9. Hilangnya 2 Anak Kucing

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Keesokkannya di sekolah, kedua remaja tampan nan mengemaskan yang tak lain adalah Domi dan Unjin terlihat melipat wajahnya sambil menyangganya dengan kedua tangan. Mereka tak berniat untuk pergi ke kantin sekolah hanya untuk sekedar membuat gaduh tempat itu atau pun membeli sesuatu. Keduanya tampak lesu bagai tak bertenaga.

" Gue bete nih Dom di rumah!" keluh Unjin memecah keheningan di antara mereka

" Sama gue juga!" sahut Domi membuat Unjin meliriknya cepat.

" Lu kenapa?" sambung Unjin penasaran. Dengan malas Domi pun menceritakan perihal yang membuatnya bete setengah mati berada di rumah, begitu pula dengan Unjin dengan penuh semangat ia mengeluarkan semua unek-unek yang selama ini bersarang di hatinya.

Setelah keduanya saling bertukar cerita, kemanyunan kembali melanda mereka tapi bedanya kali ini sepertinya mereka tengah memikirkan sesuatu untuk mengatasi masalah mereka itu.

" Dom, pulang sekolah nanti jangan langsung pulang ya, kita ke rumah bang Lino dulu yuk!, malas nih gue kalau langsung pulang tar gue pasti di suruh tidur siang mulu sama Akung gue, trus sorenya gue pasti suruh ikut pergi ngaji barengan anak-anak TPA di masjid deh, alamat gak bisa latihan dance gue! " keluh Unjin panjang lebar. 

" Tapi kalau kita main tar Momy nyariin gue gimana?, kalau Momy khawatir sama gue gimana? "

" Yakin nyokap lu khawatirin lu sementara di rumah lu ada si Daniel hahaha! "

Godaan Unjin itu sukses membuat Domi membrenggut kesal. Sejenak Domi berpikir apa yang dikatakan Unjin memang benar, Momy nya pasti asik sendiri karena kehadiran Daniel. 

" Okelah kita main ke tempat bang Lino aja nanti, sorenya langsung cus ke sanggar! " Domi setuju dengan ucapan Unjin tadi mereka pun sepakat untuk tak pulang ke rumah setelah jam sekolah selesai.

🐾🐾🐾

Di rumah keluarga Nugroho's, Mbah Kakung terlihat tengah bersantai di kursi goyang yang ada di teras belakang. Hingga suara motor membuatnya terkesiap dan segera melangkah ke depan. Saat itu waktu sudah menunjukkan pukul 16:30, Akung berpikir bahwa itu suara motor milik cucu kecilnya yang nakal yaitu Unjin tapi ternyata itu adalah Tyan sang cucu kebanggaan.

" Akung kenapa buru-buru gitu sih?, mau kemana?" tanya Tyan sambil melepas helm full facenya yang keheranan melihat kakeknya tergopoh-gopoh menuju teras. 

" Mbah kira Unjin, gak taunya kamu tho le." 

Raut wajah Tyan pun berubah, kenapa pula Akung menunggu Unjin apakah Unjin belum juga pulang dari sekolah? Selintas pertanyaan menyerang di pikiran Tyan. 

" Adek blm plg Kung?" Tyan mencoba memastikan
 
" Belum, gak tau kemana anak itu padahal udah waktunya ngaji sore ini. Liat tuh anak-anak kecil udah pada berangkat ke masjid."

Tyan menoleh ke luar pagar rumahnya dan melihat kumpulan bocah-bocah imut berbaju koko dan sarung yang ditangannya membawa al-quran maupun Iqra. 

" Kemana nih anak, tumben jam segini belum pulang? " Monolog Tyan pelan sambil mengeluarkan benda pipih dari saku celananya. Tak berapa lama benda itu pun ditempelkannya di telinga. 

Setelah beberapa saat menunggu, Tyan pun mematikan panggilan telepon yang tentunya tertuju pada sang adik. 

" Piye?, isoh di telpon ( gimana bisa di telpon) ?" 

" Nomernya gak aktif Kung." 

Helaan nafas pun keluar dari mulut Akung. Karena penasaran Tyan pun melangkah ke rumah sebelah untuk memastikan keberadaan Domi dan ternyata Domi pun belum juga pulang.

" Udah Kung, paling Unjin kerja kelompok tar juga dia pulang kok, kita ke dalam aja yuk, Akung udah makan  belum?, Mami tadi sebelum berangkat dinas siang masak dulu kan Kung?" tanya Tyan sambil menggiring Kakeknya ke dalam rumah. Mencoba menenangkan pikiran sang Kakek karena kepikiran tentang Unjin yang belum juga pulang.

🐾🐾🐾

Waktu terus bergulir, kini Jarum jam menunjuk ke angka 9 malam tapi Unjin belum juga memunculkan batang hidungnya. Tyan sendiri bahkan sudah jenuh menghubungi nomer Unjin yang tak kunjung aktif. Perasaan khawatir bercampur kesal pun jadi satu kesatuan yang akhirnya membuat Tyan melangkah keluar rumah untuk menemui Vier, tentunya untuk mengetahui apakah Domi sudah pulang atau belum seperti Unjin.

Tyan melangkah ke rumah sebelah dan langsung masuk ke kamar Vier setelah sebelumnya ngobrol sejenak dengan Daniel dan menanyakan keberadaan Domi di rumah itu. Di sana cowok tampan itu tengah berceloteh ria dengan seseorang melalui ponselnya hingga kehadiran Tyan pun ditunda sejenak olehnya.

" Teleponan sama siapa sih lu?, si Domi  udah pulang blm?" tanya Tyan tak peduli dengan kode Vier yang memintanya untuk menunggu sejenak.

" Vier!! Domi kemana sih?" lagi-lagi Tyan meneriaki Vier membuat Vier melotot kesal lalu menjauhkan ponselnya sejenak. 

" Gue lagi teleponan sama Tiara nih!, tunggu kek! Ganggu aja lu!" omel Vier dengan wajah geram lalu mengabaikan Tyan lagi.

Tyan menggeleng kesal melihat kelakuan teman sekaligus sahabat kecilnya yang selalu saja asik dengan para gadis-gadis. Ya memang tak dapat ditepis bahwa Vier memanglah laki-laki dengan pesona luar biasa. Hanya dengan senyum dan mata memandang, hati para gadis akan segera luluh lantak, berbeda dengan Tyan yang memang paling anti berdekatan dengan perempuan, apalagi perempuan yang tak dikenal.

Karena tak juga di gubris, Tyan pun kesal hingga tiba-tiba saja meraih ponsel Vier lalu berkata 

" Maaf Tiara, Vier ada urusan mendesak yang harus diselesaikan, tolong hubungi lagi nanti."

Tuuuuuuut

panggilan telepon pun terputus. Dengan santai Tyan mengembalikan ponsel Vier, sedangkan Vier masih pasang wajah melongo.

" Asemmmmmm lu yak!, gue lagi -----"

" PDKT an sama Tiara?, trus Irene gimana? " potong Tyan membuat Vier menutup rapat mulutnya.
 
" Lagian gue kesini karena ada hal yang lebih penting dari acara PDKT'an lu itu tau!" 

Vier merespon dengan dengusan kesal. 

" Apaan, lu mau ngapain?"tanya Vier akhirnya. Tyan pun segera menanyakan keberadaan Domi yang belum juga pulang, ia pun mengatakan hal yang sama perihal Unjin yang belum juga pulang. 

" Masih latihan dance kali di sanggar," respon Vier santai 

" Ya mungkin, tapi masalahnya gue gak bisa telepon adek gue karena hpnya gak aktif!, coba lu telepon Domi deh!"

Entah seperti tersihir, Vier pun menuruti ucapan Tyan untuk menghubungi adik bontotnya dan alhasil benar saja ponsel Domi pun tak aktif pula.

" Duh pada kemana sih mereka Wai? " suara Vier terdengar khawatir 

" Ya mana gue tau, kalau gue tau dari tadi gue gak akan kesini!" 

" Aduhh mana udah jam waktunya Momy pulang lagi!, bisa-bisa dia nangis heboh nih kalau tau anaknya belum pulang dari sekolah. Kita coba susulin aja yuk ke sanggar dance mereka," ajak Vier yang kemudian disambut anggukan dari Tyan. 

" Bang, Dan ikut dong!" pinta Daniel tiba-tiba menghentikan langkah mereka berdua. 

" Ya udah ayo------ tapi nanti Domi duduk di mana ya?, masa bonceng 3?" seru Vier dengan wajah berpikir. 

" Trus gimana Vier?" tanya Tyan dengan wajah yang mulai geram.

" Mmmm Dan gak usah ikut aja ya, tunggu di rumah aja, kita gak akan lama kok!, okey!" 

" Yah ya udah deh! " suara Daniel terdengar pasrah. 

Baru saja para abang tampan bergerak menginjak beranda rumah, langkah Vier dan juga Tyan pun terhenti sebab si bungsu yang sejak tadi dikhawatirkan terlihat baru saja memasuki halaman rumah dengan Unjin yang mengedarai motor dan Domi yang duduk manis di jok penumpang. 

Kedua anak bontot itu terlihat sumringah dan terus cekikikan tertawa dengan ringannya tanpa hirau pada kedua abang mereka yang menatap horor pada mereka masing-masing. 

"Bang Tyan sama bang Vier kompak amat posenya. Nungguin apaan bang ?" celetuk Unjin mengomentari kedua abang yang terlihat memasang wajah serius dengan pose melipat tangan di dada. Kedua anak sulung itu memang berpose sama dan hal itu terjadi tanpa mereka sadari. Kompak ya para abang ?

"Dom ! Masuk sekarang !" Vier berucap tegas dengan wajah serius tanpa gurat senyum sedikit pun. 

Domi yang mulai merasa ada hawa-hawa menegangkan pun langsung bergerak masuk ke dalam rumah tanpa berani membantah dan melihat pada si abang yang kini mulai menatapnya tajam nyaris membunuh. 

Tak hanya Domi yang merasakan ketegangan, Unjin yang melihat raut serius dari wajah Vier pun ikut-ikutan ngeri sebab ia tahu jika Vier sudah dalam mode serius, itu berarti Domi sahabatnya sedang dalam situasi siaga 1. Maklum, Vier adalah tipe abang yang jarang sekali marah, namun bisa sangat tegas dan garang bila ada hal yang tidak beres menurutnya. Setelah menelan salivanya susah payah karena melihat Vier, kini nyali Unjin kembali menciut karena raut wajah Abangnya pun sama seperti Vier. Tyan yang ada di depannya ini bukan seperti kakaknya, wajah Tyan benar-benar berubah bak monster yang siap menelannya hidup-hidup.

" Masuk rumah sekarang!" perintah Tyan tenang namun tegas, meski begitu Unjin tahu bahwa Abangnya pasti akan memarahinya.

🐾🐾🐾

"Lu dari mana aja dek ? Kenapa baru pulang jam segini ? Ini udah jam 9  malam dan lu masih berkeliaran dengan baju seragam ? Dari mana lu ?!" cecar Vier tepat setelah kedua bersaudara itu berada di dalam rumah. Daniel yang sejak tadi asik menonton tv pun jadi  mengalihkan perhatiannya karena mendengar Vier berbicara dengan nada serius. Tak hanya Daniel, Uky yang sedang menuruni tangga, ikut memusatkan atensinya ke arah sumber suara. 

"Abis latihan dance bang. Kenapa sih emangnya ?" Domi mencoba menyeimbangkan keseriusan Vier. Ia tak ingin terpojokkan oleh sang abang. 

"Latihan dance seharian ? Gak sempat pulang dulu ? Gak sempat ganti baju dulu ? Gak sempat kasi kabar ?" 

"Tadi main dulu ke rumah teman bang, abis dari situ langsung pergi ke sanggar. Maaf, lupa ngabarin," ujar Domi terlihat menyesal. 

"Dek, abang gak masalah kalau lu mau main dan ikut kegiatan apapun sesuai hobi lu, tapi kasi kabar donk ke rumah, jangan main ngilang aja. Lu seharian lho gak pulang, kalau Momy tau gimana ?!" 

"Ada apa ini ? Siapa yang gak pulang seharian ? Domdom ?!" 

Sebuah suara familiar menyapa gendang telinga para penghuni rumah Alcander. Suara yang tak asing lagi, suara Momy Olin yang baru saja memasuki rumah selepas pulang dari kerja. 

Kedatangan Momy Olin sudah bisa dipastikan akan membuat rentetan ocehan pada Domi akan semakin panjang dan Vier sungguh menyesali hal itu. Seharusnya tadi ia bisa bicara secara pribadi saja pada Domi agar Momy Olin tak sampai tau kalau Domi pulang terlambat hari itu. 

"Domdom baru pulang jam segini ? Dari mana aja ? Kenapa baru pulang ? Udah mulai nakal Domdom ya ?" omel Momy Olin dengan nada mulai meninggi pada si bungsu yang terlihat sudah mati gaya menunduk. 

"Domdom abis main Mom, terus langsung ke sanggar buat latihan dance," jalas Domi. 

"Main ke mana ? Kenapa gak pulang ke rumah dulu dan kenapa gak kasi kabar ke abang ? Setau Momy latihan dance juga gak sampe jam segini biasanya. Ayo ngaku Domdom ke mana ?" cecar Momy Olin lagi. Kini ia berada tepat di hadapan si putra bungsu. 

"Domdom cuma main ke rumah bang Lino Mom. Domdom latihan sampe jam segini karena minggu ini Domdom ada--"

"Ada apa ?! Jangan pake ada-adain alasan. Domdom udah salah ! Domdom ni gak kasihan abangnya pada khawatir ya ?! Sekarang naik ke atas, mandi terus makan ! Besok gak ada lagi kayak gini !" ucap tegas Momy Olin dengan nada setengah membentak hingga membuat suasana di kediaman Alcander semakin terasa tegang. 

Domi tampak tertunduk lemah dan perlahan melangkahkan kakinya dengan berat menuju ke kamarnya di lantai dua. Meski berjalan dengan menundukkan kepala, Uky yang berpapasan dengan sang adik bisa jelas melihat sendu terukir jelas di wajah Domi. 

Tak ada diantara Vier, Uky, dan Daniel berani bersuara setelah melihat Momy Olin dalam mode serius memarahi Domi. Mereka hanya memperhatikan dalam diam sampai Momy Olin yang kembali bersuara, tapi kali ini dengan nada bicara yang sudah berubah seperti biasanya. 

"Daniel, gimana latihan basketnya hari ini, lancar ? Kamu udah makan nak ?" tanya Momy Olin pada Daniel yang masih terlihat syok. Pasalnya baru kali ini ia melihat tentenya itu membentak sepupunya dengan cukup tegas. 

"Latihannya lancar Aunty. Besok Daniel latihan terakhir," jawab Daniel dengan sedikit canggung. Momy Olin kemudian terlihat mendekat pada Daniel lalu mengusap lembut rambut keponakannya itu dengan penuh sayang. 

"Ya udah, Daniel istirahat sekarang biar tenaganya pulih buat latihan besok. Nanti Aunty antarkan susu ke kamar Daniel ya," ujar Momy Olin dengan penuh lembut sambil menggiring keponakan tersayangnya itu menuju ke kamar. 

Bukannya Domi tak menyaksikan perubahan sikap Momy Olin tehadap Daniel selepas memarahi dirinya. Domi masih sempat menyaksikan bagaimana Momynya dengan cepat berubah lembut saat berbicara pada sepupunya itu. Rasa sesak pun semakin menjadi-jadi menghantam dada Domi. Kecemburuan dan kesal menumpuk di dalam relung hatinya. Kehadiran Daniel benar-benar mengalihkan seluruh atensi sang Momy dari dirinya. Bahkan Domi tak diberi kesempatan untuk menjelaskan alasan mengapa ia latihan dance sampai selarut itu. 

🐾🐾🐾

Tak berbeda dengan Domi, begitu masuk ke dalam rumah Unjin sudah disambut dengan pertanyaan berupa dari mana? Kenapa baru pulang?, kenapa ponsel tak aktif dan sebagainya dari sang kakak. Belum sempat Unjin menjawab, Akung sudah mulai mengomelinya pula dengan pertanyaan yang sama membuat Unjin kesal.

" Kamu sekolah dari pagi trus pulang malam kayak gini tuh kemana?, kalau mau main kabarin orang rumah!, gak tau apa kakak mu nyariin kamu!, Akung juga khawatir!"

" Aduh Akung, Unjin tuh pulang sekolah langsung ke sanggar dance, hp Unjin lowbat dan Unjin gak bawa power bank!, Akung tau power bank gak?, kalo gak tau tanya Abang aja tuh!, kan andalan Akung selalu Abang! " sahut Unjin sekenanya.

" HP Domi juga lowbat? " Tyan bertanya dengan nada lebih lembut karena tahu kalau adiknya mulai kesal serta raut wajahnya mulai berubah.

" Iya! "

" Kamu kalau ngomong sama Kakak mu yang bagus jangan kasar begitu!" omel Akung yang tak suka mendengar nada bicara Unjin yang sudah mulai keras.

" Siapa yang kasar sih, Unjin biasa aja kok ngomongnya!, Abang aja gak protes, kenapa Akung yang baper!, lagian dari dulu Akung kan sayangnya cuma sama Abang! " sahut Unjin yang kemudian melangkah ke lantai atas menuju kamarnya. Tyan dan Akung nampak tercengang mendengar ucapan Unjin, begitu pula dengan Mami Nia yang ternyata sudah berada di belakang mereka sejak tadi. Ia bahkan sempat mendengar adu mulut ketiganya.

" Adek kok ngomongnya begitu sih?, ini ada apa sih?" suara Mami Nia sukses membuat Akung dan Tyan menoleh ke arahnya.

" Lha kui anakmu yo koyo ngono, nek dikandani ngeyel ae! Diarani malah ngomong nek aku sayange karo mas e ae, arep dadi opo cah kui! (lha itulah anakmu, kalau dibilangin ngeyel aja, di nasehati malah bilang kalau aku sayangnya sama kakaknya aja, mau jadi apa anak itu)" oceh Akung panjang lebar yang kemudian melangkah pergi.

Kini hanya Mami Nia dan Tyan yang berada di sana. Mau tidak mau Tyan pun menjelaskan semua hal yang terjadi pada sang Mami. Setelah mendengar penjelasan dari anak sulungnya, Mami Nia pun mengangguk mengerti. Ia berniat akan bicara pada Akung dan Unjin setelah ia membersihkan diri.

Mami Nia keluar dari kamar Akung sambil menghela napas berat. Susah memang bicara pada orang tua yang mendidik anak dengan sikap tegas dan keras seperti Akung. Padahal Mami Nia sudah menjelaskan bahwa Unjin tidak bisa dididik dengan cara seperti itu. Tapi apa boleh buat seperti itulah Akung, mau tak mau Mami Nia hanya bisa memberikan pengertian pada anaknya Unjin agar mau mengerti sikap Kakeknya. Mami Nia pun melangkah ke kamar Unjin.

Sesampainya di sana, si bontot yang manja itu nampak masih duduk di atas tempat tidurnya, ia melirik kesal saat kepala Maminya muncul dari balik pintu.

" Unjinaaaaa," sapa Mami sambil tersenyum lebar.

" Ihh tumben banget deh anak Mami udah pake piyamanya sebelum Mami suruh, udah makin pinter sekarang ya," ucap Mami Nia basa basi sambil mengambil duduk di samping Unjin.

" Gak usah rayu-rayu Unjin deh, habis ini Mami mau marahin Unjin kan karena Unjin pulang malam! " katanya dengan wajah galak.

" Iyalah Mami mau marahlah sama Adek!, lagian sapa suruh Adek pulang malam tapi gak ngabarin orang rumah, tumben banget kayak gitu!, biasanya kan adek gak kayak gitu tapi kenapa sekarang kayak gitu! " balas Mami Nia sok galak juga.

Unjin mendengus memalingkan wajahnya. Ia terdiam tak menjawab pertanyaan Mami Nia.

" Adek, Mami lagi tanya adek lho!, kok gak dijawab? " suara Mami Nia terdengar lembut sambil meraih wajah putranya agar ingin melihat kearahnya.

" Coba kasih tau Mami kenapa Adek kayak gini."

Unjin masih terdiam, dia hanya menatap Maminya dengan tatapan terluka, sedetik kemudian matanya memerah lalu butiran kristal mulai turun ke pipinya membuat Mami Nia ingin tertawa tapi langsung ditahannya.

" Unjin kesel sama Akung!, kalau sama Unjin selalu aja marah-marah tapi kalau sama Abang gak!, dikit-dikit yang dibanggain Abang, Unjin enggak!, mentang-mentang Abang bisa segalanya Akung sayangnya cuma sama Abang aja gak sayang sama Unjin huhuhu." tangis pun pecah seketika. Mami Nia tersenyum sambil mengusap wajah putranya yang manja itu.

Tanpa disadari di balik pintu, Akung terlihat berwajah muram. Ia merasa bahwa sikapnya pada Unjin telah menyakiti perasaan cucunya itu. Dengan langkah lesu Akung pun melangkah kembali ke kamarnya.

Di dalam sana pelukan hangat dihadirkan oleh Mami Nia untuk putra bungsunya ini. Begitulah Unjin hatinya terlalu lembut dan sensitif jika masalah satu ini.

" Akung bukan gak sayang sama Adek, malah karena saking sayangnya sama Adek Akung jadi begitu, " jelas Mami sambil mengusap air mata Unjin.

" Kalau sayang masa gitu, dikit-dikit Abang mulu!, Unjin diomelin terus!, udah gitu masa Unjin yang udah gede kayak gini masih suruh ngaji sama anak TPA Mi, Unjin malu lah mi!, pokoknya Unjin kesel sama Akung!!"

" Eh gak boleh gitu, Akung tuh sayang banget lho sebenarnya sama Adek cuma Adek aja gak ngerti caranya Akung sayang ke Adek. Caranya Akung sayang ke Adek tuh beda sama caranya Akung sayang ke Abang, soalnya kan kalian berdua juga beda. Adek emang gak penasaran ya kenapa Akung tiba-tiba datang ke sini? " tanya Mami Nia yang disambut gelengan kepala Unjin.

" Makanya tanya langsung sama Akung, biar Adek tau kalau Akung tuh sebenernya juga sayang banget sama Adek. Adek gak boleh langsung ngejudge Akung yang jelek-jelek nak, " Mami Nia memberi pengertian. Unjin pun terdiam seraya berfikir.

" Emang ada alasan khusus gitu kenapa Akung datang ke sini? " pertanyaan Unjin disambut senyuman oleh Mami Nia." Ya ada dong De, makanya tanya sendiri. "

Unjin melengoskan wajah, ia nampaknya enggan untuk menanyakan langsung pada Akungnya itu.  Gengsi mungkin hihi

" Ya udah sekarang adek bobo ya, mau Mami temenin bobo gak? "

" Gak mau, Unjin kan bukan anak kecil!, Mami tidur aja di kamar Mami sendiri. "

" Ihhh Adek nih ya, kenapa sih gak mau bobo sama Mami, Domi aja masih mau lho bobo sama Momynya!" cibir Mami Nia yang selalu ditolak anaknya untuk tidur bersama.

" Yee Domi kan emang manja, dia mah kayak bayi!, kalau Unjin kan gak, Unjin udah gede! "

" Masa sih udah gede?, yang barusan nangis tuh siapa ya, masa orang gede nangis kayak anak kecil," goda Mami Nia membuat Unjin merengek kesal.

" Aaahhhh Mami nyebelin!, itukan beda cerita Mi! "

Mami Nia pun terkekeh melihat tingkah anaknya yang satu ini. Ya ya begitulah Unjin selalu mengaku dewasa padahal kelakuan macam bayi.

" Ya udah Mami tinggal ya, bobo yang nyenyak kesayangan Mami. Jangan lupa jaga kondisi untuk event dance competitionnya. Nite Adek."

Kecupan pun dianugerahi Mami Nia di seluruh wajah Unjin dan Unjin pun menerimanya dengan penuh senyum.

🐾🐾🐾

Di tempat lain Domi terlihat mengubur dirinya di bawah selimut tebal di kamarnya. Sejak kejadian diomeli tadi, ia tak lagi keluar dari kamar dan itu membuat Uky akhirnya datang untuk melihat adiknya itu. 

Tubuh Domi yang tertutup selimut tebal terlihat tenang tanpa memberi pergerakan, tapi Uky tahu adiknya itu pasti belum tidur. Biasanya jika Domi habis dimarahi oleh sang Momy, ia pasti tak bisa tidur.

"Dek, lu belum tidur kan ?" tanya Uky.

"Ini gue mau tidur," jawab Domi dari balik selimut. 

"Kapan lu lomba dancenya ? Udah mantap latihannya ?" tanya Uky lagi dan hal itu sontak membuat Domi menyibakkan selimut tebalnya dengan cepat. 

"Kok abang tau Domdom mau ada lomba dance ?" tanya Domi bingung. Pasalnya ia belum pernah sekalipun membicarakan perihal lomba dance yang  akan diikuti oleh grupnya itu. 

"Tau lah, teman kampus abang salah satu panitia lombanya dan kemarin dia kasi lihat list siapa aja peserta yang ikut. Di situ ada nama grup lu."

"Latihannya sih udah mantap, tinggal rapiin formasi aja. Domdom capek bang, mau patah rasanya kaki," ujar Domi mulai berkeluh. 

"Ya itulah namanya perjuangan. Bersakit-sakit dahulu, bersenang-bersenang kemudian. Abang yakin grup lu bisa menang," ujar Uky menyemangati sang adik dengan tulus. 

"Nanti abang datang kan pas Domdom lomba ?" tanya Domi penuh harap. Wajahnya terlihat sumringah karena senang sang Abang sangat mendukung dirinya. 

"Iya, abang pasti datang. Sama Momy dan bang Vier juga, sama Daniel juga."

"Ckckck Kalau Momy sempat datang ! Momy kan sibuk ngurisin si Daniel mulu," rutuk Domi mulai kembali murung lagi. 

"Gak usah cemburu-cemburu gitu. Udah gede malu sama jakun ! Abang yakin Momy pasti datang. Nanti abang yang kasi tau Momy."

"Ya semoga aja Momy bisa datang. Gak datang juga gak apa-apa. Yang penting abang aja yang datang," ujar Domi terdengar pasrah. Ia sepertinya masih menyimpan kesal sebab kejadian yang menimpanya beberapa jam yang lalu. 

Uky hanya bisa tertawa melihat tingkah menggemaskan sang adik bila sedang dalam mode merajuk. Meski Domi kini sudah menginjak usia 17 tahun, terkadang ia masih suka bertingkah seperti anak kecil yang berumur 10 tahun. Sikapnya sesekali sedikit egois dan kekanakkan. Ya maklum saja, namannya juga anak bungsu. 

"Ya udah lu tidur gih, mau abang buatin susu ?" tawar Uky pada sang adik. 

"Mau bang. Bawain roti sekalian bang, gue laper. Sama pijitin kaki gue boleh ? Pegel ni bang," rengek Domi sesuka hatinya. Jika sudah begini, manjanya Domi sudah mulai keluar dan merembet ke mana-mana. 

"Iihh, dikasih hati malah minta jantung ni bocah ! Tau gitu dulu gue gak minta adik lagi sama Momy dan Daddy. Punya adik ternyata merepotkan !"

"Iihh... Abang kok ngomongnya gitu ?!" bantah Domi tak terima dengan ucapan sang Abang. 

"Lagian lu manja  banget !"

"Biarin ! Manja gak berbayar ini, sama abang sendiri pula, bukan sama orang lain. Cepetan sih bang, gak kasihan sama adeknya ni udah laper." 

"Iya sabar, tunggu aja di sini ! Makanya jangan pake acara ngembek segala, kelaperan kan lu ! Dasar bocah !" 

Uky berjalan keluar dari kamar Domi dan melaksanakan permintaan sang adik dengan begitu tulus. Bukan bermaksud memanjakan, tapi ia melakukannya karena ia sayang pada adiknya.

Setidaknya begitulah cara Alcander bersaudara saling menyayangi. Mereka dididik untuk saling sayang dan mendukung satu sama lain. Mereka dididik untuk saling mengasihi dan kompak. Sangat jarang sekali melihat ketiga putra Alcander ini bertengkar sebab mereka tumbuh bersama dengan saling mengerti dan tak pernah memendam kesal pada saudara terlalu berlama-lama. 

Tapi meskipun demikian, entah kenapa hal itu tak bisa Domi berlakukan pada Daniel. Baginya sepupu dekatnya yang satu itu adalah rival sejatinya sebab Daniel selalu berhasil menguras seluruh perhatian Momynya. Acap kali Domi selalu merasa dirinya terabaikan dan kalah saing dari Daniel dalam segala hal. Poor Domi !

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro