MPBF - 57

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Hello kalian! Happy sadnight buat jomblo, happy satnight buat yang taken:v

Kemalaman kayaknya wkwk. Tapi jangan lupa vote sama komen yah. Happy reading!😁

***

"Bernardku? Apa-apaan sekali!" - Audrey Latisha Alexander

***

"Kau ingin makan apa?" tanya Leon.

Saat ini Audrey dan Leon sudah berada di sebuah cafe yang menjadi salah satu tempat favorite Leon jika sedang berkumpul bersama dengan teman-temannya.

Lokasi cafe yang strategis dan tidak terlalu jauh dari rumah yang akhirnya membuat Leon mengajak kembarannya itu makan di tempat ini.

"Pesankan apapun yang menurutmu enak di sini," sahut Audrey seraya matanya menjelajah setiap sisi cafe yang bisa matanya jangkau.

Gadis itu terlalu takjub dengan design interior maupun eksterior cafe yang begitu klasik dan khas Prancis. Sangat berbeda dengan cafe kebanyakan yang berada di Jakarta.

Tentu saja, banyak yang bilang selain Menara Eiffel, cafe juga tidak bisa dipisahkan dari Paris. Saat berkunjung ke Paris, kalian akan menemukan jejeran cafe di tepi jalan.

Dan Audrey benar-benar membuktikannya, Audrey memang pernah ke Paris beberapa kali, tapi tetap saja gadis itu masih terlalu takjub dengan keadaan kota ini. Di samping, memang dia juga belum terlalu banyak tahu tentang tempat ataupun seluk-beluk kota Paris.

"Besok kau harus mengajakku jalan-jalan yah?"

Audrey kembali menoleh menatap Leon yang duduk di hadapannya saat seorang waitress baru beranjak pergi dari mejanya.

Leon menatap Audrey seraya mengangkat sebelah alisnya tinggi, "males ah."

"Menyebalkan. Pokoknya besok pagi aku akan membangunkanmu untuk mengantarku jalan-jalan," decak Audrey seraya membenarkan posisi kacamata yang bertengger di hidungnya.

"Kalau kau memaksa ... kenapa harus berbasa-basi meminta?" decak Leon.

Laki-laki itu menggelengkan kepalanya, kemudian tangannya mulai bergerak merogoh ponselnya di dalam saku celananya.

Tak ada tanggapan dari Audrey. Audrey yang duduk menghadap ke arah jalan nampak terlihat sibuk memperhatikan seorang laki-laki yang tengah berjalan menuju mejanya. Ralat, akan melewati mejanya.

"Audrey?"

Laki-laki itu memanggil nama Audrey saat ia berhenti di samping meja Audrey, membuat Audrey semakin yakin jika matanya tak salah melihat.

Leon yang sudah fokus dengan ponselnya pun mendongakan kepalanya, menatap seorang laki-laki yang kini sedang saling lempar senyum dengan Audrey.

"Kau ... kenapa kau berada di sini, Bernard?" pekik Leon.

Bernard menolehkan kepalanya ke arah Leon, samar, laki-laki itu sedikit menggidikan bahunya.

"Cafe ini milik kedua orangtuaku," sahut Bernard.

Leon menepuk jidatnya sedangkan Audrey justru mempersilahkan Bernard untuk duduk di sebuah bangku kosong yang berada di sampingnya.

Bernard tersenyum tipis ke arah Audrey seraya mendaratkan bokongnya ke atas bangku.

"Astaga ... kenapa dunia sempit sekali? Aku dan teman-temanku sangat sering makan di cafe ini, tapi aku tidak pernah melihatmu. Dan di saat aku sudah mengenalmu, justru kita bertemu di sini. Memangnya keadaan selalu seperti ini? Kau menyadarinya?" gumam Leon tak jelas.

Laki-laki beramput putih keemasan itu seolah nampak begitu frustasi hanya karena kehadiran seorang Bernard.

Sepertinya memang sifat Leon, selalu mengajak orang yang baru dikenalnya itu sebagai musuh. Tidak Saka ataupun Bernard, semuanya ia perlakukan sama.

Bernard nampak terkekeh sebelum ia bergumam, "memangnya kalau sebelum kita berkenalan dan kau melihatku, kau akan peduli dengan kehadiranku?"

Leon terdiam. Ia berpikir, benar kata Bernard. Ini bukan kebetulan yang membuat saat ia sudah mengenal Bernard, seolah dimanapun ia melihatnya, tapi ini persoalan tentang sadarnya kita dengan keadaan sekitar 'kan? Mau berapa kali pun seseorang berpapasan dengan orang yang sama jika tidak saling mengenal pasti tidak akan peduli, tapi begitu saling kenal, papasan sekali saja sudah heboh.

"Iya, kau benar," ucap Leon pada akhirnya.

"Jadi cafe ini benar-benar milik kedua orangtuamu, Bernard?" tanya Audrey.

"Iya. Sewaktu aku pulang ke rumah setelah mengantar kalian, rumahku sepi dan aku sudah menduga kalau kedua orangtuaku ada di sini. Aku baru sempat datang ke sini setelah beristirahat," jelas Bernard tanpa diminta.

Audrey mengangguk-anggukan kepalanya, kemudian ketiganya terdiam saat seorang waitress mengantarkan makanan yang Leon pesan untuknya dan untuk Audrey.

"Aku dan Tisha akan makan. Apa kau tidak ingin pergi?" decak Leon pada Bernard--mengusir secara halus, saat waitress yang mengantar makanannya sudah melenggang menjauh dari meja mereka.

Lagi-lagi Bernard terkekeh, ia nampak bangkit dari duduknya. "Baiklah, selamat menikmati makanan kalian. Aku ingin menemui kedua orangtuaku lebih dulu."

Leon memutar bola matanya malas. Bernard sudah akan beranjak pergi kalau saja Audrey tidak memanggilnya.

"Bernard, nanti sebelum pulang, aku ingin menemuimu ya?"

Bernard menganggukan kepalanya sebelum ia benar-benar menjauh dari meja Audrey dan Leon.

"Kau? Untuk apa ingin menemui Bernard? Kau mulai menyukainya?" tanya Leon disela-sela sibuk menikmati pastanya.

"Ewh ... Leon, kau pesankan makanan apa untukku?" Audrey mengerjap-ngerjapkan matanya saat ia melihat piringnya berisi beberapa buah bekicot. Makanan ini sama sekali asing untuknya.

"Itu escargot. Kau pasti tahu, makanlah. Escargot di tempat ini begitu lezat," ujar Leon.

"Jawab pertanyaanku. Kau belum menjawabnya," tambah Leon.

"Aku tahu ini escargot, tetapi kenapa kau memesankan ini untukku? Aku tidak menyukainya. Kau tahu? Bekicot di Indonesia tidak untuk dimakan."

"Tapi ini Prancis, Tisha. Kau wajib merasakan kelezatan escargot."

"Cicipilah."

Meski ragu karena mengingat jika di Indonesia daging bekicot tidak umum dimakan, tapi perlahan Audrey mulai menyantap makanannya. Well, rasanya tidak terlalu buruk.

"Bagaimana?"

"Tidak buruk."

"Tentu. Cafe ini adalah salah satu cafe yang menjual escargot terlezat di Paris."

"Iya. Iya," sahut Audrey acuh tak acuh. Sepertinya Audrey sudah mulai menikmati makanannya.

"Kau belum menjawab pertanyaanku, Tisha." Leon meraih tangan Audrey yang akan memasukan makanan ke dalam mulut, membuat Audrey mendesis kesal.

"Pertanyaan apa?"

"Untuk apa kau ingin menemui Bernard? Kau menyukainya?"

"Tidak."

"Lalu?"

"Aku ingin besok dia menemaniku pergi berkeliling Paris."

Leon tersenyum miring selagi meletakan punggung tangannya pada kening Audrey.

"Kau demam? Bukankah kau tadi memintaku untuk mengantarmu?"

"Tidak jadi. Aku kasihan jika harus membangunkanmu di pagi hari. Terlebih kau kerbau sekali, Leon."

"Baiklah. Rupanya kau masih begitu tahu diri."

"Iya. Iya."

"Habiskan makananmu. Temuilah Bernardmu, setelah itu kita pulang. Aku sudah sangat mengantuk."

"Ck! Bernardku? Apa-apaan sekali!"

Tak ada sahutan lagi dari Leon selain sebuah kekehan sebuah pengejekan untuk Audrey.

Perlahan keadaan meja mereka mulai sunyi. Keduanya nampak fokus untuk menghabiskan makanan masing-masing.

---
Kenapa yah jadi malas nulis? Kalau aku nggak maksa nulis, mungkin MPBF juga sampe sekarang nggak akan dilanjut. Efek mendekati end kaliya:")

Bonus foto Audrey sama Leon:

Instagram:
(at)ashintyas
(at)sakaa_justine
(at)drey.latishaa
(at)kei_keinan
(at)naqila.azdia
(at)auleon_lucax

Serang, 27 Januari 2018

Love,
Agnes

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro