|| Part 3 ||

Màu nền
Font chữ
Font size
Chiều cao dòng

Happy Reading ✨

Jam dinding sudah menunjukkan pukul 8 malam. Waktunya bagi semua insan di bumi untuk beristirahat dari hari panjang yang melelahkan. Berkumpul dengan keluarga dan menonton acara yang ditayangkan oleh stasiun televisi sepertinya bisa menjadi pilihan yang menarik untuk dilakukan malam seperti ini.

Selain beristirahat, jalinan harmonis antar anggota keluarga pun dapat terlaksana. Saling melempar candaan, atau sekadar bercerita mengenai apa-apa saja yang sudah terlewati di hari yang berlalu adalah opsi yang tepat untuk menjadi pelengkap di saat berkumpul.

Anak mana yang tidak bahagia jika bisa berkumpul dengan keluarganya dan menjalin hubungan baik dengan setiap anggota keluarganya? Bisa berbincang lebih banyak mengenai hari lelah yang sudah lewat. Semua anak pasti merasa begitu bahagia.

Namun sayangnya, kebahagiaan itu sudah lama tak dirasakan oleh Fira. Semenjak kecelakaan yang menewaskan kedua orang tuanya, gadis itu menjadi tinggal sendirian di rumah tanpa adanya adik atau kakak yang menemani. Fira adalah anak tunggal di keluarganya, membuatnya kini harus mencari kebahagiaannya sendiri tanpa lagi ada keluarga yang menemani.

Ia harus banting tulang demi mencari uang untuk keperluannya. Ia butuh makan, ia butuh membayar tagihan listrik dan air, ia juga butuh pendidikan. Maka tak heran, bila ia begitu banting tulang untuk belajar mendapatkan beasiswa, setidaknya biaya kuliahnya akan sedikit terbantu.

Fira menyiapkan tas kecil yang muat untuk sebuah ponsel dan dompet, kemudian ia mengambil kunci motornya, bersiap untuk keluar. Gadis itu membuka pintu rumahnya, dan mendapati Ansel berdiri di sana.

“Ansel!” pekik Fira terkejut. Sejak kapan mantannya ini berdiri di depan rumahnya? Untuk apa, Ansel datang ke rumahnya?

“Maaf, ganggu malam-malam. Ada yang ingin aku bicarain, Fir.”

Fira melirik jam berwarna biru muda yang melingkar di tangannya. Ia sudah hampir terlambat, ia tidak punya waktu untuk sekadar berbincang dengan Ansel.

“Maaf, Sel. Aku buru-buru, lain waktu aja ya bicaranya.” Fira bergegas menutup pintu rumahnya, kemudian menguncinya.

“Tapi, ini penting, Fir,” ucap Ansel. “Ayolah, bentar aja ngomongnya. Aku janji gak bakal lebih dari 10 menit.”

Fira menggeleng. “Untuk sekarang gak bisa, Sel. Aku beneran lagi buru-buru. Besok-besok aja, ya.”

Fira melangkah cepat menuju motornya yang sudah menantinya sedari tadi, meninggalkan Ansel yang masih terus meminta waktu untuk berbicara. Namun, Fira tetap tidak menghiraukannya, ia tetap menjalankan motor maticnya keluar dari pekarangan rumahnya yang tidak sebegitu luas.

“Ada urusan apa ya Fira keluar malam-malam begini?”

■■■

Rintik hujan yang turun dengan begitu derasnya, membuat Fira begitu kebasahan kala tiba di rumah. Gadis itu beberapa kali bersin, dan badannya terasa sedikit menggigil. Fira juga merasa kepalanya berdenyut. Tanda-tanda yang cukup jelas untuk diserang penyakit demam.

Setelah berganti pakaian basahnya dengan piyama tidur bergambar doraemon, Fira segera menuju dapurnya, untuk mencari kotak obat yang ia simpan di lemari makan. Ia membuka kotak obat itu, dan menghela napasnya pasrah. Di kotak obat itu hanya ada obat sakit perut dan obat bagi luka luar. Tidak mungkin jika Fira memakan obat sakit perut, secara ia sedang tidak mengalami hal itu.

“Besok aja deh baru ke apotek buat beli obat,” putusnya. Ia lalu kembali ke kamarnya yang tak begitu luas, merebahkan tubuhnya di atas ranjang. Fira menarik selimut hingga menutupi separuh wajahnya, gadis itu menutup matanya dan tertidur.

Suara petir yang saling beradu tidak membuat Fira kesulitan untuk terlelap. Buktinya, hanya dalam sekejap, Fira sudah tertidur pulas dengan boneka doraemon yang di pelukannya.

■■■

“Let, tolong izinin aku ya, hari ini aku gak masuk. Aku demam nih.”

“Kamu sakit? Cepat sembuh ya, Fir. Oke, nanti aku sampaikan. Btw, kenapa kamu gak langsung telepon Bu Marta aja?”

“Aku udah telepon Bu Marta tadi, tapi gak diangkat.”

“Oh oke deh, nanti aku sampaikan.”

“Terima kasih ya, Let.”

“Sama-sama.”

Fira segera memutus sambungan panggilan telepon, lalu meletakkan ponselnya di atas nakas. Fira lalu mengambil hoodienya dan mengenakannya. Gadis itu hendak pergi ke apotek. Fira menyambar tas selempangnya, kemudian berjalan keluar rumah sambil memesan ojek online. Ia merasa tidak mampu untuk membawa motor sendiri, dikarenakan kepalanya yang masih terasa berdenyut.

“Neng Zhafira, ya?”

Fira mengangguk membetulkan.

“Ini, Neng. Silakan dipakai helmnya,” ucap Pak Ajir—tukang ojek online yang dipesan Fira.

Fira menerima helm itu dan menggunakannya. Setelah Fira duduk di atas jok motor, Pak Ajir segera melajukan motornya ke alamat tujuan yang sesuai dengan pesanan Fira.

■■■

Ansel memberhentikan laju motornya, kala sudah tiba di tempat tujuannya. Lelaki dengan jaket jeans berwarna biru muda itu berjalan masuk menuju Kafe Blossom, tempat dimana Fira bekerja. Sesuai dengan ucapannya semalam, ada yang ingin ia bicarakan kepada Fira. Matanya langsung mengarah ke meja kasir, namun ia tidak menemukan Fira di sana. Ada seorang gadis yang tidak ia kenali yang menggantikan posisi Fira sebagai kasir.

Ia lalu mencari keberadaan Leta, untuk bertanya perihal Fira.

“Let!” seru Ansel saat melihat Leta tengah berjalan sambil membawa buku menu di tangannya.

“Eh, Ansel, ada apa?” tanya Leta.

“Aku lagi cari Fira, tapi di meja kasir gak ada, dia lagi istirahat atau gimana?”

“Oh, Fira. Dia lagi sakit, Sel. Tadi baru aja dia telepon aku dan kabari kalau dia gak bisa masuk kerja.”

Fira lagi sakit? Apa karena semalam dia keluar trus terkena angin malam?’ batin Ansel khawatir.

“Oh gitu ya, Let. Oke deh, makasih ya buat infonya.”

“Kamu ada perlu sama dia?” tanya Leta. Ansel mengangguk.

“Langsung aja datang ke rumahnya.” Ansel menimang saran dari Leta.

“Oh iya juga ya, oke, kalau gitu aku pamit dulu ya. Aku mau ke rumah Fira.”

“Oke, Sel.”

Ansel lalu berjalan keluar dari kafe, lelaki itu lalu memasang helmnya dan hendak menyalakan mesin motornya. Akan tetapi, tiba-tiba saja ponselnya bordering.

“Halo, Rik? Ada apa?”

Ansel dengan saksama mendengar ucapan Erik di seberang sana.

“Oh, oke, gue ke sana sekarang.”

Ansel menutup panggilan teleponnya.

“Kalau kayak begini, nanti malam aja kali ya ke rumahnya Fira,” ucapnya pada dirinya sendiri.

━━━┅┅☆★☆┅┅━━━

Satu hal yang perlu kamu ketahui. Meski hubungan kita sudah lama berakhir, akan tetapi aku tetap saja tidak bisa menahan diri untuk tidak mengkhawatirkanmu.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen2U.Pro