Bagian 02 : Menunggu Keajaiban

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Jungkook mengamati sekeliling. Kamar tamu dengan ruangan yang cukup sempit sudah ia tempati selama beberapa bulan ini. Ia dengan tangan terbuka memberikan kamar utama pada Jihyo ketika mereka memang sepakat untuk tidur terpisah. Lagipula, itu juga demi anak mereka. Sontak saja, Jungkook tersenyum tipis. Anak mereka? Ia merasa Jihyo tidak beranggapan seperti itu dan terkadang menyakitkan ketika kenyataan seakan menampar dirinya.

Jungkook seakan dibawa pada alur masa lalu yang menyedihkan ketika ia memiliki posisi yang sama dengan sang bayi yang belum lahir. Tidak diinginkan dan selalu ingin dimusnahkan dimuka bumi. Bahkan, bukan hanya ibunya saja yang menolak akan kehadirannya, melainkan itu juga dengan sang ayah beserta ibu tirinya. Ketika kembali membuka lembaran masa lalu, Jungkook hanya menemukan bagian menyedihkan dan perjuangannya hingga bisa berjalan di kaki sendiri.

Makanya, ketika mengetahui fakta dari Jihyo, Jungkook sudah menekatkan diri untuk mengusahakan apapun agar bayi itu tidak akam merasakan hal-hal yang menyedihkan seperti ayahnya. Itu jelas sekal.

Jungkook tersenyum miring. Namun, sedikit tersentak ketika ponselnya bergetar--seseorang menghubungi dirinya. Sebelah alis Jungkook pun terangkat melihat nama Sohyun yang terpampang lantas ia menekan ikon hijau. “Halo, Yun. Ada apa menghubungi larut malam seperti ini?”

“Maaf, Jung. Aku hanya ingin memberikan konfirmasi jika Pengajuan banding untuk kasus manipulasi tanah yang kita tangani, sudah aku kirim ke surelmu. Silakan periksa dan koreksi. Kata Tuan Hong, besok kita akan membahas ini selepas makan siang. Lantas, kenapa kau tidak mengabariku, Pak Ketua?”

Jungkook menghela napas seraya memijit pelipisnya yang terasa sedikit pening. “Aku lupa. Baiklah, terima kasih atas kerja samanya. Aku akan segera periksa dan memberikan koreksi atau masukan saat rapat nanti. Jadi, final-nya akan disampaikan besok,” kata Jungkook yang membuat seberang sana mendecakkan lidah.

“Oke, aku terima alasanmu yang karena lupa. Kalau begitu aku tutup dulu, aku ingin melakukan kencan buta dengan seorang gadis.”

“Oke.”

“Ei, hanya oke? Apakah tidak ada yang ingin kau sampaikan pada sepupu manis dan tampanmu ini?”

Lalu Jungkook bisa mendengar Sohyun tertawa terbahak-bahak akan perkataannya sendiri. Ya, selain mereka dekat karena ikatan persahabatan, mulanya mereka adalah sepupu dari pihak ibu. Jika Jungkook tidak diterima oleh ibunya sendiri, lain halnya dengan keluarga Sohyun yang dengan tangan terbuka pada dirinya.

Jungkook pun hanya bisa tersenyum kecil. Pria yang hanya berjarak beberapa bulan lebih tua darinya terkadang mengesalkan. “Ya. Oke dan jangan lupakan pengaman jika sedang melakukan kencan. Terlebih, kepalamu selalu kotor mengenai para gadis.”

“Hei, apa yang—“

Jungkook mematikan panggilan sepihak. Tidak ingin mendengar ocehan Sohyun yang pasti tidak terima atas perkataannya. Ia masa bodoh. Alhasil, setelah mendengar perkataan Sohyun, Jungkook bergegas mengambil laptop miliknya dan membuka bagian surel untuk bekerja. Hanya saja, baru beberapa saat, Jungkook mendengar suara berisik di bagian dapur--seperti benda dengan berbahan kaca yang terbentur dengan lantai.

Jungkook tidak tahu apa yang terjadi. Akan tetapi, ia begitu khawatir. Mengingat, selain dirinya, di apartemen ini juga ada Jihyo.

***

Jihyo mendengus sebal. Kesal sekali sampai ingin menjatuhkan semua piring dari tempatnya tatkala tak sengaja menyenggol ketika Jihyo mengambil makanan instan di atas lemari kecil bagian atas. Ia merasa, lemari itu cukup tinggi, atau ini karena efek dirinya hamil?

Jihyo memang menyadari akan perubahan pada tubuhnya. Perut yang membuncit, besar dan berat, membuat hidup Jihyo hancur. Ia tidak bisa bergerak dengan sesuka hati. Bahkan, Jihyo mulai harus memikirkan cuti yang akan ia ambil--semuanya menjengkelkan.

Jihyo mengamati piring yang telah pecah--tercerai berai--seakan melihat kehidupannya sendiri. Kedua mata bulatnya lantas berkaca ketika menyadari fakta itu. Namun, ia tersentak mendengar suara langkah kaki yang mendekat.

“Ji, kau baik-baik saja? Apa ada yang terluka?”

Jihyo sontak mengamati sosok pria yang berdiri di hadapannya dengan mata nyalang--kedua tangannya bahkan mengepal kuat. Bagi Jihyo, hanya ada kebencian untuk pria di hadapannya ini, tidak ada yang lain.

“Ji, kau—“

“Pergilah, aku bisa menyelesaikannya tanpa bantuan siapapun!” kata Jihyo dengan nada ketus. Ia bersiap untuk membersihkan pecahan kaca itu, tetapi Jungkook langsung dengan cepat memberikan pertahanan.

“Kau akan terluka. Lupakan ini. Aku yang akan membersihkannya dan kau bisa kembali pada sesuatu yang sempat ingin kau kerjakan,” kata Jungkook, masih dengan perasaan yang campur aduk. Terlebih, tampak Jihyo yang bergeming--hanya beberapa saat sebelum meninggalkan Jungkook tanpa berkata apapun.

Jihyo kembali berada di bagian lemari. Ia berusaha mengambil ramen yang ada di sana. Walau merasa jengkel, ia tidak bisa jika tidak makan pada detik itu juga. Lantas, Jihyo memasak ramen yang dengan susah payah di dapatnya. Dalam hal ini, setiap pergerakan Jihyo tak luput dari pantauan Jungkook yang belum merapikan beberapa kekacauan.

Jungkook tidak bisa fokus ketika melihat apa yang dilakukan oleh istrinya. “Jika sedang lapar, kenapa tidak memakan makanan yang sudah kusiapkan? Makanan itu aku jamin bisa dimakan daripada kau memakan ramen dalam kondisi—“

“Berisik! Aku lebih baik melakukan ini daripada kau melihat makanan itu masuk di keranjang sampah!” balas Jihyo dengan sengit, tanpa menoleh karena fokus pada masakannya.

“Ji, aku—“

Jihyo menoleh dengan raut wajah kesal--seperti ingin meledak. “Senior, berapa kali aku harus mengatakan padamu! Jangan ikut campur atas apa yang aku lakukan! Terikatnya kita bukanlah alasan kau dengan seenaknya bisa mengaturku. Lagipula, bayi ini?“ Sambil menunjuk perutnya yang semakin kentara--memasuki bulan ketujuh. Kepala Jihyo menggelengkan dengan tatapan begitu dingin. “Aku bahkan tidak peduli apa dia hidup atau mati di dalam sana!”

***

Jungkook mengamati sebuah hasil foto dari USG beberapa saat yang lalu. Tampak membuat hatinya tersentuh tatkala ia sudah mengetahui jenis kelamin sang bayi yang sebelumnya tidak ingin memperlihat jenis kelaminnya. Jungkook masih tidak bisa menyembunyikan kebahagiannya ketika tidak lama lagi akan menjadi seorang ayah dari bayi lelakinya. Bagi Jungkook, itu mengagumkan. Jungkook bahkan bersemangat mulai menyiapkan beberapa hal yang dibantu dengan Sohyun.

Alhasil, dari hal inilah yang membuat Sohyun semakin membenci Jihyo yang tidak tahu diri dan benar-benar tidak peduli pada keluarga kecilnya sendiri. Terkadang, Sohyun diliputi rasa bersalah yang begitu dalam sehingga ia selalu bersedia jika Jungkook membutuhkan bantuan--seperti mulai menyiapkan keperluan bayi dan kepindahan Jungkook ke rumah baru.

Sohyun menghela napas kasar. Mendadak sedih melihat Jungkook yang menikmati rokok dan potret USG bayinya secara bersamaan dengan perasaan campur aduk seperti itu. Sungguh, Sohyun tidak tega melihat penderitaan Jungkook yang tidak ada habisnya.

“Jung, serius, kau tidak lama lagi akan menjadi ayah. Jadi, kau harus mengurangi kebiasaan merokokmu yang kadang di luar batas, bisa menghabiskan dua bungkus rokok dalam sehari."

“Ya, itu akan kulakukan demi putraku nanti. Jika bisa, kau juga harus mengurangi kebiasaan burukmu yang mengonsumsi minuman alkohol. Terkadang, kau sangat gila jika kebablasan minum terlalu banyak.” Tentu saja, Sohyun membelalakkan mata. Ia lantas bangkit dari duduknya.

“Mana bisa begitu? Kasus kita berbeda!”

“Hanya saran sebelum kau benar-benar gila nantinya,” kata Jungkook dengan fokus yang masih sama, benar-benar membuat Sohyun tidak habis pikir. Akan tetapi, Sohyun mencoba untuk tidak peduli--seperti yang dilihatnya pada Jungkook.

Sohyun lantas kembali duduk. Ia mengamati sekitar kafe yang tampak sepi dengan nuansa hujan tidak mau berhenti turun. Mendadak, kepalanya terasa pening, terlebih ketika dirinya kembali mengamati Jungkook yang seperti budak cinta. Menjengkelkan bagi Sohyun jika menangkap apa yang dilihatnya.

“Jung, apa kau tidak berniat untuk menceraikan Jihyo setelah anak kalian lahir? Kurasanya, kau tetap bisa membesarkan bayi itu tanpa bantuan ibunya.”

Namun, hening setelah Sohyun mengutarakan isi pikiran dan hatinya. Jungkook belum memberikan balasan. Ia masih menikmati batang rokoknya hingga habis lalu menoleh pada Sohyun dengan senyum sederhana. “Aku sudah menikah dengan dirinya. Bagiku, itu sakral dan aku sama sekali tidak terpikir untuk bercerai dengan istriku, karena aku masih merasakan datangnya keajaiban suatu saat ini.” Lalu, kepala Jungkook mengangguk setuju atas perkataannya.

“Itu pasti akan terjadi. Lihat saja nanti.”

Hello guys! Maaf ya baru update. Kuusahain buat up cepat pokoknya biar bisa masuk di inti cerita yekan, wkwk.

Oke, see u pokoknya 🦋

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro