BAB 4

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Surat Peringatan

6 tahun kemudian ...

Jum'at, 15 Januari 2020

Truttt .... truttt ... truttt

Suara getaran itu membuatku seketika terbangun. Aku mengambil handphone- ku yang sedari tadi terus bergetar. Ketika melihat ke layar, aku mendapati nama Mama di dalamnya.

"Nai ...," ucap Mama.

"Iya, Mam!" jawabku dengan suara yang masih parau khas orang yang baru bangun tidur.

"Kamu baru bangun, Sayang?" tanya Mama.

Aku langsung memperbaiki stanku. Yang tadinya masih rebahan di atas tempat tidur, sekarang aku sudah dalam posisi duduk di samping tempat tidur.

"Iya nih, Ma."

"Ck ... ck ... ck ... kamu itu udah dewasa, Nai. Tidur sampai siang kayak begitu tuh gak baik untuk gadis perawan seperti kamu. Nanti, susah dapat jodoh bagaimana, Nak?"

Aku menepuk jidat. "Ma ... itu cuman mitos. Jodoh udah ada yang atur, kok!"

"Itu bukan mitos, Nak! Pokoknya, Mama gak mau kamu tidur sampai siang seperti ini lagi, yah!" ujar Mama.

"Iya, Ma ..."

Aku melihat jam yang terpajang di atas meja kecil yang berada tepat di samping tempat tidurku. Waktu menunjukkan sudah pukul 11.00. Pantas saja Mama marah.

"Bagaimana kabar kamu dan adikmu? Mama udah lama gak datang jengukin kalian ke apartemen."

"Baik, Ma. Robin juga sekarang lagi fokus kuliah. Tugasnya banyak banget, Naion bahkan sering liat dia begadang," jawabku.

"Syukurlah, kalau kalian baik-baik saja. Kamu harus perhatiin adik kamu, Nak! Mama takut kalau dia sampai sakit. Kamu juga harus jaga pola makan biar gak gampang sakit," nasehat Mama.

"Iya, Ma! Kabar Papa dan Mama, bagaimana?" tanyaku balik.

"Kami berdua juga sehat kok, Sayang. Ohiya, udah sampai mana ngerjain SKRIPSI-nya, Nak? Ingat, kamu itu udah 6 tahun kuliah. Masa kamu masih betah tinggal di kampus? "

Aku terdiam seribu bahasa. Jangankan mengerjakan, niat untuk memulainya pun aku belum ada.

Hal yang paling ku hindari selama ini adalah ketika Mama dan Papa menanyakan perkembangan SKRIPSI-ku yang sama sekali belum kukerjakan. Pasalnya, sebelum mengerjakan tugas akhir itu, yang harus kulakukan terlebih dahulu adalah bimbingan bersama dosen yang ditunjuk untuk membantuku mengerjakan tugas akhir itu. Aku bukannya malas untuk pergi bimbingan. Intinya, aku belum ada niatan saja untuk kembali ke kampus.

"Nai, kamu denger Mama, 'kan?" tanya Mama dari balik ponsel yang sontak membuatku terasadar dari khayalan.

"I-iya, denger kok, Ma! Naion cuman sedikit melamun, tadi. Aku masih tahap awal banget, Ma. Masih harus bimbingan dulu," ucapku sedikit terbata.

"Mama berharap kamu cepet-cepet bisa sarjana dan bisa mendapat pekerjaan yang bagus nantinya," ucap Mama. "Baiklah Nak, Mama cuman ingin menanyakan kabar kalian. Mama mau lanjut kerja lagi. Bye, Sayang ..."

"Ohiya, Ma. Selamat bekerja, Ma. Bye ..."

Aku pun segera mematikan handphone. Setelah  itu, bergegas ke kamar mandi untuk mencuci muka dan sikat gigi. Usai melakukan aktivitas di kamar mandi, aku harus langsung melangkah ke dapur untuk memasak makanan karena sepertinya cacing diperutku sudah meronta-ronta ingin diberi jatah.

_ NAION _

Setelah membersihkan kamar, aku keluar. Ketika hendak berjalan menuju dapur, tiba-tiba terdengar suara piring yang berdecit dan juga kulkas yang terbuka. Mendengar kegaduhan yang terjadi, dengan secepat kilat aku melesat menuju ke arah dapur.

Tidak mungkin ada mahluk astral di rumah, yang berani mengobrak-abrik rumahku. Karena sebelum pindah ke apartemen ini, aku sudah bicara baik-baik dengan penghuni yang menetap di sini, untuk tidak melakukan hal-hal yang berlebihan, seperti melempar sendok, menyalakan tv, dan hal lainnya yang menimbulkan kegaduhan yang  akan membuat adikku Robin ketakutan.

Bagi yang belum tahu, aku akan kembali memberitahukannya kepada kalian. Aku adalah seorang anak indigo yang memiliki kemampuan dapat melihat serta berinteraksi dengan mahluk-mahluk astral atau yang biasa kalian kenal dengan hantu pocong, kuntuilanak, tuyul, gendoruwo, dan sejenis jin lainnya.

"Good Morning, menuju ke afternoon, Bebiii!" sapa Arisa dengan raut wajah yang ceria.

Ternyata yang mengacak-acak dapur adalah sahabatku Arisa, yang entah sejak kapan dia mulai masuk ke dalam apartemen ini. "Kok lo di sini?"

Arisa membawa dua piring nasi goreng, kemudian menaruhnya di atas meja makan. "Emang gak boleh? Sini makan dulu, yuk! Lo pasti udah lapar, 'kan?"

Aku mengikuti perintahnya. "Lo masak semua ini?"

"Ya gak, lah! Lo pikir gue bisa masak? Gue pesan lewat OJOL, tadi," jawabnya.

"Iya juga sih. Lo dapat sandi apartement gue dari mana? Lo kan gak pernah hapal sandi yang gue kasi?"

"Gue taunya dari Robin, Beb." Ucapnya, kemudian kembali menyuapi nasi goreng ke mulutnya.

"Hm ... gitu!

"Nai, tadi pas di kampus gue dipanggil sama Pak Jamal yang menjabat sebagai sekertaris jurusan yang baru itu. Trus, dia ngasi surat ke gue. Awalnya gue kira surat itu untuk gue, eh tau-taunya dia bilang itu buat lo. Dan katanya, gue harus kasi surat itu secepatnya ke lo. Jadilah gue ngehubungin Robin, habis itu nanyain soal sandi apartement ini. Biar, gue bisa langsung kasi lo suratnya," ucapnya.

Keningku berkerut. "Surat? Kok gue tiba-tiba dapat surat? Surat apa emang?"

Arisa menaikkan kedua bahunya. "Gue juga gak tahu."

"Mana suratnya?" tanyaku penasaran.

Arisa langsung merongoh tas yang berada di sampingnya. "Nih ..."

Entah mengapa, perasaanku menjadi tidak enak.

Akupun mulai membuka surat itu.

Yth. Kepada Naion Shaarem.

Di- tempat.

Sehubungan dengan ketentuan lama studi mahasiswa-i Universitas Patrickorn International, maka diberitahukan kepada mahasiswi Universitas Patrickorn International Tahun masuk 2014 s/d 2020 yang berstatus tidak aktif diwajibkan segera mengurus segala ketertinggalannya paling lambat semester depan tahun ajaran 2020-2021.

Apabila tetap tidak melakukan pengurusan sesuai dengan waktu yang sudah ditetapkan, maka Program Studi akan mengeluarkan Surat Drop Out.

Demikian pemberitahuan ini kami sampaikan. Atas kerjasamanya diucapkan terima kasih.

                                         

Ketua Jurusan Kesehatan Masyarakat

   

                                                                                                 Hafizh Gulam, S.KM., M.kes

Aku memperlihatkan isi surat itu kepada Arisa.

"Mampus!" ucapku berbarengan.

Gue menatap Arisa. "Lo dapat surat kayak gini juga?"

"Gak," jawabnya.

"Kok gue bisa dapat, sih? Kan status kita sama, 'kan?" tanyaku tidak percaya.

"Iya sama. Tapi bedanya, gue kan pernah cuti karena sakit. Sedangkan lo, gak! Nah, kalau lo hitungannya udah kulia enam tahun, gue masih lima tahu setengah. Jadi jelaskan, di mana letak perbedaannya," jawab Arisa sambil kembali melahap makanannya.

"Sumpah! Gue beneran tamat kali ini!"

"Makanya, lo tuh mulai sekarang harus rajin ke kampus," ujar Arisa.

"Sa, gue tuh selalu mikir, ngapain gue ke kampus kalau udah gak ada yang mau di urus? Semua mata kuliah juga udah kelar semua!"

"Nai, lo gak ingat apa, kalau syarat lulus dan menjadi sarjana adalah harus menyelesaikan tugas akhir, yaitu SKRIPSI?!" ucap Arisa frustasi.

Entah mengapa, ketika mendengar Arisa mengucapkan kata SKRIPSI, seluruh tubuhku menjadi tegang. Seperti ada hantaman banteng yang menubruk jiwaku, mengakibatkan luka namun tidak berdarah. Bak disambar petir di siang bolong, tetapi bukan kena rahasia ilahi. Intinya, aku belum bisa menerima kenyataan bahwa aku harus berhadapan langsung dengan SKRIPSI yang menjadi hambatan setiap mahasiswa dan mahasiswi.

Oh Tuhan!

_ NAION _

Bersambung

Mohon maaf kalau ada kesalahan dalam kepenulisan atau kalian menemukan kesalahan lainnya. Karena harus up tiap hari, aku jadi gak punya kesempatan untuk revisi dlu.  Insyaallah, kalau semua udah kelar, aku akan revisi semua kesalahan yang terdapat pada cerita ini😊

Happy Reading💕

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro