❦ Runaway [16]

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

[ media : © MV Run Away —— TXT ]

suster beneran pergi hari ini!
coba lihat jendela sekarang!

—Njunie :P

Melihat kertas yang diselipkan oleh Yeonjun itu, Heeseung lekas menghampiri jendela besar dan menyibak tirai. Netranya melihat dengan jelas figur-figur Suster dengan terusan yang didominasi warna hitam, tengah bergiliran menaiki mobil tua. Kemudian, gerbangnya terbuka dan dua mobil yang tadinya terparkir itu kini melaju meninggalkan halaman beserta para Suster di dalamnya.

Jungwon mendesah gusar sembari mengusap tengkuknya kasar.

"Suster pergi kan? Kita cari panelnya lagi tak apa kan?" tanya anak laki-laki itu menuntut jawaban dari yang tertua.

Namun, suara yang menyahut justru berasal dari luar pintu, "Iya enggak apa-apa! Ayo cari sekarang!"

Riki meraih kenop, kemudian pintu berayun terbuka memperlihatkan Yeonjun yang ternyata masih berdiri disana sejak menyelipkan kertas. Dan pintu kamar di belakangnya juga tampak terbuka, empat anak laki-laki lain di kamar seberang juga tampaknya telah berencana mencari lagi siang ini.

Ini jadwal tidur siang, tapi tak apa, Suster tak ada disini sekarang.

Riki mengintip, memerhatikan keadaan di luar kamar mereka yang lengang nan sepi.

"Beneran nggak apa-apa kan?"

Yeonjun mengembangkan senyumannya dan mengangguk, "Ayo cepat keluar."

Seraya menarik tangan Riki, Yeonjun membawa anak laki-laki itu melaju di lorong. Dan segera saja, teman-teman mereka yang lain ikut menyusul. Gema dari derap langkah mereka kerap terdengar, mereka tengah bersemangat bercampur sedikit khawatir.

Setelah menuruni tangga berpilin dan puluhan anak tangga, mereka tiba di lantai bawah tanah. Tungkai mereka langkahkan untuk segera mencapai kamar-kamar Suster.

Jungwon tertinggal beberapa langkah di belakang mereka. Laki-laki itu tengah memegangi lututnya sebab lelah berlari. Tentu saja, teman-temannya yang lain memang terlalu bersemangat.

"Jungwon! Jungwon!"

Suara serak itu memanggilnya, Jungwon menoleh dan mendapati bahwa dirinya tengah berada di depan pintu ruangan Cheoma kini. Dari jendela kecil di pintunya, ia bisa melihat Minhee yang menggedor pintunya. Tampak kelelahan dan tak berdaya.

"Tolong buka pintunya, lihat ada selot disana? Tolong bukakan!" pinta Minhee.

Jungwon menatapnya nanar. Kata Sunghoon, jikalau salah satu dari mereka menolong anak-anak yang dihukum di ruangan Cheoma, dia akan ikut dihukum. Lebih parahnya lagi teman sekamar anak itu bisa ikut dihukum.

Masa bodoh, bukankah sebentar lagi mereka akan pergi dari Niñogiz sialan ini?

Lagipula, Jungwon pikir kalau dia jadi anak-anak yang dihukum itu, tentu saja dia juga akan meminta tolong.

Kemudian, ia segera membuka beberapa selot yang mengunci pintu itu dan membantingnya hingga terbuka.

"Ayo keluar!" ucapnya.

Minhee mengembus napas lega, segera mengajak tiga temannya yang lain keluar dari ruangan itu. Hewan buas di tengah ruangan itu menatap nyalang, meraung, kemudian berjalan menjauh dan memilih untuk merebahkan dirinya.

Setelah ketiganya keluar, Jungwon langsung mengunci pintu ruangan itu lagi. Sungguh, berada di ambang pintunya saja membuat Jungwon merasa takut. Padahal hembusan napas puma itu bahkan tidak mencapainya.

"T-terima kasih!" ujar Wonjin sembari terduduk bersandar ke dinding.

Hyeongjun tersenyum lucu, "Iya, terima kasih!"

Jungwon mengangguk cepat, "Sudah, sana ke kamar dan obati luka kalian."

Sebelum beranjak, Allen terlebih dahulu menepuk bahu Jungwon sambil mengembangkan senyumnya tanda terima kasih.

Melihat kepergian empat anak laki-laki penuh luka itu, Jungwon merasa lega. Lalu dia membalikkan badan dan hendak melangkah menyusul sebelas temannya.

"Huwah!"

Jungwon terjingkat kaget, Sunghoon dan Taehyun ternyata berdiri di belakangnya. Jujur saja, lama kelamaan Jungwon merasa ngeri saat menatap manik kosong Sunghoon. Apalagi Taehyun memelototinya begitu tajam.

"Kamu.. bantu mereka.. keluar?" tanya Sunghoon penuh penekanan.

"Kamu cari masalah?" timpal Taehyun sinis.

Jungwon tergelak, kemudian kepalanya menunduk. Kalau ditatap begitu, rasanya mau tidak mau dia harus merasa bersalah.

"Aku sudah bilang.. nggak boleh.. kan?" tanya Sunghoon lagi.

Jungwon mengetuk-ngetuk jarinya. Lalu meyakinkan diri dan mengangkat pandangannya, "Iya.. tapi merek——"

"Kubilang.. nggak boleh!"

Mulut Jungwon terkatup seketika saat gema dari bentakan Sunghoon memasuki rungunya.

Sunghoon menampakkan ekspresi kecewa, tak percaya sekaligus murka. Manik kosongnya itu menatap lurus-lurus ke arah si lelaki kucing yang kini menciut.

Taehyun mendengkus kasar, lalu membalikkan tubuhnya dan pergi menuju tujuan mereka sebelumnya; kamar Suster.

"Sekalinya larangan adalah larangan." ucap Taehyun final.

Jungwon diam saja sambil menggembungkan pipinya kesal saat Sunghoon menarik lengannya.

Sepuluh anak laki-laki tengah berpencar, memasuki satu persatu kamar Suster yang lain. Tak seperti kata Yerin, mereka tak menemukan panel ataupun tuas apapun di kamar Suster Sarah.

Beberapa saat berlalu, mereka yang semulanya berhati-hati dalam mencari kini mulai kesal dan kelelahan. Setelah menata kembali barang-barang yang mereka pindahkan, anak-anak itu berkumpul di lorong dengan raut kecewa menghinggapi rupa mereka.

"Ah, jadi kita beneran dibohongi?" Kai bersungut sedih.

Beomgyu menendang dinding kesal, "Udah dibilangin! Kita tuh dibodohi! Mereka mencurigakan. Terus coba kalian pikir, buat apa mereka bohongi kita? Pasti mereka kerjasama dengan Suster, ya ga ya ga?"

Kedua alis Jake bertaut, "Berarti kakak-kakak itu beneran jahat dong?!"

"Iyalah! Jahat!" Beomgyu mendengus kasar.

"Jadi gimana...?"

"Kita.. kita bakalan tamat."

✄┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈«

Makan malam tengah berlangsung. Sunyi senyap. Anak-anak tidak ada yang berbicara, seolah ada kunci tak terlihat yang mengunci mulut mereka.

Hanya suara peralatan makan yang beradu dengan piring yang terdengar.

Dua belas anak laki-laki yang sejak kemarin berencana kabur dari Niñogiz itu terduduk lesu. Bersamaan dengan gurat putus asa dan kecewa di wajah mereka.

Sebab, jalan keluar masih belum ketemu. Padahal kalau mengacu pada rencana, seharusnya mereka kabur malam ini.

Heeseung meletakkan sendok dan garpu, menyebabkan suara denting yang cukup keras untuk mengambil perhatian sebelas temannya.

"Tuasnya mungkin ada di dekat gerbang, masih ada kesempatan kabur." ucapnya pelan.

"Hmph, kenapa kok bisa mikir tuasnya deket gerbang?" tanya Jay dengan mulut penuh.

"Tadi waktu Suster keluar lihat? Semuanya ada di dekat gerbang sejak gerbang masih tertutup sampai terbuka. Enggak ada Suster yang masuk ke rumah sakit buat buka atau tutupnya. Berarti tuasnya disana kan?" jelas Heeseung yakin.

Taehyun menopang dagu, "Bagus, kayaknya memang beneran ada disana. Kalau gitu rencana kita bakal sukses. Kalau gitu kita bagi timnya sekarang?"

Setelah mendapat anggukan setuju dari teman-temannya, Taehyun terdiam dan berpikir.

"Yang pertama keluar lebih baik anak-anak dari kamar yang anggotanya banyak. Kamar ɴᴄᴛ, sᴠᴛ sama ᴛʀᴊ yang isinya banyak. Terus yang pimpin dari kita .... ada yang mau mengajukan diri?"

Semuanya hanya terdiam. Pergi memimpin kelompok pertama itu sedikit menakutkan. Mereka tak tahu apa yang ada di depan. Kalau ada apa-apa kelompok itu akan kena pertama kali.

Jay kemudian menelan seteguk air lalu menepuk keras bahu Heeseung, membuat si empunya mengaduh.

"Heeseung hyung jadi yang mimpin, soalnya dia yang paling yakin ada tuasnya dekat gerbang kan?"

"Oke, Heeseung hyung." Taehyun menyetujui, bahkan sebelum Heeseung sempat mengangkat suara, "Terus siapa lagi? Kira-kira butuh dua orang lagi, soalnya anak-anak yang ikut banyak."

Tangan Yeonjun terangkat bersemangat, "Aku! Aku ikut yang pertama! Terus satu lagi.."

"Akh!"

"Iya, jadi yang mimpin kelompok pertama aku, Heeseung sama Jungwon!" ujar Yeonjun seraya merangkul Jungwon yang duduk di sebelahnya.

"K-kok?" Jungwon tampak tak terima.

"Oke, kalian bertiga. Sisanya bisa ditentukan nanti." Taehyun menatap jam yang menggantung diatas pintu aula.

Suara bel kemudian menggaung, sedikit memekakkan telinga kali ini. Anak-anak yang lain segera meletakkan peralatan makan mereka dan mengusap mulut dengan saputangan. Waktu makan malam telah selesai, sekarang mereka harus masuk ke kamar.

Dengan beraturan anak-anak keluar dari pintu aula dan menuju kamar mereka masing-masing. Aula yang besar itu segera berubah sepi.

"Nah, kalian pergi ke gerbang sekarang." Taehyun menatap tiga orang tadi yang telah ditetapkan sebagai pemimpin kelompok pertamanya.

Yeonjun paling bersemangat. Dia segera berdiri dan menarik paksa Heeseung dan Jungwon dari aula. Sementara yang ditarik hanya bisa pasrah.

Yeonjun menoleh kearah keduanya, "Kita kan mau bebas, senyum dong! Ayo semangat!"

"Takut.." cicit Jungwon pelan.

"Takut apaan coba?"

Yeonjun membawa keduanya menuju ruang penyimpanan kecil di dekat pintu utama rumah sakit. Mengacak isinya, tangannya akhirnya meraih tiga buah senter.

"Ini, bawa."

Tentu saja ia tak akan lupa untuk membawa benda itu. Halaman rumah sakit tak memiliki penerangan, dan kemudian mereka harus melangkah melalui hutan juga. Tentu senter sangat dibutuhkan.

Ketiganya mulai melangkah keluar dari pintu utama rumah sakit. Pintu kayu yang tebal dan diukir rapi itu sangat berat. Suaranya berderit, kemudian halaman gelap yang luas dan kosong itu membuat ketiga amak adam itu menahan napas mereka.

Tampak mengerikan. Padahal tak ada apa-apa disana. Yeonjun melangkahkan kakinya lebih dahulu, kemudian Heeseung dan Jungwon menyusul di belakang punggungnya.

Heeseung mengarahkan senternya ke sekeliling, menyorot halaman. Perasaannya sama sekali tidak nyaman. Begitu pula dengn Jungwon. Tangannya berkeringat sekarang.

Sepatu mereka menginjak rumput yang sedikit basah. Kemudian berhenti tepat di depan gerbang besar.

"Sekarang tinggal cari tuasnya." kata Yeonjun, meneliti tiap inci gerbang.

Jungwon menarik belakang kaus Yeonjun, "Hyung ayo kembali saja.."

"Kembali? Kamu nggak mau pergi dari Niñogiz hah?"

"Aku takut.."

"Jangan takut, nggak ada yang harus kamu takuti."

"Hush, coba diam dulu." Heeseung menyela, lalu memfokuskan pandangannya.

"Kenapa sih?" bisik Yeonjun.

"Hyung.. serius.. ayo kembali aja.." pinta Jungwon begitu lirih.

Heeseung meletakkan telunjuknya di depan mulut, "Tadi aku dengar suara."

Yeonjun menautkan alis, "Suara apa?"

"Aku nggak yakin.."

"Hyung..."

Heeseung menyentuh gerbang itu pelan, lalu mengetuk sedikit bagian gerbang yang terbuat dari besi. Ketukan itu hanya dibalas oleh senyap.

"Eh?"

Tiba-tiba, gerbang itu bergerak. Suara mesin yang berat terdengar. Kedua sisi gerbang itu bergeser, dan membuka begitu saja. Jalan keluar dari Niñogiz terlihat.

Ketiganya tercekat.

Yeonjun pelan-pelan menarik Heeseung mundur dan meraih tangan Jungwon yang membeku di tempat. Napas ketiganya memburu. Yeonjun menarik tangan Jungwon, tapi anak itu tetap tak bergeming.

"Benar-benar bertekad, ya." suara lembut wanita itu terdengar mengintimidasi.

Suster Jean tampak melepas sarung tangan hitamnya asal-asalan. Tujuh Suster yang lain juga berdiri di sisi luar gerbang, tampak marah sekaligus puas.

Gawat.

Suster benar-benar telah tahu rencananya.

Kemudian Suster Sarah maju, mendekat ke arah Jungwon yang masih belum sanggup menggerakkan kakinya.

"Jungwon-ah, mundur.." bisik Yeonjun panik, menarik tangan laki-laki yang lebih muda lima tahun darinya itu.

Lidah Jungwon kelu. Tatapan dingin Suster Sarah itu bagai menembus kulitnya. Dia seketika tak bisa berpikir apapun. Apa yang harus dia lakukan?

"Jungwon-ah.." Heeseung juga ikut memanggil.

Tangan Suster Sarah yang terbalut sarung tangan hitam elegan itu terangkat, mengusak kepala Jungwon dengan penuh kelembutan. Namun, tatapannya masih terkunci pada manik Jungwon yang ketakutan.

Bagai serigala yang tengah menatap kelinci lemah yang tak mampu kabur lagi.

Suster Sarah mempertahankan ekspresi datarnya, masih mengusak rambut Jungwon.

"Bukankah kalian paham...?" ucapnya pelan.

Kemudian tangannya yang satu lagi mengambil sesuatu dari balik punggungnya, yanpa mengalihkan pandangan. Sebuah benda hitam kecil, mirip pistol.

"..kalau kalian tidak akan pernah bisa pergi dari tempat ini. Dari Niñogiz." setelah kalimat itu lolos diucap, Suster Sarah akhirnya tersenyum.

Senyuman haru, bagai ibu yang melihat anaknya baru bisa berjalan.

Kemudian ia menjauhkan tangannya dan berhenti mengusak kepala Jungwon. Lalu benda hitam mirip pistol tadi ia tempelkan di dahi anak laki-laki di depannya.

Yeonjun segera menarik Jungwon sekuat tenaga.

Ah, tapi terlambat. Suster Sarah menarik pelatuk, dan ketiganya yang saling bertautan tangan kemudian berteriak kesakitan.

Teriakan pilu nan menyedihkan yang berlangsung beberapa detik, sebelum kemudian Heeseung, Yeonjun dan Jungwon ambruk kehilangan kesadaran.

Suster Sonia kemudian bersorak, bertepuk tangan kagum.

"Bagus!"

Sementara itu, Suster Sarah menatap tiga anak yang terbaring itu dengan tatapan bengisnya. Ia mendengus lalu melempar stun gun yang ia gunakan untuk menyetrum tadi pada Suster Jean.

"Hmm, alat dari Mr. Cho memang yang terbaik." puji Suster Jean sambil menyimpan stun gun itu di sakunya.

"Sudah, cepat bawa anak-anak menyebalkan ini. Termasuk teman-teman mereka."

✄┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈«











[ Kaze's note : maaf banget baru up sekarang ㅠㅠ jadwal sekolah padat banget.

ada yang kangen or nungguin? 🌚]

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro