Bagian 33 : Ibu ....

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

"Untung kau pintar dengan menghubungiku, Jung. Sehingga kita bisa melihat rekaman mobil itu yang ternyata berhenti kediaman Goo Seojun. Ini lucu sekali. Ditengah berita mereka yang menjadi bahan pembicaraan yang panas, nyatanya putri mereka juga membuat drama yang mengasikkan," kata pria yang mengenakan seragam kepolisian lengkap dengan atribut. Ia berujar seraya menikmati sebatang rokok yang telah dibakarnya.

Pria itu, Park Lim sontak mengamati temannya yang begitu fokus pada CD yang ia pegang. Senyum lantas melekat di wajahnya. "Jadi, kau mau memperkarakan ini? Menurutku malah bagus. Sekalian hancurkan saja. Aku akan mendukungmu!"

Namun, Jungkook langsung menggeleng, beriringan dengan kepalanya yang dibiarkan terangkat. "Tidak, aku hanya ingin memastikan dugaanku. Aku akan mencaritahu beberapa hal sebelum mengambil langkah yang perlu aku lakukan," balas Jungkook yang memperjelas alasannya menolak.

Lim tampak tidak senang, tetapi ia menerima keputusan temannya. "Baiklah. Aku akan mendukung apapun yang kau inginkan, walau senang rasanya membuat mereka hancur." Sambil menghembuskan asap rokok yang ia nikmati.

Jungkook tentu dibuat sedikit heran dengan perkataan Lim dan sang empu langsung peka dengan raut wajah temannya, membuat ia tertawa renyah. "Aku tidak suka dengan Ahn Mina dan putrinya. Dulu, sudah cukup lama, Ibuku pernah bekerja di sana sebagai salah satu asisten rumah tangga. Kami memiliki masalah keuangan dan ibuku waktu itu sakit parah, aku hanya berpikir untuk meminjam uang dan membawa ibuku ke rumah sakit, tetapi mereka mengataiku orang miskin yang tidak tahu diri. Ia bahkan memecat ibuku detik itu juga tanpa pesangon dan tidak lama, ibuku meninggal dunia," jelas Lim seraya mematikan puntung rokok miliknya yang sudah habis, tetapi ia kembali meraih satu batang lagi.

Cerita sederhana dan penuh makna yang membawa perubahan pada kehidupan Lim, membuat Jungkook cukup tertegun. Ia tidak menyangka akan semiris itu. "Lalu, Goo Seojun? Kau membencinya karena itu juga?"

Tanpa beban, Lim mengangguk. "Karena mereka sekubu, jadi aku membenci mereka karena membuat ibuku meninggal tanpa adanya penanganan, padahal ibuku sudah bekerja keras dan mengabdi pada mereka. Memang keluarga jahat! Aku tidak memahami kenapa mereka dikatakan sebagai keluarga bahagia di depan kamera?" tanya Lim yang tidak mengerti.

Jungkook memilih untuk tidak menjawab pertanyaan Lim. Ia hanya diam, tetapi pikirannya langsung berkelana. Jika Lim tahu ia adalah putra Goo Seojun, apa Lim akan memusuhinya? Itu bisa saja terjadi, tetapi rahasia itu jelas tidak akan keluar begitu saja karena Jungkook yakin, Pengacara Goo Seojun pasti akan sangat mengantisipasi masalah berita ini.

Sama halnya dengan Lim, ia juga membenci seluruh keluarga itu. Mereka benar-benar mengambil peran dalam hancurnya kehidupan Jungkook, ditambah lagi aksi Mirae yang nekat. Ketika ia hanya diam melihat Mirae selalu menindas jihyo, dengan kejadian ini, Jungkook memang harus bertindak lebih jauh lagi. Ia pun sudah memikirkannya, namun lamunan Jungkook dibuat hancur dengan getaran ponsel yang ada di saku. Ketika ia memeriksa, pesan baru saja dikirimkan oleh Bibinya.

Jung, Ibumu sudah sadar.

***

Jungkook dibuat kebingungan dengan pesan sederhana yang dikirim oleh Bibi Song. Ibunya sudah sadar. Itu berita baik, tetapi kenapa ia merasa begitu canggung untuk saat ini? Jungkook bahkan merasa dirinya seperti orang idiot yang hanya berdiri di depan pintu ruangan ibunya. Sekitar tampak sepi dan Jungkook juga tidak melihat keberadaan seseorang di dalam kamar tersebut saat memeriksa lewat jendela.

"Apa aku masuk atau tidak?" Ia bertanya dengan bingung pada dirinya sendiri. Walau sudah ada di lokasi, tetapi ia merasa sulit untuk kembali melanjutkan langkah.

Sejenak, Jungkook diam, namun ia tiba-tiba menghembuskan napas kasar lalu mengangguk. "Ayo kita masuk dan menyelesaikan beberapa hal," ucapnya pada dirinya sendiri yang langsung membuka pintu—berharap ia tidak akan mengganggu ibunya yang sedang terpejam.

Ketika masuk, Jungkook langsung disapa dengan aroma rumah sakit yang begitu semerbak. Ketika ia jauh masuk ke dalam lagi, Jungkook langsung disuguhi dengan sebuah ranjang rumah sakit yang sama. Alat-alat itu masih ada terpasang, tetapi saat Jungkook mendekat, ia seakan tidak merasakan tanda-tanda jika ibunya telah sadarkan diri. Tidak mungkin jika Bibi Song berbohong, bukan?

Akan tetapi, Jungkook juga tidak menemukan kehadiran siapapun disana, membuatnya sedikit kebingungan. Jungkook jelas tidak ingin membangunkan ibunya yang masih terpejam. Hal yang ia lakukan memilih duduk di kursi yang berada di sisi kiri ranjang. Jungkook bisa mengamati wajah ibunya yang mulai keriput—sangat berbeda waktu itu. Kali ini, ibunya seperti wanita yang lain karena kanker yang menggerogotinya.

Jungkook benar-benar dibuat kehabisan kata-kata. Lantas, ia mengamati sekeliling. Ia bisa melihat ruangan ini memang cukup tenang dan menyenangkan, lalu tidak sengaja ia melihat sebuah buku—mirip seperti jurnal yang ada di atas meja. Kebosanan dan rasa penasaran yang menghampiri Jungkook, membuatnya meraih jurnal itu. Sekadar ingin melihat-lihat dan mungkin ia menemukan sesuatu yang membuat dirinya mendapatkan jawaban yang dicari-cari.

Perlahan, Jungkook membuka jurnal tersebut. Ia langsung disuguhi dengan foto seorang bayi. Secara jelas, itu adalah foto dirinya sewaktu kecil.

Dia adalah putraku yang manis. Aku menamainya Choi Jungkook. Karena beberapa hal, dia harus menggunakan marga dariku dan Jungkook, itu nama terlintas begitu saja saat ia lahir yang berarti Pilar Bangsa. Entah efek samping dari jurusanku? Itu mungkin saja.

Awalnya, setelah penolakan itu, aku ingin menghilangkannya dari muka bumi agar kami tidak mengalami banyak kesulitan. Tapi kakakku selalu melarang, hingga aku berpikiran untuk tetap membuatnya ada, barangkali aku dan kekasihku bisa bersama, tetapi dia tetap memilih wanita itu dan tidak memiliki simpati sedikitpun.

Saat itulah, semuanya berubah ....

Jungkook kembali membuka setiap lembaran yang ditulis ibunya, lengkap dengan tanggal dan foto-foto yang Jungkook sudah bisa tebak didapatkan dari sang bibi. Hingga satu foto, membuat Jungkook tertegun.

Putraku tumbuh dengan sehat dan pintar. Aku jadi semangat untuk terus mencari uang agar dia bisa tumbuh lebih baik tanpa merasakan kekurangan apapun. Aku memutuskan untuk berhenti dari pekerjaan kotor itu setelah seseorang mengatakan aku juga harus hidup lebih baik agar terus bisa melihat putraku. Itu memang benar.

Lantas, Jungkook pun langsung mengingat saat Bibi Song salah berucap waktu itu.

"Aku merasa kuat dan pintar, Bibi!"

"Tentu saja, Ibumu juga sudah melakukan banyak hal agar kau tetap tumbuh dengan baik."

"Maksud Bibi? Wanita itu tidak melakukan apapun! Dia hanya selalu marah dan menghukumku—"

"Jung, bukankah kau harus mengikuti les? Ayo siap-siap!"

Jungkook tidak menyangka. Langsung saja, ia menoleh pada sang ibu yang masih memejamkan mata. Dadanya terasa sesak, lantas ketika ia kembali pada setiap lembaran buku yang ia baca. Semua hal yang ibunya rasakan dan alami, tertulis di sana.

Rasanya seperti dihantam banyak hal. Fakta menyakitkan yang bisa ia pahami, bukan hanya ialah yang terluka hingga sekarang, tetapi ibunya juga mengalami hal yang sama—mungkin lebih parah lagi setelah penolakan yang ia dapatkan. Tiba-tiba saja, Jungkook merasakan kedua matanya yang berkaca—bahkan hendak meluncur begitu saja, tetapi sebuah tangan langsung menghapus air mata yang hendak jatuh membasahi pipi.

Sontak saja, Jungkook mengangkat kepala. Ia bisa melihat ibunya yang membuka mata, menoleh padanya dengan jemari yang masih ditempat sembari menggelengkan kepala. "Ja..ngan, menangis ...."

Sialnya, Jungkook tidak bisa menahan tangisan yang keluar didetik itu juga. Dada dan hatinya sesak sekali, dan semakin berkali lipat terasa saat mendengar suara sang ibu yang teramat lembut dan menenangkan. Di depan sang ibu, Jungkook menundukkan kepala. Jurnal itu sudah berpindah ke atas kasur, diganti dengan Jungkook yang menggenggam jemari sang ibu yang tengah diinfus.

"Ibu .... Tolong maafkan aku." Lalu kepala Jungkook menggeleng diwaktu bersamaan. "Ibu, jangan pergi lagi setelah ini! Kumohon, tetaplah bersamaku ...." Perkataan yang turun bersamaan dengan tangisan kecil yang terdengar.

Hanni yang mendengar perkataan putranya, dibuat terpaku. Ia langsung menangis, pun seandainya tubuhnya tidak terasa kaku dan amat lemas, Hanni pasti langsung mendekap putranya—memeluk begitu dalam dan melampiaskan rindu yang terbentang. Hanya saja, ia tidak bisa, tapi walau begitu, ia amat bahagia saat mendengar putranya kembali memanggil dirinya ibu—hal yang paling ia nantikan.

Dalam hal ini, Bibi Song yang baru saja kembali dari ruangan dokter, dibuat tertegun saat melihat interaksi yang tak pernah ia lihat. Rasanya mengharukan. Ia pun tidak ingin menghancurkan suasana yang sedang terbentuk, sehingga Bibi Song kembali menutup pintu—memberikan ibu dan anak ruang lebih lama lagi.

Hola, aku update lagi. No komen aku. See u pokoknya di bab selanjutanya :0

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro