Chapter 20

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Y/n: Your Name
Last name used: Kanzaki
H/c: Hair colour
E/c: Eye colour

Reader's POV

Jadi ....

Hari ini adalah hari Minggu. Iya, hari dimana orang-orang dapat beristirahat dengan tenang baik tubuh maupun pikiran.

Tapi tidak denganku.


Sekarang, di hadapanku duduklah salah satu orang terkaya di dunia, Gilgamesh. Kami sedang duduk di salah satu restoran termewah dan terkenal di kota ini, hanya berdua.

Engga, beneran deh. Ini tuh cuman ada kita berdua, duduk saling berhadapan.

Kenapa? Ya ... entahlah, dia yang ngajak.

Aku duduk canggung disini sedangkan dia dengan santainya menyesap kopi yang dipesannya. Wanita-wanita yang tergiur dengan ketampanannya terus menerus mengintip dari jendela. Mereka masih berani walau diluar ada penjaga yang menjaga ruangan kami.

Jendela? Woiya dong, kami sedang berada di ruangan VVIP. Mau tau kenapa? Ku rasa kalian sudah tau lah ya? Horang kaya mah seleranya tinggi yekan? Tau lah ya maksudku?



"Tehnya diminum mumpung masih hangat," ucapnya lembut.

Sek, kayanya kemaren dia barbar deh. Kok tiba-tiba kalem? Dapet hidayah darimana ni lakik?

"Sehat bang? Uda minum obat?"

"Hm, aku belum minum obat."

"Oh pantes gilanya kumat."


Canggung, aku merasa canggung. Tapi Gilgamesh sepertinya terlihat santai-santai saja sambil menonton televisi khas horang kaya yang menempel di dinding.

"Jadi, ada apa memanggilku di hari Minggu yang tenang seperti ini? Kalau ada yang mau diomongin, buruan deh! Ntar Enkidu kelamaan tunggunya."

"Kenapa lu jadi perhatian sama Enkidu? Setau gua lu tuh benci banget sama Enkidu, saudara gua," ucapnya cetus seraya kembali menyeruput secangkir kopi hitam.

"Enkidu itu suami gua, ya iyalah gua perhatian. Kalau ga siapa lagi?"

"Siapa lagi? Ada gua, ada nyokap sama bokap, ada Shamhat. Enkidu itu bodoh, mau mertahanin elu padahal uda gua suruh cepet-cepet ninggalin elu trus nikah sama Shamhat eh dianya ga mau."

Sek, kok tiba-tiba malah bahas Shamhat sih? Sepertinya Gilgamesh kenal Shamhat deh. Jadi penasaran.

"Sebenarnya gua ajak elu kesini tuh karena gua mau minta maaf. Kemaren gua terlalu terbawa emosi sampai gua nonjok elu sampai pingsan. Setelah gua renungin, gua sadar kalau gua salah. Lu juga yang salah! Lu tuh ya, percuma cewe tapi waktu ditonjok cowo malah pingsan!"

"Ini sebenarnya lu mau minta maaf atau ngajak duel sih? Kalau mau duel sini gua sikat lu sampe nangis!"

"Hah! Nangis? Ga pernah nangis tuh gua kecuali waktu bayi!"

Sumpah dah, kalau berhadapan sama ni cowo gua angkat tangan. Benci gua njer. Kok bisa sih Enkidu tahan sama ni cowo selama bertahun-tahun?

Kami pada akhirnya memesan makanan untuk makan siang. Jujur, aku tak bisa makan. Kenapa? Karena harganya muahal bat dah anjir! Kata Gil sih dia yang bakalan traktir sebagai hadiah untukku. Tapi sumpah, ga bisa makan dah gua! Ga ke telen njer. Ntar ujung-ujungnya juga jadi ee.

"Gil, pindah aja yuk? Ga bisa makan nih makanannya terlalu mahal."

"Loh? Bukannya lu suka yang mahal-mahal?"

"Anying kaga tauk! Mules perut gua tuh liat harga-harganya, ga sampe ke otak gua anjir. Horor njir ga tahan damagenya gada otak!"

Gilgamesh melihatku dengan tatapan yang aneh dan terkejut. Pada akhirnya, dia memesankan butter cake untukku dan dirinya. Katanya, dia paling suka makan butter cake, begitu juga dengan Enkidu.

Aku menjawabnya dengan anggukkan. Sepertinya dia dan Enkidu memang benar-benar dekat banget deh. Iri deh sama mereka!

"Um, gua boleh tanya sesuatu ga?"

"Tanyakan aja asal kalau lu tanya gua mau nikah ama lu ato kaga, jawabannya pasti engga."

"Bukan itu tauk, asem lu! Gua mau tanya soal hubungan Shamhat dan Enkidu tauk!"

"Oh, mereka. Kenapa? Mau tanya apakah mereka yakuza ato bukan?"

"Bukan!!!!!"

Aku mengibas-ngibaskan tanganku. Soal itu, kemarin mah Enkidu uda jelasin ke aku. Pada akhirnya, Enkidu jadi agak galak semalam. Aku tahu alasan kenapa dia marah kemarin, aku memikirkan hal yang tidak penting sehingga aku tak bisa konsen dengan pelajaranku di sekolah.

Dia sangat membenci murid yang tidak memerhatikan gurunya ketika sang guru sedang menerangkan. Dia ingin agar semua muridnya mengerti dan bisa, walau ada beberapa murid yang memang tidak bisa di bidang pelajaran tertentu.

Enkidu adalah guru yang baik menurutku tapi jika dia sudah marah maka habislah sudah!

"Shamhat dan Enkidu sudah berteman semenjak mereka kecil, lu pasti uda denger kan?"

Aku mengangguk untuk menjawab Gilgamesh sambil memakan butter cake ini walau agak enggan.

"Mereka sudah berpacaran semenjak SD dan hubungan mereka akrab sekali. Shamhat adalah cinta pertama Enkidu. Enkidu pernah bercerita kepadaku kalau dia sangat ingin menikahi Shamhat ketika mereka sudah besar nanti. Dah oh, lu mau ga liat muka Shamhat? Dia mirip lo ama Enkidu!"

"Ga perlu, aku uda tau kok muka Shamhat kaya gimana bentuknya."

Iya benar, wajah Enkidu dan Shamhat mirip. Jika orang lain melihatnya, mereka pasti akan berpikir kalau Enkidu dan Shamhat adalah saudara.

Ini ... entah mengapa membuat hatiku ga nyaman.

"Liat dulu yang ini! Lucu tau mereka! Romantis lagi!"

Gilgamesh menunjukkan hpnya, disana terdapat foto Shamhat yang sedang mencium pipi Enkidu. Mereka terlihat sangat bahagia disana, tawa Enkidu lebar. Sepertinya itu waktu Enkidu ulang tahun?

Dug!

Ah, mereka pasangan yang serasi ... bukan?

"Mereka cocok kan? Ada yang bilang, kalau sepasang kekasih memiliki wajah yang mirip itu artinya mereka memang jodoh! Soulmate deh!"

Aku tahu kalau Gilgamesh sedang menyalakan api di hatiku. Dia sengaja manas-manasin aku agar aku bisa marah dan akhirnya berpisah dengan Enkidu.

"Ada lagi, liat deh!"

Kali ini, terlihat Shamhat dan Enkidu yang saling menempelkan pipi mereka sambil berpelukan. Orang yang melihat ini pasti akan iri dengan kedekatan mereka berdua.

Dug! Dug!

"Hahahaha! Jadi kangen deh masa-masa kaya gini! Semenjak Enkidu nikah sama lu, Enkidu jarang tersenyum kaya gini tau! Enkidu memutuskan untuk mandiri dan melepaskan semua hidup enaknya dan memilih untuk menderita. Dia, yang seharusnya enak-enakan di rumah, harus banting tulang untuk menghidupimu dan membayar uang sekolahmu! Yah, memang orangtuamu ada membantumu untuk masalah uang sekolahmu sih tapi kebanyakan Enkidu yang menanggungnya karena kalian ingin hidup mandiri."

Ah, aku tau kok. Aku sudah tahu karena Romani pernah menceritakannya kepadaku.

"Ngomong-ngomong Enkidu ada cerita ga kalau dia uda pernah ciuman sama Shamhat? Ciuman pertama Enkidu itu Shamhat loh! Waktu itu di ulang tahunnya yang ke 18 tahun dan di umurnya yang ke 19 tahun, dia sudah harus menikah denganmu karena nyokap dan bokap lebih sayang lu daripada Shamhat."

"Jadi, maksudmu apa sih sekarang? Tadi katanya mau minta maaf tapi kok ujung-ujungnya malah manas-manasin gua?"

"Hm ..., mungkin lu harus sadar diri deh. Enkidu hanya bisa bahagia dengan Shamhat aja. Shamhat tuh segalanya bagi Enkidu. Kalau lu mah ... yah, Enkidu hanya terpaksa baik ke lu karena nyokap ama bokap yang suruh."

Aku bangkit berdiri. Sebaiknya aku pergi saja deh, panas kupingku denger si pirang ini merepet.

"Gua pulang dulu deh, uda kelamaan gua keluar. Ntar Enkidu cariin. Makasi ya atas kuenya."

Aku membungkuk dalam-dalam lalu meninggalkan ruangan ini tanpa melihat ke belakang. Aku tak peduli dengan ucapannya, bukan urusan gua juga kok!

Kan Enkidu emang dari awal bukan suami gua. Gua itu hanya kebetulan ada di dunia ini karena 'aku'.

Aku meninggalkan restoran ini dengan santai. Kenapa hal seperti ini harus jadi beban pikiran gua coba? Ada hal yang lebih penting dari ini. Gua mau pulang ke dunia gua, uda itu aja. Gua mesti mikirin gimana caranya agar bisa pulang.

Jarak antara restoran ini ke tempatku agak jauh, butuh waktu beberapa menit untuk bisa sampai di rumah dengan jalan kaki. Yauda deh, itung-itung olahraga.

"Jangan percaya kepadanya, dia itu pandai berpura-pura!"

Dug! Dug! Dug! Dug! Dug! Dug! Dug!

"Hmp! Emang gua peduli apa? Bukan suami gua juga! Bodo amat!"

End of Reader's POV
.
.
.
.
Author's Note

Allo desu~ 

Smoga klian suka chapter ini~ jngan lupa ksih vote, komen, dn jga memfollow akun ini jika brkenan! Arigatou~

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro