Pt-9

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Disclaimer dulu!

Di bab ini ada adegan kekerasan. Jadi buat kalian yang masih di bawah 17 tahun harap bijak dalam membaca. Jangan dicontoh tindakan yang enggak baik, ya.

***

Tubuhku kini tersandar lemah di pintu yang masih tertutup rapat usai aku berusaha membuka dan berteriak meminta tolong. Namun, tidak ada tanda-tanda seseorang akan datang. Helaan napas beratku lolos ketika otak tidak berhasil mengingat apa pun perihal penyebab kejadian yang menimpaku saat ini.

Rasa sakit di tubuh perlahan merenggut kesadaranku yang masih tersisa. Pikiran negatif pun mulai bermunculan seiring mataku terpejam.

Apakah aku akan mati di sini? Apakah setelah aku mati, aku bisa kembali ke duniaku atau justru sebaliknya? Jika aku mati, selamanya akan terjebak di dunia yang tidak semestinya aku berada.

Pandanganku mulai memburam sebelum semuanya gelap dan aku jatuh tidak sadarkan diri.

***

Jantungku berdegup kencang, nyaris seirama dengan bunyi tetes hujan. Sangat cepat! Peluh mengalir membasahi leher, meliuk mengikuti lekuk tubuh. Perlahan aku mengatur pernapasan agar kembali stabil, tapi suara rendah dari cewek-cewek gila itu kembali membuatku terpaksa menahan napas seraya merapatkan diri ke tembok yang ada di belakang tubuh. Memejam lalu berdoa pada Tuhan agar para keparat itu tidak berhasil menemukanku di ruang penyimpanan alat kebersihan toilet.

"Juli~ dia ke mana, sih? Perasaan tadi larinya ke toilet, deh."

Satu per satu pintu bilik di dalam toilet mereka tendang hingga menghasilkan suara yang memekakkan telinga ketika gagang pintu menyentuh tembok. Sumpah demi apa pun, jantungku rasanya mau copot karena terlalu takut ketahuan. Mustahil aku bisa kabur lagi jika mereka berhasil menemukan.

"Aku yakin si cewek cupu itu masih di sini. Sal, coba kamu periksa ruangan itu." Usai kalimatnya terlontar, suara langkah kaki perlahan mendekat ke arahku. Kali ini aku tidak bisa lagi lari dari kejaran gila mereka. Yang kulakukan hanya terduduk lemas sembari memeluk lutut. Air mataku jatuh beriringan dengan pintu ruangan yang dibuka dengan kasar.

"Ketemu. Mau kabur ke mana lagi kamu?" Aku tidak mengingat siapa nama mereka. Namun, kurasa mereka adalah orang suruhan Fara.

Bukan tanpa alasan aku menebaknya demikian. Beberapa hari yang lalu cewek-cewek itu pernah melabrakku. Memintaku untuk menjauhi Caraka karena Faralah yang lebih pantas untuk Caraka, bukan aku si cupu yang bukan apa-apa jika dibandingkan dengan Fara.

Siapa yang tidak mengenal Faradipa Ardanan? Primadona sekolah SMA Nusa Bakti. Anaknya dari pengusaha sekaligus donatur di sekolah mereka. Sementara aku? Hanya anak seorang petani dan ayah bekerja sebagai sopir pribadi di Jakarta yang hanya akan pulang beberapa kali dalam setahun.

Kepalaku terangkat untuk melihat perempuan yang menarik tanganku secara paksa keluar dari ruang penyimpanan. Tidak kuat seorang diri, dia meminta bantuan temannya untuk menyeretku keluar dan mendorong hingga aku tersungkur di depan kaki seseorang.

"Kusaranin kamu nurut kalau enggak mau lebih sakit dari ini." Itu suara Fara. Dengan mata yang sudah basah oleh air mata, kualihkan pandangan ke arah pemilik suara yang tepat berada di hadapanku.

Tanpa segan Fara menarik rambut dengan kuat, sangat kuat sampai aku merasa seluruh rambut kepalaku akan lepas. Sementara aku hanya merintih kesakitan, meminta dilepaskan. Ini salahku. Harusnya saat lonceng berbunyi, aku langsung pulang bukannya malah berdiam diri di kelas untuk mengerjakan tugas.

"Aku udah peringatin sama kamu, ya. Jangan kegatelan sama Caraka! Kamu enggak ngerti bahasa manusia, ya?" Cengkraman tangannya di rambutku makin kuat, lalu dengan kasar dia mendorongku sampai jatuh tersungkur dan wajahku mengenai lantai.

"Fa-Fara ... aku enggak bermaksud be-gitu. A-aku—" Belum sempat aku menuntaskan kata-kataku, tamparan keras dia layangkan ke wajahku berkali-kali. Bahkan perempuan itu tidak segan menendang tubuhku. Tidak peduli bagaimana aku menangis meminta ampun, Fara tetap menghajarku tanpa belas kasih.

"Sekap dia di gudang belakang sekolah." Usai mengatakan itu, Fara langsung mencuci tangan di wastafel lalu pergi meninggalkan aku dengan senior yang sebelumnya mengejarku.

"Ckckck, kalo bukan karena duitnya. Mana mau aku disuruh-suruh sama junior kurang ajar kayak Fara." Meski berdecak kesal karena sikap Fara yang bossy, tetap saja mereka melakukannya. Si bando merah mengawasi situasi. Setelah dia berkata aman, barulah aku diseret dari toilet menuju gudang belakang sekolah.

Tidak heran tindakan mereka tidak diketahui orang. Sekolah kami penjagaannya tidak terlalu ketat. Setelah lonceng pulang dibunyikan, semua siswa siswi langsung pulang. Jarang ada yang tinggal kecuali piket atau ada kegiatan ekstrakurikuler.

Tubuhku dilempar ke lantai gudang setelah mereka berhasil membuka pintu. Lalu mengunciku dari luar. Hanya karena satu laki-laki, seseorang bisa bertindak keji. Aku bahkan tidak pernah mendekati Caraka secara terang-terangan. Hubungan kami hanya sebatas teman sebangku, selebihnya aku yakin cowok itu sama sekali tidak tertarik padaku.

***

Aku terbangun dari mimpi buruk ketika mendengar suara ketukan di pintu. Tunggu, apa itu tadi? Apa yang kumimpikan sungguh mimpi buruk atau ....

"Jangan-jangan itu tadi ingatan mama? Jadi dulu mama pernah dirundung sama Fara?" Tanganku mengepal kuat diiringi dengan air mata yang tumpah. Entah seburuk apa hidup yang mama lalui dulu. Lihat saja, perbuatan Fara pasti akan kubalas. Pasti. Aku akan buat dia menyesal karena sudah membuat mamaku menderita.

"Juli? Jul? Juli, kamu di dalam? Juli?" Ketukan itu masih ada, bahkan kini diiringi dengan suara khawatir seseorang yang sangat familier di telingaku.

Aku tersenyum kecil, lalu berujar dengan suara yang bergetar, "Caraka? Itu kamu? Caraka, tolong aku! Tolong keluarin aku dari sini!" Selanjutnya aku menangis keras. Rasa sakit di tubuh serta kepala yang kuderita membuat air mata terus berjatuhan tanpa henti.

Fara sialan! Ingatkan aku untuk membalas perbuatan gilanya pada mama.

"Kamu tenang, ya. Aku bakal berusaha buka gemboknya," ujar Caraka menenangkan. Setelahnya kudengar suara batu yang dipukulkan ke besi berulang kali. Lututku melemas. Mungkin karena faktor aku berada di dalam tubuh mama yang sudah terkena serangan cewek sinting macam Fara.

Aku memilih duduk bersandar di dinding, merasakan nyeri di bagian kepala dan beberapa titik di tubuhku. Kesadaranku kembali menipis, pusing di kepala benar-benar sudah merajalela. Namun, aku tetap berusaha agar tetap sadar menunggu Caraka berhasil membuka pintu.

Hingga tidak berselang lama kemudian, pintu berhasil di buka. Dua sudut bibirku perlahan naik ke atas membentuk senyuman kecil saat Caraka berlari dengan wajah khawatirnya ke arahku. Telapak tangan laki-laki itu menangkup pipiku dengan lembut, sambil berkata, "Pasti sakit, ya? Maaf."

Tanpa permisi Caraka menarik tubuhku ke dalam dekapannya yang terasa sangat nyaman sambil terus membisikkan kata maaf. Aku menarik senyum tipis mendengarnya. Setidaknya aku lebih cepat selangkah dari Fara untuk mendapatkan hati Caraka.

***

Selesai ditulis tanggal 5 Mei 2024.

Huhuhuuuuuuu part ini bikin aku pusing! Bukan apa-apa, nulis adegan kekerasan cukup menguras esmosiiii😭😭😭

Aku ga tau ya gimana feelnya, tp semoga dapat di kalian.

Btw gesss aku mau kasih info, soon bakal ada pov Caraka, ya. Cuma eksklusif di Karya Karsa dengan judul yang sama.

Buat yang kepo sama yang mau baca aja sih  ...

See u aja deh.

Luv, Zea❤

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro