27-Hadiah

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

بِسْــــــــــــــــــــــمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْم

Hidup akan tenang dan damai, jika mendapat mertua yang penuh kasih sayang.

TERLALU sulit untuk dipercaya. Bukannya bahagia, aku malah waswas dan takut. Bang Fariz mode royal ternyata sangat mengerikan. Aku lebih mengenal Bang Fariz mode pelit dan perhitungan, alhasil sekarang aku jadi pusing tujuh keliling.

"Kamu aneh, dikasih kejutan malah kayak orang linglung. Kamu sehat, kan?" ungkap Mama dengan ekspresi wajah keheranan.

"Bang Fariz yang aku kenal gak kayak gitu. Wajar dong, Ma kalau aku kayak gini."

Mama manggut-manggut lalu berkata, "Fariz kalau sudah jatuh cinta, buta dia. Apa pun pasti akan dilakukan supaya perempuannya gak kabur."

"Jadi selama ini Bang Fariz belum jatuh cinta sama aku? Dia baru jatuh cinta kemarin dong. Karena, kan baru kali ini Bang Fariz mengeluarkan effort yang begitu luar biasa."

Mama geleng-geleng. "Nggak gitu konsepnya, Nia. Kamu pikir bangun butik bisa satu hari satu malam apa? Gak mungkin, kan. Fariz memang sudah mempersiapkan semuanya, hanya tinggal menunggu waktu yang tepat aja untuk memberikan butik itu sama kamu."

Aku pun mengangguk kecil sebagai respons. Apa yang beliau katakan memang ada benarnya.

"Lihat betapa banyaknya celengan ayam yang Fariz punya. Agak gila memang anak itu, koleksinya beginian," tutur Mama seraya memperlihatkan betapa banyaknya celengan ayam milik Bang Fariz yang sengaja dimuseumkan.

"Itu isinya uang semua, Ma?" tanyaku dibuat melongo. Benar-benar tak habis pikir.

Mama mengangguk mantap. "Uang semua itu, tapi ya isinya logam. Receh pecahan lima ratus rupiah."

"Celengan sebanyak ini dikumpulin berapa lama sih, Ma? Kok kayak gak masuk akal banget."

Mama berjalan ke arah salah satu lemari kaca yang memamerkan celengan ayam Bang Fariz. Beliau mengambilnya satu lalu memperlihatkan benda itu padaku. "Kalau gak salah semenjak lulus kuliah. Tepatnya setelah putus dari Arum, dia jadi gila sama gopean. Ini adalah celengan pertamanya."

Aku hanya bisa geleng-geleng kepala, saking tidak percayanya. Ada ya manusia kayak Bang Fariz? Trauma akan cinta, terapinya lewat gopean.

Kalian bayangkan saja. Ruangan seluas 10×10 meter ini dipenuhi dengan lemari kaca yang semua isinya celengan ayam beragam warna. Parahnya semua celengan itu berisi uang logam.

Jika kebanyakan orang lebih memilih memamerkan tas branded, sepatu mahal, atau koleksi-koleksi langka lainnya. Bang Fariz malah memilih untuk men-displey celengan ayam di dalam lemari kaca nan elegan itu.

Semua lemari berjejer rapi hingga menyisakan sisi kosong di tengahnya, di sana terdapat sofa, meja, televisi, bahkan dispenser dan kulkas pun ada. Furniture-nya lengkap abis.

Entah apa nama ruangan ini, tapi akan kusebut sebagai Museum Patah Hati. Sebab, ruangan ini ada karena putusnya hubungan Bang Fariz dan juga Mbak Rumi.

"Ruangan ini khusus untuk menyimpan celengan koleksi Fariz. Sekaligus brankas berisi berkas-berkas penting," tunjuk Mama ke arah box brankas yang berada di depan kami.

"Mama gak takut aku macem-macem apa? Kok malah dibeberin semuanya sama aku," tanyaku keheranan.

Beliau malah tertawa cukup kencang. "Baru dikasih hadiah butik aja kamu linglungnya bukan main. Mama percaya sama kamu, lagi pula kamu juga berhak tahu."

"Buka coba brankasnya, ketik tanggal pernikahan kalian," titah Mama saat kami sudah berada di dekat benda itu.

Aku menolak keras. "Nggak mau. Tangan aku gemetar banget ini, Ma. Mama jangan kayak gini dong, aku malah semakin takut."

"Apasih yang kamu takutin? Sudah buka sana."

Aku tetap teguh pendirian. Tak mau mengetahui apa pun lagi. Ini sudah lebih dari cukup. Aku tidak ingin semakin jauh mengetahui tentang kegilaan Bang Fariz.

"Sejak kapan ruangan ini ada, Ma?" Kepalaku rasanya berdenyut sakit.

"Belum lama, tiga tahun ke belakang ada kali. Awalnya koleksi celengan itu disimpan di kamar Fariz, tapi karena semakin hari semakin bertambah. Jadi, Mama putuskan untuk menyimpannya di sini. Mama sebut ruangan ini Celengan Sendu. Bagus, kan namanya?"

"Kenapa Celengan Sendu?"

Mama tertawa kecil sebelum berujar, "Istilah iseng aja. Kalau lagu, kan Celengan Rindu, nah ruangan ini Celengan Sendu."

Kami tertawa bersama, benar-benar kocak mertuaku ini. Buah jatuh memang tidak jauh dari pohonnya, Bang Fariz dan Mama sebelas duabelas.

Mama mengajakku untuk duduk di sofa, beliau pun mengambil minuman dingin untuk kami nikmati. "Kamu jangan salah paham yah. Ruangan ini ada bukan untuk nostalgia masa lalu kok. Mama hanya ingin merapikannya. Sebatas itu, gak lebih."

Aku terkekeh kecil. "Ya, nggaklah, Ma. Ruangan ini bagus dan nyaman kok. Tapi sayang pemandangannya kurang recommended. Masa iya sepanjang mata memandang celengan ayam semua."

Mama tertawa dengan begitu puasnya. "Yakin kamu gak mau buka brankas itu? Isinya bukan bom kok."

Aku menggeleng kuat. "Nggak usah repot-repot. Makasih."

Mama mengambil minuman dingin itu lalu meneguknya. "Ruangan ini jarang banget dibuka, hanya sesekali kalau Fariz kehabisan stock uang logamnya."

"Celengan sebanyak ini kapan habisnya coba, Ma?" ringisku dibuat bergidik ngeri.

Kapan aku bisa terbebas dari nafkah gopean, kalau celengannya sebanyak ini? Bisa gila lama-lama. Tensi darah sudah bisa dipastikan naik setiap bulannya.

"Nggak akan habis, karena setiap hari diisi ulang. Yang ada juga semakin bertambah, Nia."

Aku geleng-geleng. Kepalaku mendadak pening. Bisakah Allah memasok stock sabarku sebanyak celengan-celengan ini? Jumlahnya tak terhitung, tak terhingga malah.

Aku memijit pelipis yang berdenyut nyeri. "Bisa mati muda aku, Ma. Kelakuan aneh Bang Fariz bukannya sembuh, malah makin kambuh."

"Mama juga sudah kehabisan akal. Gimana caranya menghilangkan kebiasaan buruk itu. Kalau cuma sekadar menabung sih gak papa, tapi ini malah dikoleksi dan dijadikan pajangan."

"Mending dibagiin ke yang lebih membutuhkan aja, supaya bermanfaat. Apa Bang Fariz gak takut sama hisabnya yah? Aku yang lihat aja ngeri," sahutku mengutarakan keresahan hati.

"Untuk jatah itu sudah punya porsinya masing-masing. Soal infak, sedekah, dan zakat selalu disisihkan paling awal. Yang ada di celengan ini uang sisaan, kembalian, atau uang yang sengaja Fariz tukar," jelas Mama.

Aku manggut-manggut paham.

Mama meletakkan sesuatu ke tanganku lalu berkata, "Ini hadiah dari Mama buat kamu sama Fariz."

"Aku gak lagi ulang tahun, Ma. Ini apa coba?" tanyaku saat menerima benda tersebut.

"Tiket umrah sekaligus bulan madu. Hadiah pernikahan dari Mama, maaf telat. Nikahan kalian, kan dulu sederhana banget. Mama juga belum sempat kasih apa-apa, sekarang kayaknya kalian butuh hadiah ini."

Aku terperanjat kaget, bahkan refleks menyerahkannya lagi. "Hari ini Mama penuh kejutan, tapi malah buat aku jantungan."

"Diterima, mubazir kalau gak dipakai. Mama harap kalian dapat kabar baik sepulangnya dari sana," ungkap beliau.

Aku mendadak sedih dan merasa bersalah. "Maaf yah, Ma aku belum bisa memberikan cucu untuk Mama."

Beliau menggeleng tegas, dengan lembut tangannya menangkup wajahku. "Nggak ada sedikit pun niat untuk menyinggung perasaan kamu. Tiket ini Mama berikan supaya kalian punya waktu bersama untuk lebih saling mengenal. Masalah cucu, mah bonus. Dapet alhamdulilah, nggak juga gak jadi masalah. Jangan sedih gitu ah, Mama jadi merasa bersalah sama kamu."

Padalarang,
Selasa, 23 Mei 2023

Lihat mertua sama mantu akur rukun kayak gini tuh, adem bener. Shareloc dong di mana lokasi terkini mertua sejenis beliau?😂🙈

Lanjut atau cukup?

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro