Part 13

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng


New Story

###

Part 13

###

Lama nungguin, ya????

Ya udah deh. Langsung aja dibaca.

Selamat membaca ...

###

Sesil menggenggam satu tangannya dengan tangan yang lain, berusaha menghentikan getar yang menjalari setiap jemarinya. Matanya terpejam, ketika kalimat ancaman Cassie kembali bergema di kepalanya.

'Aku akan menunggu dan bersabar sebelum kau membuangnya untuk melampiaskan kemarahanku. Kali ini, aku tak akan menahan diriku, Saga. Aku akan memastikannya mendapatkan neraka terburuk yang belum pernah ada dalam mimpi buruknya sekali pun.'

Siapa sebenarnya Cassie selain sebagai kekasih Saga? Apakah wanita itu juga sama kejamnya dengan Saga? Mengingat betapa sadisnya wanita itu memperlakukannya ketika menjumpai dirinya keluar dari kamar Saga, tentu wanita itu mampu melakukan lebih dari sekedar jambakan, bukan? Kemurkaan dan kekejiannya begitu jelas di setiap sudut wajahnya.

Tubuh Sesil bergidik membayangkan Saga dalam versi wanita. Apalagi jika terbakar oleh api cemburu. Memangnya wanita mana yang akan rela melihat kekasihnya meniduri wanita lain. Ditambah, Saga bukan hanya menidurinya, melainkan menikahinya juga. Meskipun dengan dalih membalaskan dendam pada musuhnya.

Lalu, apakah Cassie tahu kalau Saga telah menikah dengannya? Ataukah pernikahannya dengan Saga tidak sah? Semua adegan pernikahan yang mereka lakukan hanya rekayasa Saga? Ya, kemungkinan itu bisa saja terjadi. Mendadak Sesil menemukan harapan yang selama ini ia kira tak pernah ada. Saga mampu melayangkan nyawa seseorang tanpa berkedip, bukan hal sulit bagi pria itu untuk berbohong dan memanipulasi sebuah pernikahan, kan?

Jika pernikahannya dan Saga tidak sah secara hukum dan di hadapan Tuhan, itu berarti ia masih mempunyai kesempatan lebih besar untuk menuntut Saga secara hukum. Namun, mengingat pembunuhan yang dilakukan pria itu seakan itu adalah hal biasa, bukan tak mungkin jika Saga kebal hukum. Koneksi pria itu pasti sangat luas, dan satu-satunya yang bisa ia minta pertolongan hanyalah Dirga.

"Apa yang kau lakukan?"

Sesil tersentak, berbalik menghadap pintu kamar mandi dengan cepat dan jantung berdegup keras seakan hampir meletus.

Saga menyeringai, bersandar pada pinggiran pintu kamar mandi dengan kedua tangan berlipat di dada dan mata menelanjangi tubuh Sesil dari atas ke bawah dengan lamat-lamat. Tatapan penuh nafsu dan gairah bercampur cemooh akan reaksi berlebihan Sesil seolah ia tengah memergoki wanita itu mencuri. Atau mungkin melakukan tindak pidananya yang pertama. Saga terbahak dalam hati.

Sesil menyentuh dadanya, merasa konyol hal itu bisa menghalangi degup jantungnya yang seakan mengoyak telinganya. Sudah tentu Saga bisa membaca ketakutannya dengan begitu jelas dengan senyum mencemooh dan kepuasan yang berkilat di manik pria itu. "Kau mengagetkanku!" gertak Sesil. "Kenapa kau tidak mengetuk pintu lebih dulu?"

"Ini kamar mandiku. Aku bisa melakukan apa pun sesukaku di sini dan kapan pun."

Sesil memilih bertindak waras dan menghindari perdebatan. Melangkah keluar dan memiringkan badannya ketika melewati pintu. Tak ingin bersentuhan dengan kulit Saga.

"Aku tak mengatakan kau boleh keluar."

"Aa ... apa maksudmu, Saga." Sesil tergagap, menahan napasnya ketika udara panas berhembus di seluruh wajahnya karena yakin udara itu akan membakar seluruh jalur pernapasaanya jika ia menghirupnya.

Telunjuk Saga menyelipkan anak rambut Sesil ke balik telinga, lalu menelusuri leher, bahu, turun ke kulit punggung telanjang Sesil, dan berhenti di kepala resleting gaun tersebut.

Sesil tak bisa menahan napasnya sedetik lebih lama. Gelenjar yang melemahkan sendi di lututnya benar-benar membuat Sesil bergetar oleh rasa panas membakar. Sentuhan Saga masih saja memberinya dampak yang begitu kuat meskipun dengan kebencian yang terpupuk subur di hatinya. Sekuat tenaga, ia mendorong kuat reaksi tak masuk akal tubuhnya.

"Kenapa kau tidak membiarkan wanita itu saja yang mengandung anakmu?" sinis Sesil dengan suara seraknya. Satu-satunya cara mengalihkan keintiman di antara mereka adalah dengan memancing amarah yang terendap di dasar hatinya sejak tadi.

Saga mengamati ekspresi Sesil lekat-lekat. Ada perasaan tak suka dan kemarahan di sana. Apa keberadaan Cassie kini mengusik Sesil? Merasakan dorongan yang sangat kuat untuk menggoda dan membuat wanita itu semakin kesal, ia berkata dengan sukaria. "Apa kau tidak tahu, jika seorang wanita hamil dan melahirkan. Itu bisa merusak bentuk tubuhmu. Mulai dari bentuk payudara, perut, ..."

"Diamlah, Saga," geram Sesil. Mendorong tubuhnya keduanya menjauh meskipun tubuh mereka masih menempel dengan erat dan membuatnya begitu murka. "Jadi kau ingin mendapatkan anak dengan merusak tubuhku, tapi kau masih bisa menikmati tubuh molek wanita lain?" raungnya tak terima.

Saga mengangguk mantap. "Aku sudah pernah mengatakan padamu, bukan. Kau urusan pribadiku dan Cassie adalah urusan pekerjaanku. Tubuhmu untuk dinikmati eksklusif di area pribadiku, sedangkan tubuhnya harus terlihat bagus untuk kupamerkan pada rekan-rekan bisnisku. Menambah nilai ..."

Kali ini Sesil meronta dan berteriak marah. Melepaskan tubuhnya dari Saga tak peduli jika tindakannya menyakiti seluruh tubuhnya. "Aku membencimu, Saga! Lepaskan aku!!"

Saga sedikit kesulitan menahan rontaan Sesil supaya tubuh mungil itu tetap tak bergerak dalam rengkuhannya. Merasa kesal karena ia butuh tenaga sedikit lebih banyak daripada seharusnya. Tubuh kecil dan rapuh seperti ini tidak seharusnya menyimpan kekuatan sebesar ini, bukan? Dan pilihan satu-satunya adalah mendorong tubuh Sesil ke tembok, mengunci kedua tangan wanita itu menjadi satu dan menekannya di atas kepala, sedangkan tangan satunya mencengkeram rahang Sesil agar kepalanya tak bergerak sesuka wanita itu tanpa ijin darinya.

Ekspresi wajah Saga menggelap dan menempelkan wajahnya di wajah Sesil. Melumat bibir Sesil dengan lumatan yang kasar tak peduli jika hal itu akan merobek bibir tak tahu sopan santun itu.

Erangan Sesil yang tertahan menyakiti tenggorokannya. Perasaan terhina dan harga diri dikoyak habis, mengalirkan air mata yang tak bisa ditahannya.

"Ehemm," deheman dari arah belakang menghentikan ciuman Saga. Pria itu menarik wajahnya mundur meskipun masih menempelkan bibirnya di bibir Sesil. Tertegun sejenak menyadari basah di manik Sesil dan seketika tubuhnya dipaksa membeku.

"Tuan." Sekali lagi Jon memanggil tuannya yang nampak masih terhanyut dalam urusan pribadinya. Kepalanya tertunduk dan tetap berdiri di ambang pintu yang terbuka menandakan bahwa panggilan kali ini benar-benar serius.

Saga mengerang atas interupsi Jon di saat yang tak tepat. Seharusnya ia tak lupa menutup pintu dan menguncinya agar gangguan semacam ini tak pernah ia dapatkan. Ya, tadinya ia memang berniat hanya mengambil ponselnya yang tertinggal, tapi melihat Sesil yang nampak gemetar ketakutan memikirkan pembicaraannya dengan Cassie, ternyata menimbulkan godaan untuk menakut-nakuti istrinya lagi. Agar Sesil memahami dan benar-benar meresapi bahwa tempat wanita itu yang sesungguhnya adalah di bawah kendalinya.

Saga melepaskan cekalannya di tangan dan wajah Sesil serta menarik tubuhnya menjauh. Menatap sejenak istrinya yang berusaha menundukkan kepala sedalam mungkin. "Kita akan bicara setelah ini."

Sesil mengangkat kepalanya beberapa saat setelah bunyi bedebam pintu yang tertutup berlalu. Menghapus air matanya dengan kasar dan bersumpah tak akan menangisi hal semacam ini lagi yang hanya akan membuat Saga semakin berada di atas awan.

Sekali lagi, menunggu saat yang tepat hanyala satu-satunya hal yang bisa ia lakukan dan harapkan demi kebebasannya.

***

"Sesil?" Cassie mengangguk-anggukan kepalanya dengan ketertarikan lebih besar membuat dadanya berdebar. Satu persatu jemari tangan kanannya mengetuk meja bergantian dengan irama tertentu ketika otaknya tiba-tiba mengulang nama itu. "Entah kenapa aku merasa tak asing mendengar nama itu."

"Tentu saja." Alec menimpali. "Dia tunangan Dirga. Maksudku, mantan tunangan Dirga."

Ketukan jari Cassie terhenti. Menatap lekat-lekat manik Alec yang sibuk dengan piring berisi potongan buah kiwi dan apel. Tak begitu tertarik dengan topik yang ia ambil. Ya, Alec memang tak pernah peduli dengan pelacur yang menghangatkan ranjang Saga. "Jadi, wanita itu hanya alat untuk balas dendam?"

Alec mengangguk sambil menyuapkan sepotong kiwi ke mulut.

"Kenapa Saga tak pernah membicarakan rencana ini padaku?"

"Saga memang tak pernah membicarakan masalah pribadinya denganmu, 'kan?" dengkus Alec.

Wajah Cassie berubah kaku. Lalu menyeringai tak suka pada Alec. Ia tahu tak akan mendapatkan informasi lebih dari Alec, tapi itu sudah cukup.

"Sebaiknya ini lebih penting daripada nyawamu, Alec," ancam Saga dengan amarah yang begitu kental bercampur di antara suaranya yang tiba-tiba muncul. Sialan, Alec menyuruhnya cepat-cepat ke ruang kerjanya sedangkan pria itu dengan penuh ketenangan dan kedamaian menikmati buah-buahan bercengkerama dengan Cassie. Tidak seperti ada masalah yang tengah mendesak.

Alec terbahak dengan kedua lesung pipi yang dalam menghiasi di sebelah kanan dan kiri. "Apa panggilan mendadakku mengganggu keintimanmu dengan Sesil?"

Cassie tak bisa menyembunyikan ekspresi cemburunya ketika wajahnya bertemu dengan Saga. Seperti biasa, pria itu tak pernah peduli dengan perasaan pribadi di antara mereka.

"Apa lima menit cukup?" Saga mengambil tempat duduk di sofa tunggal dan menyilangkan kedua kaki. Menahan keinginan untuk kembali ke kamar dan meniduri Sesil. Sialan, hanya berciuman dengan wanita itu saja sudah mampu membuat gairahnya menggelegak tak terkendali seperti ini.

"The Selenna."

"Kemarin The Joanna, sekarang The Selenna. Ada masalah apalagi?" Saga menarik napasnya sekali memikirkan kasino terbesar keduanya yang ada di luar kota. "Apa ada yang berusaha mencuri uangku?" Saga menebak dengan nada bosan. Ternyata masih saja ada orang gila yang berusaha mengendus uangnya meskipun tahu hal itu hanya akan membuat dirinya sendiri berada di ambang kematian.

"Sedikit kekacauan di sana. Salah satu kesepakatan kita dengan pihak cina tak berjalan dengan mulus, terjadi adegan tak menyenangkan di lobi kasino, dinding kaca pecah, polisi datang, dan butuh formalitasmu sebagai pemilik," jelas Alec sambil mengedikkan bahu ke arah tas kecil yang ada di sampingnya. Tas berisi pakaian ganti miliknya.

"Kau bisa mengurusnya dengan Cassie."

"Dan pimpinan dari Jepang ingin bertemu secara langsung denganmu. Mereka menawarkan kesepakatan yang tak biasa dan sedikit rewel."

"Aku tak punya waktu untuk memanjakannya, Alec. Atau kau tiba-tiba kehilangan keahlian menembakmu?"

"Percayalah aku lebih ingin memecahkan kepalanya begitu dia menginjakkan kaki di negara ini. Tapi, bisnis kita tidak sedikit yang ada di Jepang. Anggota mereka sedikit menyusahkan dan menguras tenaga. Sekarang bukan saat yang tepat untuk merusak hubungan persahabatan ini. Tidak dengan perhatianmu yang lebih banyak kau berikan pada Dirga."

Saga menggaruk-garuk alisnya yang tak gatal. "Aku akan kembali hari ini juga," putus Saga dan beranjak dari duduknya. "Siapkan mobil."

Cassie tertegun. Tak biasanya Saga terburu saat mengurusi urusan pekerjaan. Ya, mungkin pria itu memang selalu tergila untuk melakukan segala sesuatu tepat pada waktu dan apa yang diinginkan. Tetapi, pergi ke The Selenna yang memakan waktu perjalanan hampir enam jam untuk pulang dan pergi, sudah tentu mereka selalu bermalam di sana. Memaksa pulang di hari yang sama sudah tentu paling cepat akan sampai tengah malam. Belum jika pertemuan mereka tak berjalan dengan lancar. Kening Cassie berkerut lebih dalam memikirkan penyebab pria itu menjadi lebih betah berada di rumah.

'Sial! Apa karena wanita murahan itu?'

"Ya, jika kau memang penasaran." Alec menjawab pertanyaan tak terucap yang bergema di kepala Cassie.

Cassie menoleh dan menatap Alec meminta penjelasan lebih.

"Saga masih sangat tergila-gila pada Sesil. Itulah sebabnya dia tak akan tertarik pada wanita mana pun yang rela menghangatkan ranjangnya di The Selenna dan memilih pulang untuk tidur di pelukan Sesil." Alec melemparkan cengiran polosnya pada Cassie sebagai bentuk solidaritasnya sebagai sesama teman seperjuangan. Tetapi tak cukup peduli pada rasa sakit yang ditanggung Cassie. Wanita itu memang terlalu keras kepala dan sensitif jika menyangkut perasaan pribadinya pada Saga. Sudah seharusnya wanita dewasa bertanggung jawab untuk perasaanya sendiri, bukan.

Kedua tangan Cassie terkepal dan tatapannya menajam ke arah Alec. "Aku akan membuat Saga membuang wanita itu seperti sampah."

Alec mengangkat kedua tangannya tak peduli. "Semoga berhasil."

***



Saturday, 22 February 2020


Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro