Kelima

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng


"Persahabatan antara lawan jenis itu bulshit, gak ada yang pure bersahabat. Pasti salah satu dari mereka atau keduanya menyimpan perasaan satu sama lain."

Sebuah quotes yang Ghea temui di salah satu beranda sosial medianya, lama Ghea memaknai kata-kata itu. Hanya ada satu orang yang ada dipikirannya sekarang.

"Gak salah," gumam Ghea menggulir sosial medianya sambil rebahan di kasur. Pengakuan Egi siang tadi membuat Ghea menjadi overthinking. Ia memikirkan hal-hal seperti bagaimana jika baik Egi maupun Susan memiliki rasa yang sama, bagaimana jika mereka benar-benar jadian? Ghea tidak bisa membayangkan bagaimana kondisi hatinya jika itu terjadi.

"Ghe, makan yuk," ajak Mama Ghea yang berdiri di depan pintu kamar Ghea.

"Iya, Ma." Ghea melirik ke arah jam ternyata sudah waktunya makan malam, ia pun beranjak dari kasur menyusul mamanya yang sudah duluan ke dapur.

Saat Ghea menginjakkan kaki ke dapur, harum masakan yang tersaji di meja membuat perut Ghea seketika keroncongan. Ghea langsung duduk dan mengambil ayam goreng dengan tangan kosong, tetapi sebelum itu terjadi tangannya sudah di tepis sama mamanya.

"Cuci tangan dulu, Ghe." peringat Ambar dengan tatapan galaknya.

"Hehe, iya, Ma. Lupa." Ghea mencuci tangannya di wastafel dan kembali ke meja makan. Mama Ghea memasukkan nasi ke dalam piring dan mengambil lauk untuk Ghea. Ada ayam semur kesukaan Ghea membuat Ghea teringat papanya.

Semur ayam adalah masakan yang sangat Ghea sukai, ia bahkan bisa makan semur ayam selama seminggu dan bukan hanya Ghea, Setyo-Papa Ghea juga sangat tergila-gila pada masukan itu. Bahkan pernah suatu hari ia berebut sepotong semur ayam dengan papanya.

Tapi, sekarang Papanya sudah gak ada, papanya sudah pergi. Ghea menatap nanar kepada mangkok yang berisi semur ayam dengan kursi kosong di samping mamanya.

"Kangen, Pa," batin Ghea meneteskan air mata, tapi dengan cepat ia menghapusnya agar tidak ketahuan mamanya yang sibuk memasukkan nasi untuk dirinya sendiri.

Ghea tak mau, mamanya ikutan sedih, kejadian dua tahun lalu merupakan titik terendah bagi Ghea dan mamanya.

"Assalamualaikum!"

"Waalaikumsalam, " jawab Ghea dan mamanya secara bersamaan. Saat mereka menolehkan kepala ke arah ruang tengah, ternyata ada Egi bersama keluarganya yang datang membawa lauk pauk.

"Eh ada Bu Tantri, ayo sini silakan, Bu." Mama membantu Tante Tantri-Mamanya Egi meletakkan lauk pauk ke atas meja makan, mama juga mengambil piring tambahan untuk Egi dan keluarganya, rumah aku dan Egi yang bersebelahan membuat kami sering melakukan hal seperti ini, yaitu makan malam bersama.

Meja yang lauk makannya banyak semakin banyak hingga penuh. Egi duduk di sampingku dengan Ega yang berada di pangkuannya, adik Egi yang baru berusia tiga tahun. Gadis kecil yang lucu, selalu cerewet dan sangat suka coklat. Lihatlah, gigi nya sudah habis karena makan coklat.

"Gimana sekolah, Ghea?" tanya Om Septo-Papa Egi sambil makan.

"Alhamdulillah Om lancar," jawab Ghea sambil memperbaiki rambut Ega yang hampir masuk mulut.

"Alhamdulillah kalau gitu, Egi di sekolah dia gimana?" tanya Om Septo lagi.

"Ya, Eginya gitu-gitu aja sih Om, biasalah ketua OSIS rapat mulu."

"Egi ini ada pacarnya gak?" tanya Om Septo, ada kerlingan jail di matanya saat bertanya itu.

"Apa sih Pa, kepo deh." Lirik Egi kepada papanya sambil terus menyuapi Ega dengan pipi yang penuh dengan nasi.

"Ada om, ada," jawabku antusias.

"Siapa-siapa?"

"Wahh, siapa nih? Sekelas sama kalian?" tanya Mama ikutan nimbrung.

"Gak ada Tante, jangan percaya Ghea dia mah mengandung berita hoax," jawab Egi tak terima.

"Lah, ada ya, ada Ma, Om." Ghea tetap bersikeras dengan tatapan jahilnya.

"Bilang aja, gak ada kok," jawab Egi tak acuh, ia memberi minum kepada Ega.

"Iya nih?" tanyaku lagi.

"Sok, bilang sok siapa emang. " Egi menantang.

"Oke, jangan menyesal anda."

"Egi lagi naksir cewek, Om," ucapku akhirnya. Aku ketawa puas saat mata Egi membulat, ia baru sadar bahwa aku akan bilang apa.

"Siapa-siapa?" tanya Om Septo antusias dan juga mama serta Tante Tantri turut mendengarkan.

"Gak ada! Ghea ngaco!" Seru Egi memberi kode kepadaku dengan matanya supaya aku tak bilang.

"Gak om, gak kok aku gak bohong."

"Namanya Su-" Belum sempat aku menyelesaikan perkataanku air tumpah mengenai celana Ghea.

"Egi!" Ghea bangkit dari kursi melihat celana yang basah, sedangkan si pelaku yang sengaja menumpahkan air hanya nyengir tanpa ada rada bersalah. Beruntung Ghea barusan selesai makan, ia pun ke kamar ganti celana dan membocorkan rahasia Egi pun gagal.

"Ega, sini yuk sama kakak," panggil Ghea kepada Ega yang menarik baju mamanya yang sedang nyuci piring.

"Ndak mau, hiks Mama..."

"Sabar ya, Sayang. Mama bantuin Tante Ambar dulu ya. "

Ega tetap menangis, aku ikutan bingung. "Egi kemana, Tante?" tanya Ghea karena tidak melihat kehadiran Egi.

"Tadi pulang sebentar sama Papanya, si Om lagi ada kerjaan dan Egi mengambil coklat untuk Ega."

Aku mengangguk paham, Papa Egi yang bekerja di sebuah perusahaan membuat dia harus bekerja juga saat malam walaupun itu bekerja dari rumah.

"Ega, Ega sama kakak yuk, kita nonton spongebob mau?" bujuk Ghea.

Ega tetap menggeleng, ia masih menarik-narik ujung baju mamanya.
Ghea bingung karena tidak memiliki coklat atau jajanan sejenisnya, karean anak kecil tidak akan mempan di bujuk jika tidak memiliki jajanan.

"Ega! Hayo liat Abang Bawak apa?" Tiba-tiba Egi datang membawa sekotak jajanan coklat, ia mengangkat tinggi-tinggi kotak itu seperti memegang piala. Mata Ega langsung berbinar dan ia langsung menghampiri Egi.

"Kita makan di luar aja yuk, Ega mau?"

Ega mengangguk antusias, pandangannya hanya coklat dan coklat.

"Pegang nih," Egi mengulurkan kotak berisi jajan coklat ke arah Ghea lalu menggendong Ega. Mereka berjalan ke luar dan aku mengikuti di belakang. Sesekali Ega berceloteh dan Egi menanggapi celotehan Ega yang kurang lancar. Giginya yang ompong membuat tampak lucu.

Langit gelap dengan bulan sabit dan bintang yang tidak terlalu ramai membuat malam ini menjadi tentram. Ega sudah sibuk dengan jajanannya, jika jajanan itu habis ia mengambil jajanan yang sama dan memberikan kepada Egi untuk membukanya.

Sekarang kami duduk lesehan di teras rumah sambil menatap bintang yang berkelap-kelip malam ini. Ghea menatap bintang yang paling terang di atas sana dengan harapan bahwa Papanya melihat dirinya disini. Egi yang duduk di samping Ghea mengikuti arah pandang gadis itu.

"Dia akan tau apapun kegiatan lo, dia lihat segalanya di atas sana, dan pastinya dia juga kangen lo, Ghe."

Ghea menoleh ke arah Egi, matanya berkaca-kaca. Bagaimana rasanya merindukan seseorang yang sudah tidak bisa ditemui lagi.

"Gapapa Ghe, gapapa gue akan lindungin lo disini, gue gak akan biarin lo di sakitin oleh siapapun, gue akan menepati janji itu Ghe, percaya."

Tapi apa yang lebih percaya bagi Ghea, bahwa suatu hari Egi sendiri yang menyakitinya, yang Ghea lakukan saat ini adalah menangis dan berakhir penyakitnya kambuh lagi. Ia harus benar-benar bisa mengontrol emosi, tapi malam ini Ghea tidak bisa mengontrol emosinya.

"Tidur yang nyenyak Ghe, jangan khawatir gue selalu di sisi lo."

***

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro