Part 12

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Akira menyusuri koridor rumah sakit yang lengang. Tangannya menggenggam rangkaian bunga Madoka (1) favoritnya, berupa hydrangea biru yang ditata melingkar bersama gerbera kuning merekah. Jenis rangkaian bunga yang memiliki arti penting untungnya.

Langkah panjangnya terhenti di depan kamar utama bernomor 402. Dua orang polisi berjaga di samping pintu. Dahi Akira sedikit berkerut. Sepertinya pemberitaan di televisi benar adanya. Pasien yang hendak dikunjunginya saat itu sudah menjadi seorang kriminal.

“Aku ingin menjenguk Nona Kitajima.” Akira mengulurkan kartu tanda pengenal pada salah satu polisi.

Pria berkacamata memeriksa tanda pengenal Akira, “Anda siapa?”

“Saya pengajar di Universitas Waseda,” jelas Akira, “Juga kolega Keluarga Kitajima.”

Polisi itu mengangguk. Dia mempersilakan Akira masuk yang disambut kerutan dalam di dahi lelaki tampan itu. Pengamanan Ayumi tak seketat perkiraannya.

Memasuki ruang inap mewah itu, Akira langsung disambut keheningan. Lelaki itu maklum mengingat Naomi Kitajima saat itu sedang berada di rumah. Menerima tamu-tamu yang masih berdatangan mengucap bela sungkawa atas kematian sang suami.

Di tengah ruangan, sesosok gadis cantik tergolek lemah di atas ranjang rumah sakit. Ayumi Kitajima, model papan atas yang ditangkap karena melukai tunangannya sendiri pasca kematian Hiroshi Kitajima. Akira mengenal sosok itu dengan baik lewat pertemuan tak sengajanya di Hokkaido. Meski gadis itu tak memperkenalkan diri secara jujur, namun Akira tahu bahwa Ayumi adalah putri satu-satunya sang pemilik ryokan tempat dia menginap.

Akira terenyuh melihat kondisi memprihatinkan Ayumi. Salah satu kakinya terborgol pada besi ranjang. Mencegah gadis itu kabur. Statusnya memang sudah ditetapkan menjadi tersangka.

"Dia hampir membunuh orang."

Seseorang berkata lirih. Akira menoleh dan melihat seorang lelaki paruh baya berdiri di ambang pintu. Sepertinya lelaki itu juga baru datang.

"Siapa Anda?" Akira menyipitkan mata. Diliriknya Ayumi yang masih tertidur pulas.

"Kouji Edogawa, aku pengacara keluarga Kitajima." Tanpa diminta Kouji duduk di kursi samping ranjang.

"Aku mengenal Anda Tuan Matsumoto, dosen muda fenomenal di Waseda Gakuen dan teman dekat keluarga Kitajima." Kouji berkata ringan, “Beberapa waktu lalu Anda mendatangi pesta pembukaan cabang baru restoran Kitajima.”

Akira hanya mengangguk singkat. Diundang sebagai tamu pembukaan Fire Sushi Bar Sapporo sekaligus bertemu Gubernur Hokkaido, itu adalah agendanya selama berada di prefektur terbesar di Jepang.

"Kenapa Ayumi menusuk tunangannya sendiri?" Akira terheran-heran.

“Cemburu mungkin?” Pria gempal itu memandang Ayumi yang masih lelap terpengaruh obat.

Akira orang yang sangat pandai menyembunyikan emosi. Selama ini dia dikenal sebagai lelaki berwajah datar dan bisa mengontrol diri dengan baik. Namun, informasi dari Kouji tak urung membuatnya terkejut.

“Cemburu pada siapa?”

Kouji tertawa kecil, “Ah, informasi itu memang sengaja disembunyikan polisi dari awak media. Nona Kitajima telah melakukan pembohongan publik dengan mengumumkan pertunangan palsu.”

Alis Akira terangkat tinggi, “Pertunangan palsu?”

“Begitulah. Dan variabel kontradiktif pun dimulai, karena ternyata sang tunangan sejatinya sudah memiliki istri. Mereka menikah tepat di pagi hari sebelum kematian Tuan Kitajima karena serangan jantung.”

Akira meletakkan rangkaian bunga di atas nakas samping tempat tidur. Kembali diliriknya Ayumi yang masih memejamkan mata. Seolah tak terganggu dengan obrolan dua orang di dekatnya.

“Tuan Kitajima tak bisa menerima kebohongan yang dilakukan Ayumi-chan?” tebak Akira.

Kouji mengiyakan, “Dugaan polisi itulah yang memicu sakit jantung Tuan Kitajima kambuh dan akhirnya wafat.”

"Cinta bertepuk sebelah tangan," komentar Akira, “Bagaimana kondisi istri dari Jeremy Arthawijaya? Itu nama tunangannya, kan?”

"Oh, dia baik-baik saja. Untunglah suaminya cukup sigap melindungi sang istri. Gunting itu malah mengenai Tuan Arthawijaya dan menyelamatkan Nyonya-nya dari musibah kematian."

Akira mendengus. Dia tak percaya Kouji Edogawa bisa berkata dengan enteng seperti itu. Apa semua pengacara selalu tak memiliki empati macam dia?

"Ngomong-ngomong, jika Matsumoto-san ada waktu cukup banyak, aku minta tolong untuk menemani Ayumi-chan terlebih dahulu. Aku harus mengurus sesuatu dengan Nyonya Sonya Arthawijaya."

Akira membeku. Nama itu terdengar familiar.

"Ah, aku lupa. Mungkin anda mengenalnya cukup baik, Matsumoto-san? Di kampus anda, Nyonya Arthawijaya dikenal sebagai Secilia Sonya Marthadinata. Itu nama gadisnya. Kudengar dia juga mahasiswi di tempat Anda mengajar.”

Bagai tersambar petir Akira mendengar nama Sonya disebut. Dia berdiri mematung dengan ekspresi kosong. Kouji diam-diam mengamati ekspresi muka Akira yang ganjil. Nalurinya mengatakan ada hubungan rumit terjalin di antara orang-orang itu.

"Baiklah, aku pergi dulu, Matsumoto-san."

Kouji membungkukkan tubuh yang dibalas bungkukan tubuh juga oleh Akira. Sepeninggal Kouji, Akira duduk di samping ranjang. Mengamati Ayumi yang masih tertidur lelap.

"Jadi Sonya sudah menikah?" gumamnya lirih. Teringat lagi ucapan Kouji bahwa pernikahan itu terlaksana di pagi hari sebelum kematian Hiroshi.

Lelaki itu tanpa sadar mencengkeram besi ranjang rumah sakit. Baru dia paham kenapa Sonya selalu menolak ajakannya untuk pergi berdua saja. Saat bersama Akira, wanita itu selalu mengajak rekan sekampusnya – Jack dan Clary – dengan berbagai alasan yang membuat Akira frustasi.

Akira memandangi Ayumi. Wajah gadis itu tampak damai. Bak bocah yang tengah tertidur pulas. Jemarinya terulur menyentuh pipi Ayumi. Sang Madoka baru telah ditetapkan. Senyum tipis Akira terukir. Masih membelai lembut pipi halus si gadis.


Sonya meletakkan laptop di meja. Tangannya cekatan membuka dua kotak bento dan membawanya pada Jeremy.

"Camilan!" Sonya berseru riang.

Jeremy mengeluh, "Ya Tuhan, Sayang, perutku sudah sangat kenyang. Lagipula itu porsi makan malam, bukan camilan."

Sonya pantang menyerah, "Kau harus makan banyak, Jer, biar cepat pulih."

"Tapi nggak gini juga kali," rajuk Jeremy.

"Mau aku suapi?" bujuk Sonya.

"Boleh, asal suapinya pake mulut."

Sonya ternganga,  “Kapan kau akan berhenti mesum, Jer?”

“Sampai aku bisa merasakan malam pertama bersamamu.”

Wajah Sonya merah padam. Segumpal tisu dengan cepat melayang ke kepala Jeremy. Lelaki itu tergelak namun segera meringis kesakitan. Luka jahitnya yang masih basah mulai berontak.

“Makanya jangan jahil,” omel Sonya, “Ngomong-ngomong tadi pengacara keluarga Kitajima datang menemuiku.”

Alis Jeremy terangkat naik, "Kouji Edogawa?"

Sonya mengangguk, “Dia memintaku untuk membujukmu membatalkan tuntutan pada Ayumi.”

“Ayumi sudah berusaha membunuhmu,” sergah Jeremy.

Sonya mengangguk setuju, “Tapi dia sedang dalam kondisi jiwa yang tak stabil, Jer. Pertunangannya hancur, patah hati, dan ayahnya meninggal. Tiga tekanan hebat dalam satu waktu. Kupikir wajar jika emosinya jadi tak terkendali.”

“Tapi tak wajar jika sampai mencoba membunuh orang,” pungkas Jeremy.

Sonya mengelus kepala Jeremy penuh kasih, “Sayang, aku pun marah padanya. Lihat yang telah dia lakukan padamu. Seharusnya kau berbulan madu sekarang, bukan malah terbaring di ranjang rumah sakit.”

“Nah, apa kubilang?” seru Jeremy puas.

“Tapi aku tak ingin memperpanjang urusan dengan gadis itu,” imbuh Sonya.

“Eh, apa?” Jeremy kaget.

“Aryan sudah menawarkan pengacara terbaik untuk kita. Gadis itu akan diproses secara hukum tapi kau ...,” tuding Sonya ke Jeremy, “... Akan mencabut tuntutan pada Ayumi Kitajima dan tak akan terlibat lagi dalam semua proses hukum tentangnya.”

“Sayang, dia bisa bebas bersyarat kalau begitu,” protes Jeremy, “Dia itu psikopat. Bisa-bisa dia akan menghancurkan hubungan kita ....”

“Kau terlalu banyak nonton sinetron,” potong Sonya cepat.

“Tapi ....”

“Jeremy Leonard Arthawijaya, kumohon? Aku ingin memulai hidup baru bersamamu. Kita tutup saja kisah kelam ini, oke?”

Jeremy mendesah, “Jika itu maumu.”

“Ini kemauan kita berdua, bukan hanya aku saja,” sergah Sonya, “Mulai sekarang kita satu tim, Jer. Kita akan memutuskan banyak hal berdua. Ini tentang kita, bukan tentang aku atau kamu.”

Jeremy menatap lembut Sonya. Diusapnya pipi mulus sang istri dan tersenyum, "Aku tak akan menuntut apapun pada Ayumi maupun keluarga Kitajima."

"Terima kasih, Sayang.” Sonya mengecup lembut kening Jeremy.

"Aku sudah bosan di sini. Kapan aku bisa pulang?"

Sudah tiga hari lelaki itu terkapar tak berdaya di rumah sakit. Dokter masih melarangnya pulang karena luka bekas tusukan masih perlu penanganan intensif. Kebosanan Jeremy makin parah setelah keempat sahabatnya pulang ke tanah air. Tugas kuliah Sonya juga tak memungkinkan wanita itu terus menjaganya 24 jam nonstop.

“Dua hari lagi.”

“Apa?!” Jeremy kaget, “Terus bulan maduku kapan, dong?”

“Setelah kau benar-benar dinyatakan sembuh total, Jer,” jahil Sonya, “Eits ... Itu artinya mencakup luka jahitmu benar-benar sudah tertutup, kering, dan sangat aman untuk digunakan bergerak.”

Jeremy melotot kaget, “Astaga, Sonya? Lama, dong? Boleh minta tanda awal dulu, nggak? Test drive kecil-kecilan gitu?”

“Jeremy?!”


Akira hanya ingin membuktikan kebenaran informasi Kouji Edogawa. Begitu mengetahui Jeremy dirawat di rumah sakit yang sama dengan Ayumi, dia langsung pergi menjenguk. Jika perkataan Kouji benar, maka Sonya pasti ada di sana juga.

Dan hati Akira seketika mencelos saat mengetahui sosok wanita yang duduk di samping tunangan palsu Ayumi. Wanita itu terheran-heran melihat kehadiran Akira di kamar inap sang kekasih.

“Akira-san?” Sonya menyapa.

Akira tak tersenyum. Wajah dinginnya kembali lagi, setelah beberapa minggu menghangat oleh kehadiran Sonya. Dia hanya membalas sapaan wanita itu dengan anggukan kecil.

“Aku ingin menjenguk tunangan Ayumi-chan. Tak mengira kau ada di sini,” kata Akira.

“Aku bukan tunangan Ayumi,” ketus Jeremy, “Dan siapa Anda?”

Akira memperkenalkan diri, “Aku teman keluarga Kitajima. Kebetulan juga pengajar di Waseda. Kudengar kau juga kuliah di sana?”

Jeremy mengangguk. Akira meneruskan ucapannya, “Aku memang tidak mengajar di tingkat kalian. Tapi aku dosen Sonya di pasca sarjana.”

Jeremy manggut-manggut. Dia mengamati sosok lelaki muda yang berdiri di ujung ranjang. Pun Akira, matanya berkilat tajam memindai seksama Jeremy. Mereka berdua saling mengamati dan meneliti satu sama lain. Bagaikan dua orang jenderal yang sedang memetakan kekuatan lawan masing-masing.

Akira terhenyak saat mengetahui bahwa tampilan fisik Jeremy nyaris sempurna. Bahkan sebagai sesama lelaki pun, dia terpaksa mengaku kagum pada sosok Jeremy. Berpostur jangkung dan atletis, dengan ketampanan campuran Eropa-Asia, juga sepasang mata yang menyorot sangat tajam.

Lelaki itu tertegun. Siapapun yang baru pertama kali melihat tatapan tajam Jeremy pasti akan terintimidasi. Jeremy bahkan kebal dengan aura dingin miliknya. Sial, Akira bahkan mulai terintimidasi oleh tatapan lelaki yang terbaring di atas ranjang rumah sakit. Dan itu adalah hal yang sangat dibencinya. Seumur hidup Akira adalah pribadi yang superior. Dia bukan inferior dan tak akan pernah menjadi inferior.

“Maaf aku belum memperkenalkan diri secara pantas. Namaku Akira Matsumoto.”

“Aku Jeremy Leonard Arthawijaya,” ucap lelaki di atas ranjang, “Dan ini istriku, Sonya Arthawijaya.”

Hati Akira terasa nyeri. Gelombang kecemburuan begitu menekan. Apa Jeremy tahu perasaannya pada Soya? Karena lelaki itu seolah begitu protektif saat memperkenalkan sang istri.

“Mungkin Anda heran mengapa Ayumi mengumumkan pertunangan itu padahal aku sudah memiliki istri?” imbuh Jeremy.

Akira mengangguk, “Mulanya iya. Tapi Nyonya Kitajima sudah menceritakan semua padaku. Kalian menikah setelah pengumuman pertunangan itu.”

Jeremy mengangguk pelan. Wajahnya terlihat berpikir, “Matsumoto Sensei, apa kita pernah bertemu sebelumnya?”

“Dia ini populer sekali,” kata Sonya tiba-tiba, “Wajahnya beberapa kali muncul di televisi dan majalah.”

“Oh ya?” Jeremy bergumam pelan, “Tapi ... Tidak ... Kurasa aku tak melihatmu dari televisi atau koran.”

“Kita belum pernah bertemu.” Akira menegaskan. Dia membungkukkan tubuh berpamitan, “Maafkan aku telah mengganggu waktu kalian. Semoga kau lekas sembuh.”

Akira berlalu dari kamar inap Jeremy. Lelaki itu masih termenung. Otaknya terus berputar mencoba memunculkan ingatan yang hilang. Masih gagal juga. Hingga sebuah perkataan Sonya menyentak kesadaran Jeremy.

“Setelah kau pulang, kita bisa pergi kencan keliling Tokyo. Aku ingin mengunjungi beberapa tempat bersamamu.”

Ocehan Sonya tak didengar Jeremy. Lelaki itu menatap lekat-lekat sang istri. Memori itu sudah kembali sempurna. Jeremy pernah melihat Sonya dengan Akira makan malam di sebuah restoran. Hari di mana Sonya menolak kedatangannya di apato dengan alasan harus kerja kelompok bersama Jack dan Clary. Saat itu kecurigaan Jeremy muncul melihat kehadiran Akira di sisi istrinya.

Jeremy tersenyum kecut. Dia memercayai istrinya. Wanita itu jelas-jelas mencintainya dan tak mudah berpaling ke lain hati. Justru Akira yang tak bisa dia percayai. Apa lelaki itu menaruh rasa pada Sonya? Dan apa tujuan Akira datang menjenguknya?


Ayumi mendapat kebebasannya. Begitu Jeremy menarik tuntutan atas penusukan yang dilakukan gadis itu, pengacara keluarga segera beraksi. Namun, demi ketenangan batinnya yang masih terguncang, sang pengacara dan Nyonya Kitajima sepakat mengungsikan Ayumi ke tempat lain. Wilayah baru di mana media massa tak terus memburunya karena skandal hebat yang diciptakan oleh Ayumi.

Kouji Edogawa juga sudah meminta agensi modeling Ayumi membatalkan seluruh kontrak kerja dan menyatakan mundur dari dunia yang membesarkan namanya. Pun di kampus, Ayumi mengundurkan diri sebagai mahasiswi Waseda Gakuen. Sosok Ayumi menghilang dari peredaran. Tak seorangpun mengetahui di mana gadis itu tinggal. Kecuali sang ibu, pengacara, dan seorang lelaki lagi.

Akira membetulkan posisi bucket hat hitamnya. Berpenampilan kasual dengan celana gombrong dan sweater kebesaran, tak ada yang mengira bahwa lelaki tampan itu adalah pengajar paling populer di salah satu universitas swasta terbaik di Jepang. Langkah panjangnya mantap memasuki belalai gajah, jalur masuk ke pesawat yang akan membawanya ke Kota Cahaya.

Tak lama lagi dia akan bertemu Ayumi. Tentu dengan membawa informasi terbaru tentang Jeremy dan puluhan foto lelaki itu yang diambil secara diam-diam. Sesuai dengan janjinya untuk membantu gadis itu mendapatkan kembali cinta Jeremy.

-----------------------------------------------------------

(1) Dalam seni merangkai bunga, ada bentuk rangkaian bunga Madoka yang bermakna bulat. Biasanya rangkaian Madoka terdiri dari bunga-bunga berjenis bulat seperti hydrangeae atau aster dan ditata membentuk bulatan.

----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro