Part 25

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng


New Story

###

Part 25

###

Saga itu???

Komen dulu sebelum baca. Wkwkwk

###

Kening Saga berkerut mendapati Alec seorang diri ketika menghampiri mereka. Kedikan bahu sebagai jawaban atas pertanyaan yang tak terucap membuat Saga menoleh ke belakang. Sekilas menangkap punggung Sesil yang mulai menaiki anak tangga. Tersenyum dalam hati menyadari keberadaan Reynara ternyata mampu memengaruhi wanita itu secepat ini.

Alec langsung meneguk jus jeruk yang sudah tertuang di masing-masing gelas hingga tandas lalu berseru pada pelayan. "Aku butuh lebih dari ini. Berikan aku vodca."

Saga menyodorkan gelas lain dengan cairan berwarna orange yang lebih pekat dan kental ke hadapan Alec. "Bagus untuk penglihatanmu."

Alec berdecak. Menatap jus wortel di depannya dengan jijik. Ia lupa, pemilik barbeque memiliki obsesi berlebih terhadap makanan sehat. "Aku ingin dagingku." Alec menjauhkan gelas yang disodorkan Saga dari pandangan matanya. Memandang daging di atas pemanggang yang sudah masak dengan senyum memenuhi wajah. Merasa tak sabar meski pelayan membutuhkan waktu dua detik untuk membawa makanan itu ke hadapannya.

"Apa tunanganmu belum datang?" Alec sengaja bertanya, memecah tatapan Reynara yang tak putus-putus mengagumi wajah Saga dari samping, dan Saga, seperti biasa, pria itu tak pernah peduli meski menikmati semua perhatian wanita-wanita yang ditujukan untuk pria itu.

Reynara melirik sinis ke arah Alec akan gangguan tak penting tangan kanan Saga itu. Jika Sesil cukup tahu diri untuk tak datang kemari, seharusnya Alec juga tak cukup tolol mengganggu sorenya dengan Saga.

"Aku khawatir keberadaanmu mengganggu hubungan persaudaraan Saga dan Arga."

"Ayahku mengatakan kebahagiaan sepenuhnya berada di tanganku."

Alec terkekeh. "Kau cukup beruntung memiliki ayah yang sangat memahami putrinya. Apa ayahmu juga tahu kau datang ke rumah ini untuk mengejar seorang pria."

"Aku bisa melakukan apa pun sesukaku. Kau tak perlu khawatir."

"Kuharap kau tahu apa yang kauhadapi."

Reynara mendengus sinis. Pengganggu dan perusak suasana.

Alec hanya mengedikkan bahu sekali, melirik Saga sedetik dan tersenyum penuh makna pada Reynara.

Reynara mengabaikan sorot tajam Alec yang ditujukan untuknya. Ada sesuatu yang disembunyikan mereka berdua darinya, tapi ia bisa mencari tahunya nanti. Sekarang bukan momen yang tepat untuk menyambut kedatangannya di rumah ini. Pemandangan Saga jelas lebih menarik minatnya.

"Apa makanan kesukaanmu?" Reynara kembali mendekatkan lengannya menempel di lengan Saga. Meski tahu pria itu tak akan menjawab,

Saga menoleh. "Aku tak suka obrolan ringan yang terkesan basa-basi, sebaiknya kau membiarkanku menikmati soreku." Tatapan Saga turun, menatap lengannya dan Reynara yang saling bersentuhan. "Aku tak menolak, bukan berarti aku merasa nyaman dengan sentuhanmu. Kenapa aku harus merasa tak nyaman di rumahku sendiri?"

Reynara menarik satu senyuman meskipun hatinya mulai kesal dengan sikap dingin Saga. "Kau hanya belum terbiasa."

Saga mennyeringai. "Aku tak tertarik untuk terbiasa."

Alec hampir menyemburkan daging yang sudah setengah lembut di dalam mulutnya. Lalu, ia tersedak dan meneguk jus wortel milik Saga di tengah meja. Terkejut, ia melompat berdiri dan menyumpahi dirinya sendiri. Memuntahkan semua yang ada di mulutnya dengan sangat tidak elegan.

Wajah Reynara terlipat dengan jijik. Tidak adakah tangan kanan yang sedikit lebih baik dari Alec.

Saga berdiri dari duduknya, membisikkan sesuatu pada salah satu pelayan dan berlalu pergi. Tidak ada lagi sore yang cerah untuk dinikmati.

Reynara berniat menyusul Saga, tapi kata-kata Alec membuat wajahnya mematung.

"Apa Saga menyuruhmu mengirim makanan ke kamarnya untuk Sesil?" Alec sengaja mengeraskan suaranya.

Pelayan itu mengangguk dan membuat wajah Reynara memucat. Jika sikap Saga sedingin ini padanya, bagaimana mungkin Saga bisa sehangat itu pada Sesil?

"Kuharap makanan itu mampu menghentikan rajukan Sesil," gumamnya sedikit lebih keras.

Tatapan Reynara bertabrakan dengan Alec. Sedalam apa hubungan Sesil dan Saga?

"Apa sekarang kau tahu apa yang kauhadapi, Nara?"

****

Sesil menatap dua pelayan yang masuk dan meletakkan nampan berisi daging panggang, berbagai macam sayuran yang ditusuk jadi satu, segelas jus berwarna merah, dan saus sebagai pelengkap. Air liur Sesil seketika membasahi seluruh mulutnya dan ia segera mengambil tempat di sofa untuk mulai menyantapnya.

Saga memerhatikan wajah Sesil yang berseri setelah menghabiskan hampir seluruh isi nampan hanya dalam hitungan menit. Merasa lega wanita itu tak kehilangan selera makannya, bahkan nafsu makannya seakan bertambah karena kehamilan.

"Apa kau tersenyum?" Arga muncul dari arah depan Saga. Melongokkan kepala penuh ingin tahu ke arah tablet yang menjadi perhatian kakaknya hingga tak menyadari kedatangannya.

Saga mematikan tablet dalam genggamannya dan meletakkan di meja. Menatap koper besar Arga yang mulai diambil alih oleh dua pelayan. "Kau bisa mengambil kamar di atas."

Arga memberengut tak suka, mendesah keras. "Apa dia mulai berbuat ulah?"

"Belum."

"Kau hanya perlu menganggapnya tak ada. Aku akan mengurusnya."

Saga terdiam mengiyakan. "Bagaimana dengan Dirga?"

"Pria itu mulai mengusik The Carolina. Pengamanan di sana harus lebih ketat lagi, dan aku sudah pernah mengatakan padamu sebelumnya. Beberapa penyidik mulai mengendus nama-nama yang seharusnya tidak mereka ketahui. Aku sedikit kewalahan."

"Selidiki kembali perusahaan palsu yang digunakan Dirga untuk menghindari pajak. Aku yakin pria itu sudah mempersiapkan segala sesuatu untuk melindungi dirinya sendiri sebelum mencoba menantangku."

"Bagaimana dengan istrimu?"

"Itu urusan pribadi, Arga. Aku sudah mengatakan padamu."

"Aku yakin dia menggila seperti ini karena urusan pribadi kalian."

Saga menggumam tak jelas. Menggaruk-garuk ujung dagunya yang tak gatal dengan telunjuknya. "Maka buatlah dirimu bermanfaat dengan pimpinan Cheng."

Sekali lagi Arga mendesah, lebih dalam dan lebih keras. Menempatkan punggungnya di sandaran sofa dan menggerutu mengingat wanita cantik berdarah cina itu. "Berurusan dengan wanita memang lebih rumit."

"Cari kelemahannya, gunakan itu untuk pernikahan kalian."

"Ck, aku belum terlalu tua untuk menikah, Kakak."

"Kau terlalu muda untuk mengurus bisnisku di Cina."

Bibir Arga seketika terkatup. Satu-satunya jalan untuk memegang bisnis di Cina dan membuktikan kepada orang-orang di sekitar Saga yang memandangnya dengan sebelah mata adalah dengan memegang kendali penuh atas kestabilan bisnis mereka di san. Dan satu-satunya jalan adalah menangkap Reynara dengan kerelaan wanita itu ataupun cara memaksa.

"Kau bisa mencoba untuk menidurinya."

"Apa itu cara yang kaugunakan untuk menakhlukkan istrimu? Sepertinya itu tak terlalu berpengaruh," sindir Arga.

Seringai di bibir Saga membungkam sindiran Arga seketika. Pria itu membelalak tak percaya dalam sedetik, lalu tatapannya beralih pada tab di meja. Apa pun yang dilihat Saga di sana, Arga yakin berhubungan dengan Sesil. Apa sekarang seorang Sesil mampu membuat Saga tersenyum? Arga tak yakin, Sesil yang lebih memengaruhi Saga atau sebaliknya.

***

Pagi itu Sesil terbangun oleh rasa lapar yang melilit perutnya. Entahlah, sejak mengetahui dirinya hamil, Sesil merasa porsi makannya menjadi tiga kali lipat lebih banyak. Namun, anehnya perutnya tak juga membesar seperti seharusnya. Setidaknya rasa lapar itu mampu membuatnya melupakan kegalauannya akan ranjang di sebelahnya yang kembali kosong.

'Dasar kekanak-kanakan!' dengusnya dalam hati lalu turun dari ranjang dan bergegas ke kamar mandi. Ingin segera melahap apa pun untuk mengisi perutnya yang kosong.

Sesil berhenti ketika langkahnya berpapasan dengan Reynara di tengah tangga. Wanita itu masih mengenakan pakaian tidurnya yang mirip dengan pakaian tidur miliknya di lemari. Yang membuat Sesil semakin membenci wanita itu karena terlihat lebih bagus dikenakan oleh Reynara dengan kakinya yang jenjang itu. Selera Saga membuat perutnya mendadak mual. Sekarang, ia tak lebih dari wanita-wanita yang menghangatkan ranjang Saga lalu berakhir dengan memilukan setelah dirinya tak cukup bermanfaat.

Kepala Sesil berputar ketika salah satu pintu kamar tamu yang ada di ujung lorong terbuka. Saga muncul dengan jubah mandi berwarna biru langit membungkus tubuh kekas pria itu. Dengan jarak sejauh ini, Sesil masih bisa menangkap tetesan air yang masih membasahi ujung-ujung rambut Saga yang panjang. Sesil terpana, cukup lama. Napasnya terhenti, ketika tatapannya kembali kepada Reynara. Wanita itu masih berdiri di hadapannya, menatap kemunculan Saga dengan seringai kepuasan.

Menelan bulat-bulat keterkejutannya, pertanyaan itu menggantung di kepala Sesil seperti sambaran petir.

"Hmm, aku ingin segera membersihkan diri." Reynara mengibas-ngibaskan gaun atasnya yang malah menampakkan sebagian besar dada wanita itu. "Melihat Saga hanya akan menambah kegerahanku saja. Dia benar-benar pandai memanjakan wanita."

Sesil tak mampu berkata. Bibirnya keluh dan hatinya mendidih. Kepalanya masih berputar untuk tak memercayai apa yang ditangkap oleh matanya. Apakah mereka berdua bermalam bersama? Pertanyaan bodoh yang tak perlu ia utarakan. Jawabannya sudah terpampang jelas menampar dirinya.

"Apakah itu sebabnya kau masih bertahan di rumah ini meskipun kalian sudah tidak tidur bersama?" bisik Reynara dengan nada lembut yang sengaja diperuntukkan untuk mengguncang emosi Sesil. Kesayangan Saga benar-benar seekspresif itu. Membuatnya semakin mudah untuk memanipulasi lebih jauh lagi. "Akan lebih bijak jika kau meninggalkan rumah ini sebelum Saga mendepakmu. Apa pun yang tersisa di antara kalian tak akan cukup memberimu sedikit keberuntungan. Desas-desus mengenai deretan wanita-wanita Saga yang kudengar mungkin benar adanya. Aku tak pernah ingin tahu lebih banyak. Saga membiarkanku masuk ke rumah ini pasti ada alasannya. Yang kutahu, setidaknya aku bukan salah satu pelacurnya."

Sesil masih membeku. Sudut matanya memanas tapi ia tak akan membiarkan air matanya jatuh.

"Bisakah kau memberitahuku, kesalahan apa yang kaulakukan pada Saga hingga dia mendiamkanmu seperti ini? Aku tak ingin mengulangi kesalahan yang sama." Kali ini Reynara memainkan ujung tali gaun tidur. Sama sekali tak peduli badai emosi yang tengah menerjang Sesil dengan sangat kejam.

Sesil menelan ludahnya. Menahan tangisan atau kedua tangannya yang hendak terangkat mencakar wajah sempurna Reynara. Ia tak akan melakukan tindakan barbar ataupun memalukan semacam itu. Saga sudah menguasai tubuhnya, pria itu tak pantas menguasai emosi dan perasaannya juga.

"Saga hanya tak suka wanita yang terlalu memuja dirinya dan bersikap murahan." Suara Sesil sinis seperti yang ia harapkan. Sungguh, ia tak bisa berpura-pura baik-baik saja dengan segala emosi yang membanjir di dadanya. Oh ya, ia lupa. Ini hanya pengaruh hormon kehamilan, kan. Anaknya hanya tak suka ayahnya memberikan perhatian lebih untuk orang lain. Hanya itu. Sesil menarik udara dalam-dalam ke paru-parunya dan mulai bernapas dengan normal. Jealous adalah hak janin dalam kandungannya sebagai anak Saga. Itu normal! Sesil meyakinkan diri meski hatinya masih meluapkan kemurkaan.

Sesil melangkah melewati Reynara, menabrak bahu wanita itu meskipun ia tak sengaja. Bukan dirinya yang mendorong, tubuhnya telah diambil alih oleh makhluk tak kasat mata yang telah bekerjasama dengan hormon kehamilannya. Bersikap tak masuk akal lebih masuk akal untuk situasinya saat ini. Memangnya wanita mana yang tahan saat dalam keadaan hamil melihat suaminya bermalam dengan wanita lain. Setidakpenting apa pun pernikahan mereka, luka itu pasti ada.

'Kau membela dirimu sendiri?' Suara lain dalam kepalanya berbunyi.

Suara dari arah lain menyahut dengan dengkusan. 'Memangnya siapa yang akan membelaku jika bukan diriku sendiri?'

Di ujung tangga, Sesil berpapasan dengan Saga. Ia menahan segala kemurkaan yang hendak meluap. Matanya berkedip sekali, bersumpah akan menjambak rambut Saga jika air matanya keluar di hadapan pria itu. Sedetik pria itu menatapnya, tapi Sesil segera membuang muka dan bergegas melewati Saga. Berjalan menuju ruang makan dan merasa rasa lapar yang lebih besar menyambutnya.

"Apa yang kaukatakan padanya?" tanya Saga ketika langkahnya sudah sampai di tengah tangga dan berhadapan dengan Reynara. Senyum dan pose wanita itu sepenuhnya diperuntukkan untuk menarik perhatiannya. Yang sayangnya, hanya berakhir sia-sia.

Reynara hanya mengedikkan bahunya sekali. Memutar-mutar tali gaun tidurnya dengan tatapan melekat pada manik Saga.

"Ini rumahku, Reynara. Ada beberapa aturan berpakaian yang sepertinya tidak kauketahui dengan baik. Sebaiknya kau menemui Arga dan menanyakan beberapa peraturan di rumah ini. Aku tak suka kekacauan di kediamanku yang tenang dan damai ini."

Bibir Reynara berkedut tak nyaman. "Tidak ada minuman di kamarku dan aku tak bisa menahan rasa haus lebih lama lagi." Reynara mencoba mengingat dan menjadikannya sebagai alasan. Ia tak berbohong.

"Apa kau tidak tahu, seluruh rumah ini memiliki cctv dari berbagai sudut yang diawasi belasan pengawal yang kesemuanya berjenis kelamin laki-laki. Apakah kau mencoba menjadi bahan imajinasi liar mereka dan membuat mereka teralihkan sehingga tak bisa berkonsentrasi pada tugas yang kuberikan? Percayalah Reynara, itu hanya akan mempermalukanmu. Aku percaya harga dirimu tak semurah itu mengingat keperawanan yang kaubilang masih kaupertahankan itu." Saga melirik ke tubuh bagian bawah Reynara dengan seringai mengejek.

Kali ini wajah Reynara seakan tak bisa lagi memerah lebih dari ini. Kepalanya mulai berputar mencari-cari titik-titik merah yang ada di sekitar mereka. Satu, dua, tiga, empat, dan Reynara berhenti menghitung. Dengan cctv sebanyak itu, Reynara yakin bahkan tak ada satu pun ekspresi yang akan terlewat dari pemantauan Saga. Reynara menyumpahi dirinya sendiri.

Saga mendengus. "Kurasa kautahu jalan keluar di sebelah mana. Anggap saja semua ini sebagai ketidaktahuan atas keinginanmu. Demi harga diri dan ketenangan batinmu." Saga melanjutkan langkahnya menaiki anak tangga. Meninggalkan Reynara dengan rasa malu, kemurkaan, dan kekeraskepalaan yang masih mengakar kuat di kepala wanita cantik itu.

'Sayangnya kata menyerah dan rasa takut tidak ada dalam kamusku, Saga.' Janji Reynara dalam hati berbalut semangat yang tak terbantahkan. Keinginannya untuk mendapatkan Saga semakin membara. "Setidaknya aku tak pernah menyerah semudah itu."

Ia harus mulai mengatur siasat baru.

***



Salam cinta (itu harus memiliki)


-Lui ...


Wednesday, 15 April 2020



Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro