapan ? Sebulan lagi ? Tiga bulan lagi ? Kapan pun aku siap buat halalin kamu !" ucap Vier pongah.

"Wah, gak ada takut-takutnya ni anak ! Kalau gue minta minggu depan gimana ?" tantang Lea tak gentar.

"Oke !!! Minggu depan aku ke rumah kamu buat ngelamar ! Malam ini kamu bilang sama Papi dan Momy kamu untuk siap-siap menerima lamaran aku !"

"Tante ... ini anaknya serius gak sih ?" seru Lea mencoba meyakinkan diri dengan meminta pendapat dari momy Olin. Wajah Lea terlihat sangat frustasi sebab ia benar-benar tak percaya dengan semua yang sedang terjadi."

Sepertinya sih serius, Lea. Kamu siap-siap aja ya minggu depan ! Tante cuma bisa bantu memberi restu pada kalian !"

Lea tampak memasang wajah bingung yang memancarkan ketidakpercayaan. Ia seakan sedang berada dalam wahana permainan ekstrim yang mengejutkan, sebab semua kejadian ini terasa begitu cepat berjalan.

Beberapa waktu lalu Lea bahkan sempat mengatakan pada momy Olin bahwa ia akan mempertimbangkan untuk memberi kesempatan pada Vier. Beberapa menit yang lalu ia bahkan masih berlaku judes pada Vier seperti yang biasa ia lakukan. Dan bahkan beberapa detik yang lalu ia hanya berucap asal tentang lamaran namun di detik berikutnya keadaan justru seolah menguncinya.

Vier melamarnya tanpa aba-aba. Laki-laki itu meminta restu pada momy Olin dan semua orang terdekatnya dengan penuh kesungguhan, serta menyanggupi tantangan Lea yang meminta dilamar minggu depan kepada orangtuanya.

"Lea sayang ... jangan bengong gitu donk, ntar kesambet lho !" ucap Vier membuyarkan lamun Lea.

Gadis itu menoleh perlahan menatap Vier di sampingnya, lalu menatap jemari keduanya yang saling bertautan erat.

"Vier... kamu beneran serius mau ngelamar aku ? Kamu gak main-main kan?"

Lea masih berusaha meyakinkan dirinya bahwa semua ini nyata adanya. Ia bertanya dengan nada lembut, menatap Vier dengan intens dan penuh perhatian serta tanpa sadar ia memanggil Vier dengan sebutan 'kamu' untuk pertama kalinya.

"Aku serius sayang ... aku benar-benar mau melamar kamu. Aku mau hubungan kita serius karena niat aku dari awal mendekati kamu adalah untuk serius !" tutur Vier penuh kelembutan.

"Aku sayang sama kamu, Lea. Aku gak pernah main-main saat aku mengucapkannya. Aku mohon kali ini kamu percaya sama keseriusan aku. Ayo kita mulai hubungan ini dengan serius. Dan besar harapanku, semoga Tuhan juga akan merestui niat serius aku sama kamu !"

Lea kini bingung harus bagaimana ia menggambarkan perasaannya. Vier menatapnya intens dan berucap penuh keyakinan pada dirinya.

Lea tak menampik bahwa saat ini hati kecilnya percaya akan keseriusan Vier. Ia juga tak memungkiri bahwa sanubarinya bergetar hebat saat Vier bahkan membawa Tuhan untuk merestui keseriusanya. Lea tak ingin munafik, bahwa ia ingin sekali menitikkan air mata saat menyaksikan Vier dengan lantang dan tanpa ragu meminta restu pada momy Olin dan keluarganya.

"Lea... Kok kamu nangis ? Aku mau bahagiain kamu lho, bukan mau bikin kamu nangis !" ujar Vier lembut sembari menyeka air mata yang jatuh di pipi chubby Lea.

"Kamu itu gila, Vier. Kamu benar orang gila yang bikin aku ikut gila !" hardik Lea di tengah linangan air matanya.

Lea saat ini masih berusaha menentramkan hatinya namun Vier justru tertawa mendengar ucapannya.

"Hahahaha.... karena kita sekarang sama-sama gila, mari kita menggila bersama sampai tua. Membangun keluarga kecil yang bahagia dan memberi cucu yang lucu untuk orang tua kita !"

Lea tak lagi bisa membendung tangisnya. Vier pun membawanya ke dalam pelukan hangatnya dan tak peduli pada semua mata yang kini menjadikan mereka fokus utama.

Momy Olin tak sanggup lagi berkata karena bahagia. Mami Nia bahkan juga menitikan air mata karena haru melihat romansa Vier dan Lea, sementara Tyan dan Tami tampak mengeleng-gelengkan kepala karena tak menyangka malam itu mereka akan menjadi saksi Vier melamar Lea.

Jangan lupakan Uky yang juga diam-diam tersenyum penuh bangga, karena akhirnya ia bisa melihat sang abang melabuhkan hatinya pada wanita yang tepat. Dan juga para bontot, yaitu Domi, Unjin dan Lulu yang terlihat baper menyaksikan drama cinta Vier dan Lea.

🐾🐾🐾

🐾🐾🐾

Hola 🤗 maaf ya kami baru update
Kesibukan di dunia nyata benar-benar membuat kami sulit untuk update secara cepat 🙏🙏

Part ini lumayan panjang,semoga kalian suka dan terhibur ya 😀

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro