🍁 30 | Treats

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Revan dan Vanilla's journey

"Vanie makin lama makin pinter main basketnya. Diajarin siapa?" celetuk gadis yang memilih duduk di bangku kosong permainan balapan. Napasnya tersengal-sengal sambil membuka tutup botol minumannya.

Rencananya, dia sedang menyegarkan pikirannya dari benang kusut tentang susunan lapisan atmosfer serta perkembangan sejarah Amerika dan Internasional dengan menyeret kembarannya dan Vanilla ke timezone. Beruntungnya, mereka hanya perlu berjalan kaki.

Karena, letak mall yang terletak tepat di depan gedung sekolah mereka.

"Wah, diam-diam ketua OSIS ternyata sering bawa dia ke sini," celetuk Cassandra yang mengerling jahil ke arah gadis yang tengah sibuk melempar bola oranye itu ke dalam gawang yang sekarang telah bergerak.

"Sialan. Gue diajak ke sini sama Bang Danish terus tiap malam minggu," kata Vanilla yang sedikit berteriak karena area permainan yang cukup bising. Bukan hanya mereka yang ada di sana. Di jam pulang sekolah, ada banyak remaja yang memakai seragam sekolah seperti mereka.

"Belum lagi, Kak Lian selalu ngajak main basket di lapangan kompek. Biasanya sama Abang tapi, karena dia lagi sibuk ngejar dosen untuk skripsi. Jadinya, aku diseret-seret ke sana," sambungnya sambil fokus melempar bola tanpa henti.

Tidak melihat kalau papan angka telah melebihi seratus dua puluh.

Alessandra yang kalah telak--dia berhenti di sembilan puluh dua--hanya berdecak tak percaya. Cassandra yang bertumpu pada belakang sandaran kursi yang diduduki kembarannya juga memberikan ekspresi yang serupa. Kedua pasang mata itu tidak lepas dari aksi permainannya Vanilla.
Mereka tidak tahu kalau ternyata ada anak gadis yang bisa memainkan permainan bola basket bukan seperti Vanilla.

Papan angka berhenti di atas dua ratus ke atas dan nyaris menapak tiga ratus. Vanilla langsung berbalik dengan senyumannya dia menarik kedua sahabatnya keluar dari timezone. Seragam mereka yang tidak lagi rapi bukan menjadi masalah yang besar.
Lebih besar lagi masalah dimana dia akan mendengar kehebohan Alessandra.

Tanpa berpikir panjang, Vanilla mengajak mereka untuk memasuki salah satu resto makan di sana. Dia kelaparan setelah energinya habis untuk main. Tiga puluh lima menit berlalu dan di sinilah mereka, Vanilla hanya memasuki Mc Donald's dan memesan ayam dengan ice strawberry float kesukaannya.

"Kak Vanilla?"

Vanilla langsung menghentikan makannya dan termangu. Dengan mata yang berbinar hangat, dia menyapa kedua pemuda berseragam sama dengannya, "Hai, Jihan, Alvaro. Makan siang?"

"Iya, Kak. Sekalian mau cari bahan untuk proposal."

"Mereka gabung, nggak masalah, kan?" tanya Vanilla kepada dua sahabatnya. Cassandra yang duluan sadar dengan kondisi langsung menggelengkan kepalanya.

Alessandra masih loading saat melihat dua adik kelas mereka yang dikenal dekat dengan Ketua OSIS mereka ternyata berada di depannya.

"Sini. Gabung dengan kita saja. Lagi ramai, takutnya nggak kebagian tempat duduk," ajak Vanilla yang masih sama hangatnya. Jihan mengangguk dan mengucapkan terima kasih. Langsung menarik bangku di samping Vanilla sedangkan Alvaro mengambil kursi kosong di sebelah meja.

"Oh, ya. Kenalin, mereka teman Kakak, yang ini namanya Cassandra dan ini Alessandra. Nah, kembar, ini Jihan dan yang ini Alvaro."

Anak bungsu keluarga Huang itu langsung mengenalkan orang yang ada di sana supaya tidak menjadi canggung. Ya, memang benar tindakannya. Tidak perlu menunggu berjam-jam supaya suasana menjadi akrab.

Nyatanya, Cassandra sudah ketawa-ketawa dengan Jihan saat anak laki-laki itu menceritakan kejadian lucu yang terjadi di sekolah sedangkan Alessandra dan Alvaro sudah akrab dan saling berbicara tentang Korean pop culture. Vanilla tidak begitu paham, yang dia tahu hanya EXO, Super Junior, BTS, Twice, dan Blackpink.

Belakangan ini pun, dia tahu lagu NCT, Stray Kids, Ateez, dan TXT. Ini juga karena Alessandra menyetel lagu-lagu tersebut terus-terusan atau bernyanyi setiap menit.

Tapi, rasanya ada yang kurang.

"Omong-omong, Ji, kok lo cuma berdua sama Varo. Yang lain mana?" tanya Vanilla yang telah menghabiskan makanannya lima menit yang lalu. Matanya mendelik ke arah Alessandra yang mulai berkoar-koar tidak jelas di tempatnya.

"Cie, kangen yang di sana, ya! Ketos gt?"

Okay, abaikan dia.

"Bang Revan sama yang lainnya sedang sibuk mengerjakan proposal untuk acara bulan depan, Kak. Ini saja kami disuruh untuk beli bahannya. Karena, mereka nggak sempat beliin."

"Denger-denger sih, acaranya Healthy Cozy 2," sambung Alvaro yang ikut menimbrung percakapan tersebut.

"Jadi, mereka masih di sekolah?" tanya Vanilla lagi.

Jihan dan Alvaro sontak mengangguk kepala bersamaan.

Kemudian, mereka mengerut dahi saat melihat Vanilla telah bangkit dari tempatnya dan sibuk membereskan barang-barangnya.

"Lho? Lo mau kemana?" tanya Cassandra yang ikut berdiri. Namun, menghadang kegiatan Vanilla yang sudah akan keluar dari Mc Donald's.

Anak gadis itu berbalik dan melihat Jihan, "Rapatnya dari yang jam pelajaran ke lima itu, kan?"

Alvaro mengiyakan pertanyaan tersebut.

"Tunggu apa lagi? Ayo buruan. Kita beliin makan siang untuk mereka. Pizza triple box, shilin, sate taichan, starbucks, dan xing fu tang. Cukup, kan?" tanya Vanilla yang semakin mengembangkan senyumnya.

"Tentu saja cukup. Ayo! Doyan nih gue kalau Vanilla beli jajan banyak-banyak."

Dan acara makan siang itu pun ditutup dengan Cassandra yang malu dengan pernyataan kembarannya.

Suara ketukan terdengar di pintu ruang OSIS yang masih terang benderang. Seolah tidak peduli dengan langit di luar sana yang semakin terang benderang. Revan yang tengah mengoreksi dokumen yang diberikan Marcus atas hasil rapat singkat tadi siang pun berdecak kesal.

Timing yang tidak cocok untuk mengetuk pintu sekarang.

Lagipula, murid mana yang masih berkeliaran di sekitaran sekolah di jam lima sore seperti ini?

Kecuali mereka dan duo kembar Jihan Alvaro yang sungguh tidak mungkin mengetuk pintu dengan sopan ketika mereka sudah terbiasa langsung menyelonong masuk ke dalam.

"Ga, bukain gih," pinta Revan pada sahabatnya yang tengah sibuk mencoret-coret di kertas. Sebuah pensil yang bertengger di belakang telinga wakil itu langsung diambil oleh Rangga dan kembali mencatat.

"Nggak bisa. Gue lagi bantuin San hitung duit untuk acara nanti."

Revan mendengus. Walaupun, tidak bisa memaki karena dia yang meminta Rangga untuk membantu bendahara yang tampak kewalahan membuat perencanaan dengan sang ketua seksi yang bersangkutan.

Mau tidak mau, Ketua itu langsung bangkit dari tempatnya dan berjalan tergesa ke arah pintu.

Namun, bukan orang yang dia dapati saat pintu itu terbuka lebar. Tujuh bungkus plastik putih tersaji di depan matanya bulat-bulat sebelum plastik itu diturunkan perlahan untuk membocorkan identitas pelakunya.

"Surprise, Evan! Lo belum makan siang, kan daritadi? Cih, kalau lo kek gini, yang ada gue yang kena marah sama Papa."

Seruan tersebut terdengar jelas di telinganya.

Evan ... hanya ada satu orang yang memanggilnya seperti itu.

"Vanilla ...," kata Revan dengan pelan saat melihat gadis itu bersama empat orang di belakangnya.

Sepertinya, proses pengerjaan laporan harus ditunda dahulu. Karena, akan sulit menghalau mereka semua untuk pulang.

To Be Continue

Pertama stay healthy, stay cuddly, stay fuzzy, okay?

Sudah, ini aja, sih.

Karna, aku bakalan jarang ngingatin kalian. Kalian harus tetap jaga kesehatan, okay? Perbanyak minum air, dan makan makanan yang sehat.

See you again ^^

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro